Semangat YPP Selamatkan Generasi Masa Depan dari Ancaman Terorisme

Data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menunjukkan bahwa antara 2016 hingga 2023, sebanyak 29 anak terlibat dalam tindak pidana terorisme, baik sebagai pelaku maupun korban. Angka ini menggambarkan betapa seriusnya ancaman radikalisme terhadap generasi masa depan bangsa. Banyak dari anak-anak ini yang menjadi korban propaganda dan doktrin jaringan teroris, sehingga mereka tidak hanya terjerumus dalam kejahatan, tetapi juga menghadapi trauma fisik dan emosional yang mendalam.

Salah satu contoh tragis dari fenomena ini adalah peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya pada Mei 2018. Serangan yang dilakukan oleh sebuah keluarga tersebut melibatkan pasangan suami istri dan empat anak mereka yang berusia antara 9 hingga 18 tahun. Kejadian ini menunjukkan bahwa anak-anak sering kali menjadi korban dari pengaruh orang tua yang terpapar ideologi radikal.

Semangat YPP Selamatkan Generasi Masa Depan dari Ancaman Terorisme

Menurut Khariroh Maknunah, yang akrab disapa Nuna, seorang aktivis yang tergabung dalam Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) telah berjuang melawan radikalisasi sejak 2013 akhir, penyebab utama terpaparnya anak-anak pada radikalisasi sangat kompleks. Dalam wawancara yang dilansir dari podcast WGWC Group, Nuna menjelaskan beberapa faktor utama yang membuat anak-anak rentan terhadap radikalisasi. Salah satunya adalah banyaknya anak-anak yang dijanjikan konsep loyalitas terhadap agama dan keluarga ketika mereka bergabung dengan kelompok radikal. Anak-anak ini kemudian diperkenalkan dengan ideologi yang menggambarkan dunia sebagai medan perang antara lawan dan kawan.

Nuna mengungkapkan bahwa data dari Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) juga menunjukkan bahwa sekitar 64% dari anak-anak yang terpapar radikalisasi berusia antara 15 hingga 18 tahun. Mereka sering kali terpapar ideologi radikal karena orang tua mereka juga terlibat dalam kelompok radikal, sehingga pola pikir tersebut tertanam lebih dalam pada anak-anak mereka.

Nuna menekankan bahwa komunitas atau lingkungan merupakan pilar pengaruh yang sangat kuat dalam proses radikalisasi. Anak-anak tidak mungkin langsung bergabung dengan suatu kelompok radikal tanpa adanya faktor pemicu sebelumnya. Masalah keluarga, kurangnya kasih sayang, perasaan tidak didengar, kehilangan role model, dan rasa kesepian sering kali menjadi pintu masuk bagi kelompok-kelompok radikal untuk merekrut anak-anak. Kelompok-kelompok ini kemudian menawarkan mereka ideologi dan pelatihan penggunaan senjata, serta meyakinkan mereka bahwa mereka sedang berjuang untuk tujuan yang lebih besar.

Selain faktor lingkungan, peran media sosial juga tidak bisa diabaikan. Media sosial kini menjadi saluran utama bagi kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi mereka. Anak-anak yang merasa terasing atau kesulitan mencari identitas seringkali menjadi target yang mudah diakses oleh kelompok radikal melalui media sosial, yang menawarkan rasa kebersamaan dan tujuan bersama.

Mengatasi masalah ini memerlukan keterlibatan berbagai pihak. YPP akhirnya mengambil langkah konkret dalam mendampingi anak-anak korban jaringan terorisme. YPP percaya bahwa perempuan memiliki peran penting dalam proses pemulihan pasca-konflik, seperti yang disampaikan oleh Khairoh Makmunah atau Kak Nuna, seorang pendamping di YPP. Nuna yang juga memegang prinsip bahwa anak-anak merupakan korban dari pola pikir radikal orang dewasa, menjadi landasan ia bergerak selama lebih dari satu dekade menjadi pendamping anak-anak korban terorisme.

Menjadi seorang pendamping, Nuna memulai dengan menjadi figur pengganti yaitu seorang kakak, wali, atau bahkan orang tua bagi anak-anak ini. Proses pendekatan dengan metode person-to-person tanpa menghakimi, diharapkan dapat menciptakan ruang aman di mana mereka dapat berbicara tanpa rasa takut. Dialog yang intensif dilakukan untuk menggantikan trauma masa lalu dengan kepercayaan baru. Proses ini diharapkan juga dapat menghadirkan sosok-sosok teladan baru yang dapat menggantikan peran kelompok radikal yang selama ini mereka kenal. Sehingga proses deradikalisasi juga dapat dimulai untuk mengurangi ideologi-ideologi radikal yang telah tertanam sebelumnya. Di saat yang sama, Nuna membantu menjembatani hubungan antara anak-anak dengan orang tua mereka, membangun kembali ikatan yang sempat rusak. 

Namun, upaya pendampingan ini bukan hanya tanggung jawab satu pihak. Noor Huda Ismail, pengamat terorisme dan pendiri YPP, menekankan pentingnya peran keluarga dalam mencegah radikalisasi. Keluarga yang proaktif dalam menanamkan literasi digital yang baik dapat menjadi benteng pertama dalam melindungi anak-anak dari ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Noor juga menekankan perlunya sistem deteksi dini dan respons dini terhadap ancaman radikalisasi, yang dikenal dengan konsep 3N yaitu Needs (keinginan), Network (jaringan), dan Narration (narasi). “Needs” merujuk pada kebutuhan emosional anak yang mungkin sedang mencari identitas atau pengakuan, yang bisa menjadi pintu masuk bagi kelompok radikal. “Network” berkaitan dengan meluasnya jangkauan ideologi radikal melalui internet, yang memerlukan pengawasan dari keluarga. Sedangkan “Narration” menyebutkan pentingnya kesiapan keluarga dalam menghadapi narasi intoleran dan menyaring informasi yang ada di dunia maya.

Di sisi lain, pemerintah juga tidak tinggal diam. Pada tahun 2022, Kemen PPPA dan BNPT menandatangani nota kesepahaman untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dalam penanggulangan terorisme. Sinergi ini dirancang untuk memastikan bahwa anak-anak korban radikalisme mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk kembali ke jalan yang benar.

Kisah pendampingan yang dilakukan oleh YPP dan Nuna memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya empati dan pendekatan yang manusiawi dalam menghadapi masalah radikalisme. Anak-anak ini memiliki masa depan, dan dengan dukungan dari keluarga, komunitas, dan pemerintah, mereka bisa tumbuh menjadi individu yang kuat dan penuh harapan. Karena pada akhirnya, setiap anak Indonesia adalah aset bangsa yang harus dijaga dan dilindungi.

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top