Pemuda seringkali dijadikan sebagai barometer atau patron keberhasilan situasi gerakan nasional, karena peran mereka baik secara komunitas maupun organisasi yang telah mengupyakan beragam hal untuk mewujudkan visi besar dan cita-cita perjuangan negara Indonesia.
Pada konstalasi politik misalnya, peran pemuda hari ini adalah harapan atau bahkan gambaran situasi politik di masa yang akan datang. Sebab, dari pemuda lah hari ini tokoh-tokoh penting, pejabat tinggi negara, atau bahkan pimpinan negara lahir.

Keberangkatan pemuda hari ini dalam mengambil peran sangatlah penting menjadi sebuah awal mula bagaimana tatanan negara berjalan. Hal ini dimulai dari bagaimana mereka dalam melihat situasi konflik yang terjadi, salah satunya adalah persoalan gerakan ekstrimisme yang bisa dinilai semakin menjamur pada mayoritas gerakan kelompok pemuda.
Ada pepatah yang mengatakan “lebih baik sedia payung sebelum hujan” dengan keberagaman tafsir dalam memaknai teks tersebut. Akan tetapi, yang lebih penting pada situasi itu ialah apapun masalah yang akan dihadapi lebih baik mencegah daripada mengobati. Sebuah pepatah yang memiliki korelasi terhadap bagaimana gerakan ekstrimisme hari ini ada.
Pemuda yang dianggap sebsgai kelompok perubahan, sudah seharusnya dan selayaknya berada pada koridor-koridor yang bajk juga positif. Tapi, jauh sebelum itu ialah mari memahami lebih dalam keberagaman dampak yang terjadi jika gerakan ekstrimisme justru berangkat, diakomodir, dan diperankan oleh kelompok pemuda.
Pertama, potensi kelompok pemuda dalam memberikan pengaruh terhadap orang-orang sekelilingnya ialah hal yang mudah untuk dilakukan. Kedua, kelompok pemuda yang memiliki akses pendidikan yang berkualitas atau berkesempatan menempuh pendidikan tinggi (seperti kuliah) berpotensi menjadi pelopor gerakan ekstrimisme jika tidak dibangun kesadaran akan bahaya ekstrimisme dimulai dari lembaga pendidikan-
Selain itu yang ketiga ialah bagaimana mitigasi menghadapi cepatnya arus informasi pada media sosial hari ini yang mayoritas konten-konten viral nya justru kebanyakan anak muda. Mungkin hal tersebut baik ketika setiap pemuda yang memiliki potensi menjadi public figur bisa menjadi tokoh pelopor dalam memerangi ekstrimisme, akan tetapi menjadi berbahaya jika potensi nya menjadi public figur digunakan untuk memggaet massa supaya terlibat di dalam kelompok gerakan ektrimisme.
Situasi demikian menjadi titik awal keberangkatan dalam membangun kesadaran bahwa peran pemuda bisa menjadi nilai potensi yang baik ketika bisa dilakukan dalam koridor perjuangan melawan gerakan ekstrimisme, akan tetapi menjadi sangat berbahaya ketika perannya digunakan untuk menyebarkan dan mengajak kelompok pemuda lainnya untuk terlibat dalam bahaya gerakan ekstrimisme.
Dampak seringkali memang baru bisa dirasakan ketika sebuah masalah dihadapi, akan tetapi tetap lebih baik jika kita sebagai manusia yang memiliki kesadaran penuh akan bahaya ekstrimisme bisa mencari peluang dan memetakan tantangan unthk lebih masif memberikan edukasi serta meng-influence (khususnya pada media sosial) tentang bahaya ekstrimisme.
Bisa dimulai dari melahirkan sebuah sistem/kebijakan pada lembaga pendidiman tiap level bahkan sampai pada level pendidikan TK (Taman Kanak-Kanak) segaligus, supaya sejak dini anak-anak sudah familier dengan narasj dan situasi gambaran akan bahaya ekstrimisme jjka terlibat dan hal ini tentu harus dikemas secafa khusus supaya tiap level nya bisa menerima tujuan yang dimaksudkan.
Demikianlah semoga tiap-tiap kita secara pribadi mampu memahami bahwa masalah gerakan ekstrimisme yang terjadi di Indonesia merupakan masalah besar yang harus dihadapi bersama-sama untuk menentukan sikap akan melakukan mitigasi dan upaya pencegahan seperti apa. Tentu tidak bisa dilakukan sendirian, harus ada kelompok-kelompok yang masif melakukan edukasi juga penyebaran narasi perdamaian yang harus lebih banyak sampai dan diterima oleh kelompok masyarakat lainnya.