K-Hub Working Group on Women and Preventing / Countering Violent Extremism (PCVE) (WGWC) merupakan media konsolidasi pengetahuan tentang kerja-kerja perempuan dan PCVE di Indonesia, dengan mengambil praktek-praktek baik dan buruk, masyarakat sipil dan pemerintah dalam menjalankan kebijakan dan program perempuan dan PCVE.
WGWC adalah sebuah platform jaringan bagi masyarakat sipil dan pemerintah yang bekerja untuk memperkuat pengarusutamaan gender (gender maintreaming) dalam policy maupun intervensi penanggulangan radikalisme dan ekstrimisme (terorisme) di Indonesia.
Dideklarasikan pada tanggal 24 Juli 2017 di Bogor, WGWC telah menjadi rumah bersama bagi para aktor yang bekerja dalam pengarusutamaan gender dalam pencegahan ekstremisme kekerasan. Bersama 26 lembaga dari organisasi masyarakat sipil, organisasi kelompok agama, universitas, media hingga organisasi pemerintah di tingkat nasional maupun daerah sebagai mitra WGWC, kami membangun gerakan kolektif untuk melakukan pencegahan dan penanganan ekstremisme di Indonesia. Berfokus pada dampak, WGWC telah melakukan 4 strategi yakni; mening- katkan keterlibatan perempuan, mendorong perlindungan korban kekerasan seksual berbasis gender dan perempuan pembela HAM, mendorong partisipasi bermakna perempuan, serta memastikan kepekaan gender dalam situasi krisis.
Sepak terjang WGWC sejak 2016 dengan membumikan gender dalam kerja-kerja PCVE mendorong transformasi baik di tingkat individu, komunitas, kultural hingga struktural. Melalui seri unheard and untold stories, WGWC Talk menghadirkan credible voices untuk menguatkan serta memberdayakan para mantan napiter, keluarganya dan korban. Terbentuknya Forum Support Perempuan Tangguh (FOSPETA) juga menjadi upaya pemberdayaan perempuan istri mantan napiter. Reintegrasi sosial di Kelurahan Mekarjaya menggunakan Reflective Structured Dialogue (RSD) berhasil membuka penerimaan antara returni dan masyarakat. Stigma mantan napiter “berbahaya, menyeramkan, pembunuh, dan stigma negatif lainnya” akhirnya tersingkap.
Kerja-kerja WGWC di akar rumput juga membuahkan transformasi struktural baik di tingkat lokal maupun nasional.
Di tahun 2022, WGWC menginisiasi terbangunnya Kelompok Kerja (Pokja) bidang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Sekretariat Bersama Rencana Aksi Nasional (RAN) Penanggulangan Ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme (PE). Bahkan, WGWC dengan lensa gender dan interseksinya mendorong pelebaran bidang-bidang tematis dalam Pokja. Masih banyak kerja-kerja dan praktik baik lainnya yang telah dilakukan WGWC selama 7 tahun ini. WGWC percaya, nilai-nilai, perilaku da
Streering Committe WGWC
Pada Mei 2024, WGWC telah menggelar konferensi dan Konvensi WGWC. Dalam agenda tersebut terpilih SC baru, yaitu Ruby Kholifah (Direktur AMAN Indonesia), Irfan Amalee (Direktur PeaceGeneration Indonesia), Taufik Andrie (Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian), Suraiya Kamaruzzaman (Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh) dan Iwan Misthohizzaman (Direktur Eksekutif INFID)
Merupakan Country Representative AMAN Indonesia, yang berfokus pada penguatan kepemimpinan perempuan lintas iman di tingkat akar rumput, mengkonsolidasikan suara-suara progresif untuk advokasi hak-hak kelompok minoritas. Dia meraih gelar Master dalam Ilmu Kesehatan dan Ilmu Sosial dari Universitas Mahidol di Thailand. Tesisnya telah dipublikasikan dalam buku yang berjudul Contexting Discourses on Sexuality and Sexual Subjectivity Among Single Young Muslim Women in Pesantren dan The Future of Asian Feminism: Confronting Fundamentalism, Conflict and Neoliberalism.
Bersama AMAN Indonesia, dia memulai Sekolah Perdamaian untuk Perempuan, sebuah komunitas pembelajaran perdamaian untuk ibu lintas iman yang saat ini menyebar di 43 komunitas di tujuh provinsi untuk memperkuat keterampilan kepemimpinan dan organisasi perempuan agar dapat berkontribusi pada pembangunan perdamaian. Ruby juga dikenal sebagai salah satu penyusun Rencana Aksi Nasional 1325, di mana perannya adalah memperkuat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di tingkat nasional dan provinsi untuk menegakkan pertanggungjawaban pemerintah dalam melaksanakan Rancangan Aksi Nasional (RAN).
Merupakan seorang pendiri dan direktur PeaceGeneration Indonesia, sebuah perusahaan sosial yang berfokus dalam mempromosikan perdamaian kepada kaum muda melalui media kreatif. Dia berpengalaman selama 17 tahun di industri kreatif dan pendidikannya dalam studi Perdamaian dan Konflik di Universitas Brandeis, Massachusetts AS yang ia aplikasikan dalam pekerjaannya saat ini. PeaceGen telah 12 tahun mempromosikan perdamaian kepada lebih dari 40.000 pemuda di Indonesia, Malaysia dan Filipina. Karena dedikasinya dalam pendidikan perdamaian dan kewirausahaan, ia mendapatkan beberapa penghargaan seperti Young Creative Entrepreneurs Award dari The British Council, Global Alumni Award untuk Inovasi dan kewirausahaan dari Australia, Multiculturalism Award dari UAJY, penerima penghargaan Kick Andy Heroes 2021, dll.
Merupakan Eksekutif Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian, sebuah organisasi dalam isu keamanan, perdamaian dan konflik seperti terorisme dan pencegahan terorisme di Jakarta sejak 2014. Taufik juga menjadi Steering Committee dalam organisasi WGWC selama 2018-2024. Taufik bekerja dalam 21 tahun terakhir dengan fokus dalam bidang online jihad, organisasi radikal, dinamika individu dan kelompok dalam grup radikal, penjara radikalisasi dan deradikalisasi di Indonesia, proses pengembangan pasca penjara, dan beberapa akhir ini fokus dalam isu Foreign Terrorist Fighter (FTF).

Perempuan yang lahir pada tanggal 3 Juni 1968 di Kabupaten Aceh Besar, adalah aktivis hak perempuan dan pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus pada pemberdayaan dan penguatan perempuan bernama Flower Aceh pada tanggal 23 September 1989. Selama situasi konflik militer bersenjata di Aceh, melalui Flower Aceh Ia dan timnya mulai mengumpulkan data-data pelanggaran HAM, terutama data tentang perempuan korban kekerasan seksual, perempuan yang kehilangan akses ekonomi atau kehilangan anak/suaminya; melakukan pendampingan psikososial terhadap Perempuan korban kekerasan seksual, kampanye dan loby untuk menghentikan kekerasan di Aceh di tingkat nasonal, regional dan Internasional. Mulai tahun 1999 bekerjasama dengan NGO lokal, nasional dan internasional Ia secara berguler menghadari sidang PBB di Geneva untuk mengadvokasi kasus-kasus kekerasan seksual terhadap Perempuan selama operasi militer bersenjata di Aceh dan melakukan speeking tour di Eropa dan loby serta kampanye untuk mendapat dukungan masyarakat internasional untuk penghentian kekerasan di Aceh melalui berbagai forum internasional dan loby-loby anggota parlemen dan pelapor khusus PBB. Pada Februari 2000 Ia menjadi Ketua Steering Comitte Duek Pakat Inong Aceh (DPIA/Kongres Perempuan Aceh yang pertama) dengan tema perempuan dan perdamaian.Salah satu rekomendasi DPIA adalah mendorong penyelesaiakn konflik Aceh melalui dialog damai.

Merupakan Direktur Eksekutif INFID terpilih periode 2023-2027. Pria yang akrab disapa Cak Iwan, memandang dunia aktivisme, pergerakan dan seni merupakan sahabat lama. Pergerakan akar rumput sudah menjadi jiwa Cak Iwan sejak remaja, dengan memfasilitasi remaja putus sekolah melalui kegiatan peningkatan kapasitas dan kajian keagamaan. Cak Iwan juga seorang aktivis mahasiswa semasa kuliah dengan aktif di sejumlah unit kegiatan mahasiswa (UKM) di kampusnya, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulai dari kelompok paduan suara, teater, pers mahasiswa, hingga pecinta alam. Cak Iwan melanjutkan studi magisternya di Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, dengan prodi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Aktivismenya yang terasah membawa dirinya ke career path bidang sosial masyarakat. Dalam 15 tahun terakhir, Cak Iwan bekerja di sektor isu HAM & Demokrasi. Sebelum bergabung dengan INFID, Cak Iwan bekerja di beberapa lembaga PBB, seperti IOM, UNODC, UNICRI, dan UNDP. Juga di lembaga international lainnya serta organisasi masyarakat sipil (OMS) di Indonesia, baik sebagai relawan maupun sebagai staf. Kedekatan dengan gerakan masyarakat sipil inilah yang membuat Cak Iwan didapuk menjadi Ketua the 5th Indonesian Anti-Corruption Forum (IACF) pada 2016, untuk terus mendorong perluasan gerakan anti korupsi yang melibatkan belasan OMS di seluruh Indonesia.