Radikalisme di Era Digital: Ancaman dan Solusi untuk Perdamaian Dunia

Pada Kamis, 12 Desember 2024, saya berkesempatan mengikuti diskusi yang sangat menarik dalam Women and PVE Conference Empowering Women, Securing Peace: Lessons from Indonesia in Preventing Violent Extremism melalui ruang Zoom. Di sana, berbagai topik penting dibahas, salah satunya adalah bagaimana kemajuan teknologi informasi di era digital membawa dampak besar terhadap perdamaian dunia.

Teknologi digital telah mengubah banyak aspek kehidupan, dari komunikasi hingga cara kita berinteraksi dengan dunia. Di satu sisi, teknologi membuka peluang kolaborasi antarbangsa dan mempercepat akses informasi yang membawa banyak manfaat. Namun, di sisi lain, kemajuan ini juga membuka celah bagi berkembangnya ideologi ekstrem yang bisa mengancam stabilitas sosial dan perdamaian global. Di dunia maya, ideologi kekerasan kini dapat berkembang dengan cepat, jauh lebih cepat dari yang kita bayangkan sebelumnya. Hal ini menjadi tantangan besar yang perlu kita hadapi bersama.

Radikalisme di Era Digital: Ancaman dan Solusi untuk Perdamaian Dunia

 

Radikalisasi: menyebar cepat melalui dunia maya

Radikalisasi di dunia maya semakin menjadi perhatian utama di banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Media sosial telah menjadi alat yang sangat efektif bagi kelompok radikal untuk menyebarkan propaganda. Menurut laporan United Nations Counter-Terrorism Centre pada 2017, media sosial kini menjadi saluran utama untuk rekrutmen kelompok teroris. Kelompok seperti ISIS memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan ideologi mereka, mengajak orang-orang bergabung dalam perjuangan kekerasan mereka, bahkan merencanakan serangan teror. Video kekerasan, ujaran kebencian, serta pesan-pesan provokatif dengan cepat tersebar dan menjangkau jutaan orang.

Lebih mengkhawatirkannya lagi, radikalisasi yang terjadi di dunia maya tidak mengenal batas geografis. Dalam hitungan detik, seseorang di Indonesia bisa terpapar konten radikal yang berasal dari kelompok teroris yang ada di belahan dunia lain, seperti Timur Tengah. Senada menurut temuan Institute for Strategic Dialogue (ISD) pada 2019 memperlihatkan bahwa lebih dari 33.000 akun Twitter digunakan oleh kelompok radikal untuk menyebarkan pesan kebencian. Salah satu fenomena yang muncul adalah “jihad digital”, di mana anak muda yang terpapar konten radikal di media sosial terjerat dalam jaringan terorisme internasional tanpa pernah bertemu dengan kelompok tersebut.

 

Mengapa radikalisasi digital dapat terjadi?

Terdapat beberapa alasan mengapa seseorang bisa terpapar dan terjebak dalam ideologi radikal melalui internet. Pertama, disebabkan oleh keterasingan sosial. Banyak individu, terutama remaja, merasa terpinggirkan dan tidak menemukan tempat dalam masyarakat. Internet menawarkan ruang untuk bergabung dengan kelompok yang memberi rasa memiliki, meskipun kelompok tersebut mengajarkan kekerasan.

Kedua, kurangnya literasi digital. Tidak semua pengguna internet memiliki keterampilan untuk memilah informasi yang ditemui. Tanpa kemampuan untuk membedakan antara informasi yang sah dan propaganda, cenderung rentan terjerumus ke dalam konten ekstrem. Riset dari Oxford Internet Institute menyebutkan, bahwa banyak remaja yang terpapar konten radikal bahkan tidak tahu bagaimana cara memverifikasi kebenaran informasi yang diterima.

Ketiga, narasi ekstrem yang dibangun oleh kelompok radikal juga memainkan peran penting. Kelompok radikal cenderung menggunakan narasi yang sangat emosional, yang membangun perasaan ketidakadilan dan ancaman terhadap identitas agama, politik, atau sosial. Dalam kasus ini, menurutnya kekerasan dianggap sebagai jalan yang sah untuk mengatasi permasalahan tersebut.

 

Dampak radikalisasi digital terhadap perdamaian dunia

Radikalisasi di dunia maya memiliki dampak yang signifikan besar, baik terhadap keamanan nasional maupun perdamaian global. Ketika individu atau kelompok terjebak dalam pandangan ekstrem, akan cenderung melihat dunia secara hitam-putih, penuh kebencian, dan kekerasan. Pandangan seperti ini dapat menyebabkan potensi terjadinya serangan terorisme yang meningkat.

Katakan saja Indonesia, yang memiliki keragaman budaya dan agama yang sangat tinggi, radikalisasi digital tetap saja bisa terpengaruh. Seirama, data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memaparkan, bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang paling mudah terpengaruh oleh radikalisasi berbasis internet. Hal tersebut tidak hanya berdampak pada stabilitas domestik, tetapi juga dapat memperburuk di tingkat regional.

 

Langkah yang harus dilakukan dalam mengatasi radikalisasi digital

Berbagai langkah penting perlu dilakukan untuk mengatasi radikalisasi digital, yakni: Pertama, mengadakan pendidikan literasi digital. Generasi muda perlu dibekali dengan keterampilan untuk berpikir kritis dan memilah informasi yang diterima melalui dunia maya. Misalnya, di sekolah-sekolah, harus ada kurikulum yang mengajarkan pendidikan literasi digital,  sehingga bisa membedakan dan memilah antara informasi yang positif dan yang berpotensi membahayakan.

Kedua, memperkuat kerjasama internasional. Pemerintah dan platform digital perlu bekerja sama untuk memerangi penyebaran ideologi radikal. Beberapa perusahaan teknologi besar harus melakukan langkah-langkah untuk memblokir konten radikal yang dapat mecegah penyebaran konten ekstrem secara efektif.

Ketiga, Memperluas program deradikalisasi. Program ini harus melibatkan pendekatan yang lebih manusiawi, di mana individu yang terpengaruh tidak hanya dihukum, tetapi juga diberikan dukungan psikososial dan ekonomi untuk kembali ke masyarakat dengan peran positif.

Benang merahnya adalah radikalisasi digital memberikan ancaman serius bagi perdamaian dunia. Penyebaran ideologi ekstrem melalui media sosial dan platform digital telah membuka celah bagi kelompok radikal untuk menyebarkan kebencian dan merusak stabilitas sosial serta keamanan global. Namun, dengan memperkuat pendidikan literasi digital, regulasi yang lebih ketat terhadap platform digital, dan program deradikalisasi harus ditangani dengan serius, karena radikalisasi digital dapat menjadi ancaman yang lebih besar bagi perdamaian dunia di masa depan.

 

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top