Sebagai salah satu tokoh kunci dalam pembangunan Aceh, Rosni Idham telah memberikan kontribusi yang luar biasa dalam menyuarakan hak-hak perempuan dan mendorong terwujudnya perdamaian, terutama dalam fase pasca-konflik dan rehabilitas pasca-tsunami di Aceh.
Selain seorang aktivis perdamaian, ia juga seorang seniman yang menekuni bidang kepenulisan, seperti syair, puisi, cerpen, cerita anak, esai dan kerap memberikan motivasi yang inspiratif. Ia juga pernah berkiprah sebagai guru pegawai negeri, penyiar radio Pemda Aceh Barat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat selama dua periode, dan ketua pengusaha perempuan Aceh Barat. Pengalaman tersebut telah memperkaya kontribusinya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan pembangunan Aceh serta memantapkan suara lantangnya melalui karya puisi perdamaian.

Melalui berbagai peran yang diembannya, baik sebagai anggota legislatif, di dunia kreatif, maupun sebagai pemimpin komunitas bisnis, Rosni Idham telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan Aceh Barat. Pengalamannya yang kaya dalam bidang politik, seni, dan ekonomi telah memberinya pemahaman yang mendalam tentang tantangan dan peluang yang dihadapi daerahnya.
Melaui untaian kata dalam puisinya, Rosni Idham telah menunjukkan bahwa sastra memiliki kekuatan untuk mendamaikan. Dengan lembut, ia merajut benang-benang perdamaian di tengah konflik berkepanjangan antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Rosni Idham dalam syairnya kerap menyuarakan keresahan terkait isu-isu sosial dan perdamaian. Tercatat, dua puluh puisi telah ia hasilkan, masing-masing membawa pesan damai yang mendalam, khususnya dalam konteks konflik Aceh yang berlangsung hingga tahun 2004.
Selain itu, Rosni Idham bersama rekan-rekannya juga mendirikan Institut Perdamaian Indonesia (IPI) dengan tujuan mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan. Baginya, perdamaian bukan hanya tujuan akhir yang didambakan saat konflik berakhir, tetapi juga juga sebuah proses yang harus terus dipelihara dan dikampanyekan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama untuk generasi muda, seruan perdamaian dapat digaungkan melalui puisi, seminar akademik, ceramah mimbar untuk mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan kesetaraan gender.
Di tengah konflik yang berkepanjangan, Rosni Idham tetap teguh pada nilai-nilai perdamaian. Bahkan setelah bencana tsunami, ia terus aktif dalam upaya membangun kembali Aceh yang damai. Rosni secara aktif turun ke lapangan, terutama setelah peristiwa tsunami tahun 2004 di Aceh untuk memastikan pemenuhan hak-hak korban, khususnya perempuan. Ia juga menginisiasi program-program pemberdayaan sosial-ekonomi untuk perempuan Aceh, seperti pelatihan keterampilan, penyediaan lapangan kerja, hingga dukungan program “Cash for Work”, yang turut melibatkan 1000 perempuan Aceh yang terdampak tsunami untuk bersama-sama membersihkan lingkungan dan desa mereka masing-masing. Progam ini tidak hanya berkontribusi pada pemulihan lingkungan pasca-tsunami, tetapi juga untuk meningkatkan kemandirian ekonomi perempuan Aceh.
Sejak konflik Aceh, Rosni Idham telah aktif menyuarakan pesan damai melalui karya-karyanya. Puisinya telah dibacakan di berbagai penjuru Indonesia, bahkan hingga mancanegara. Tercatat ada 12 provinsi/kabupaten di Indonesia dan 6 negara yang telah mendengar puisinya. Selain itu, ia juga terlibat aktif dalam berbagai forum penting skala internasional untuk mendorong perdamaian di Aceh, seperti workshop perdamaian di Jenewa serta dialog di Stockholm dan Swedia. Atas dedikasinya, Rosni Idham telah menerima berbagai penghargaan, termasuk pada tahun 2011 ia didaulat menerima Award She Can Wanita Inspiratif Indonesia, Anugerah Sastra Sara Kata, dan Aceh Peace Award katagori promotif pada tahun 2008, yang diberikan langsung oleh Pemerintah Daerah Aceh.
Rosni Idham adalah sosok inspiratif yang memberikan contoh bagaimana perempuan dapat mengambil peran sentral dalam proses perdamaian dan rehabilitasi. Ia telah memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi masyarakat Aceh, melalui berbagai peran yang pernah dilakoninya. Khususnya dedikasinya untuk kelompok perempuan, dalam menjamin perlindungan dan kemajuan hak perempuan dalam situasi konflik dan rehabilitasi pasca-konflik Pemerintah Indonesia dengan GAM serta dalam konteks penanggulangan bencana tsunami.