Selisik Diri: Ruang Aman untuk Perempuan Melawan Kekerasan, Diskriminasi, dan Radikalisasi (Bagian 2)

Gresik, 8 Desember 2024, di sebuah kedai kopi sederhana yang terasa hangat, Selisik Diri Vol. 2 kembali hadir sebagai ruang aman bagi perempuan untuk berbagi, berefleksi, dan bertumbuh. Forum ini mengusung tema 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKtP): Menulis untuk Menyembuhkan. Dengan jumlah peserta yang dibatasi hanya 10 orang, suasana menjadi lebih intim, memungkinkan setiap peserta merasa didengar tanpa rasa takut dihakimi.

Forum ini bukan hanya tempat berbagi cerita, tetapi juga sebuah langkah untuk mengampanyekan strategi nasional Women, Peace, and Security dan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) sebagai bagian dari pencegahan kekerasan berbasis gender dan ekstremisme. Dalam diskusi ini, saya mengajak teman-teman memahami peran peran sebagai agen perubahan yang memiliki potensi besar untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan inklusif.

Selisik Diri: Ruang Aman untuk Perempuan Melawan Kekerasan, Diskriminasi, dan Radikalisasi (Bagian 2)

 

Ekstremisme dan Perempuan

Perempuan sering kali menjadi korban kekerasan, baik dalam lingkup domestik maupun dalam konteks ekstremisme kekerasan. Dalam diskusi, kami berbicara tentang bagaimana perempuan, baik sebagai korban maupun pelaku ekstremisme, kerap terperangkap dalam manipulasi ideologis. Banyak perempuan dipaksa berkorban demi kepentingan kelompok, sementara istri-istri para pelaku sering kali terisolasi dari dunia luar.

Mengangkat pengalaman dari buku Terorisme, Korban, Pejuang Damai, kami membahas bagaimana perempuan yang terlibat dalam ekstremisme sering kali mengalami trauma yang mendalam. Ada beberapa cerita yang kami bahas adalah tentang seorang perempuan, istri mantan terorisme yang dikucilkan, kemudian perempuan dan anak yang menjadi pelaku terorisme. Saya ingat sekali, ada satu peserta bertanya “Mengapa penting bagi kami? Mengapa seakan-akan mereka adalah korban? Padahal mereka adalah pelaku kekerasan itu sendiri.” Kemudian kami berdiskusi kembali bagaimana perempuan dan anak juga bisa menjadi pelaku karena kerentanan mereka. Perempuan dianggap tidak dicurigai ketika akan melakukan bom bunuh diri, hingga mudah diperdaya dengan iming-iming jihad, masuk surga, hingga difasilitasi kehidupannya. 

Saya juga bercerita bagaimana teman-teman WGWC mendampingi korban mantan terorisme. Ternyata apa yang kita lihat dan kita pikirkan sekilas tentang terorisme, bukan hanya persoalan bom. Tapi lebih dari itu. Kita perlu menyelami sebab mereka terjebak dalam radikalisme. Diskusi ini memberikan wawasan baru dan membangun empati untuk merangkal rasikalisasi.

 

Refleksi dan Menulis untuk Menyembuhkan

Setelah diskusi, para peserta diajak berbagi cerita dan keluh kesah. Ada seorang ibu yang mengungkap pengalaman kekerasan emosional selama bertahun-tahun. Seorang remaja berbagi tentang kekerasan dalam pacaran hingga kekerasan berbasis gender online. Metode berbagi dalam kelompok kecil dua orang sengaja diterapkan untuk menciptakan ruang yang lebih intim dan aman. Ketika cerita-cerita ini dibagikan kembali di meja utama, suasana haru dan empati menyelimuti ruangan.

Selanjutnya, kami melanjutkan sesi menulis. Saya percaya, menulis adalah terapi yang mendalam. Dalam suasana hening, para peserta mulai menuangkan perasaan mereka. Ada yang menulis tentang luka, harapan, hingga menciptakan metafora indah tentang beban yang perlahan mereka lepaskan. Salah seorang peserta berkata, “Ini pertama kalinya saya merasa benar-benar mendengar suara hati saya sendiri.”

Menulis tidak hanya menjadi sarana pelepasan emosi tetapi juga refleksi mendalam. Tulisan-tulisan tersebut menunjukkan kekuatan luar biasa para perempuan, meski sederhana. Melalui sesi ini, perempuan diajak menemukan kembali suara mereka dan merajut kembali kekuatan dari dalam.

 

Pencegahan Kekerasan dan Peran RAN PE

Pencegahan ekstremisme kekerasan harus terus digaungkan melalui pendekatan yang humanis, berbasis empati, dan pembedahan ideologi yang maslahat. Strategi nasional Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE)  menjadi panduan penting dalam membangun kesadaran dan ketahanan perempuan terhadap ancaman ekstremisme. Dalam forum ini, kami juga mengampanyekan pentingnya peran perempuan sebagai mediator damai dan agen perubahan yang proaktif.

Salah satu langkah nyata yang kami bahas adalah membangun jaringan pendukung antarsesama perempuan. Jaringan ini bertujuan untuk memberikan rasa aman, saling mendukung, dan berbagi informasi penting terkait pencegahan kekerasan maupun radikalisasi. Dalam buku Terorisme, Korban, Pejuang Damai, ditekankan bahwa perempuan yang didukung komunitas memiliki peluang lebih besar untuk pulih dari trauma dan menjadi agen perdamaian.

Ruang-ruang kecil dengan suasana intim seperti Selisik Diri mampu memberikan dampak. Forum ini tidak hanya membuka mata para peserta akan berbagai bentuk kekerasan yang mereka hadapi tetapi juga memberikan mereka kekuatan untuk bangkit. Dengan mengusung pendekatan seperti menulis untuk menyembuhkan, diskusi reflektif, dan kampanye RAN PE yang tentunya sejalan dengan 16HAKtP, saya percaya kita sedang menanam benih perubahan yang suatu hari akan tumbuh besar.

Salah satu peserta menyimpulkan dengan sederhana namun mendalam: “Selisik Diri ini seperti tempat berlindung yang saya cari-cari selama ini.” Saya berharap ruang ini tidak hanya terus berjalan di Gresik tetapi juga menjangkau lebih banyak perempuan di tempat lain. Dengan langkah kecil yang konsisten, saya yakin kita bisa membangun dunia yang lebih aman dan berkeadilan gender.

 

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top