Dalam episode Talkshow She Builds Peace Indonesia bersama Ruby Khalifah, perbincangan menarik mengulas upaya reintegrasi sosial mantan pendukung ISIS di Indonesia. Kisah ini tidak hanya menyentuh kompleksitas proses hukum dan sosial, tetapi juga menggambarkan peran signifikan perempuan dalam mendukung proses tersebut di komunitas mereka.

Kisah Hijrah dan Kepulangan
Seorang remaja yang terpengaruh propaganda ISIS memutuskan untuk hijrah ke Suriah bersama 26 anggota keluarganya. Namun, setibanya di sana, mereka dihadapkan pada realitas yang jauh dari janji-janji kesejahteraan dan kehidupan Islami. Akhirnya, mereka memutuskan kembali ke Indonesia. Proses kepulangan mereka melibatkan berbagai mekanisme hukum, termasuk rehabilitasi dan reintegrasi ke masyarakat.
Menurut Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Ammar, pada 2022 terdapat lebih dari 2.000 WNI yang terlibat dengan ISIS, termasuk perempuan dan anak-anak. Reintegrasi menjadi tantangan besar, terutama untuk memastikan bahwa individu-individu ini dapat kembali berkontribusi positif di masyarakat.
Tiga Tahap Proses Reintegrasi
- Deradikalisasi: Individu yang terlibat dalam perang menjalani proses ini di lembaga pemasyarakatan. Tujuannya adalah menurunkan kadar radikalisasi mereka melalui pendekatan edukasi dan psikologis.
- Rehabilitasi: Perempuan dan anak-anak, yang biasanya tidak terlibat langsung dalam konflik, ditempatkan di panti rehabilitasi. Program ini berfokus pada pemulihan psikososial dan ekonomi mereka agar dapat kembali hidup mandiri.
- Reintegrasi: Mantan pendukung ISIS dibaurkan kembali ke masyarakat. Proses ini juga melibatkan edukasi masyarakat agar mereka mampu menerima dan mendukung para mantan tersebut. Tantangan besar dari tahap ini adalah memastikan bahwa komunitas dapat bersikap inklusif.
Peran Perempuan dalam Proses Reintegrasi
Dalam diskusi tersebut, hadir dua tokoh perempuan inspiratif dari Kelurahan Mekar Jaya, Depok: Bu Gina dan Bu Devi. Mereka membagikan pengalaman mereka sebagai bagian dari Tim Tangguh, sebuah inisiatif komunitas yang dibentuk untuk mengelola potensi radikalisasi dan mendukung reintegrasi sosial.
Bu Gina, sebagai Ketua Pokja 4 PKK dan Ketua RW, memiliki peran aktif dalam program pemberdayaan masyarakat. Ia terlibat dalam edukasi dan pendampingan terkait narkoba dan isu sosial lainnya, seperti pelecehan seksual dan bunuh diri.
Bu Devi menceritakan tantangan pribadi ketika anaknya mengalami doktrinasi yang berpotensi radikal. Ia menegaskan pentingnya kewaspadaan terhadap pola ajaran yang menyimpang di lingkungan pendidikan anak-anak.
Motivasi Anggota Tim Tangguh
Ketika ditanya mengenai motivasi mereka bergabung dalam Tim Tangguh, Bu Devi menjelaskan bahwa ia terdorong oleh rasa kepedulian sosial yang mendalam. Sebagai individu yang gemar terlibat dalam kegiatan sosial, ia merasa terpanggil untuk membantu masyarakat memahami dan menghadapi tantangan yang kompleks ini.
Sementara itu, Bu Gina menuturkan bahwa pengalamannya mendengar cerita tentang proses reintegrasi menginspirasi dirinya untuk ikut terlibat. Ia ingin mendampingi keluarga-keluarga yang mungkin merasa terasing di masyarakat dan membantu mereka untuk kembali beradaptasi. Baginya, tantangan ini merupakan kesempatan untuk membuktikan kemampuan dalam membangun hubungan yang inklusif.
Bimbingan Teknis (Bimtek) dan Proses Belajar
Tim Tangguh menerima pelatihan intensif selama tiga hari yang difasilitasi oleh Yayasan Empatiku. Pelatihan ini mencakup:
- Pemahaman tentang radikalisme dan terorisme.
- Tanda-tanda peringatan dini.
- Studi kasus dan simulasi penanganan kasus di masyarakat.
- Teknik komunikasi dan penyusunan laporan administratif.
Pelatihan tersebut memberikan bekal penting, termasuk keterampilan berbicara dan pendekatan yang efektif dalam menghadapi keluarga returning dan deporter. Proses ini diakui oleh Bu Devi dan Bu Gina sebagai pengalaman yang mendalam, di mana mereka belajar untuk memahami situasi dan kebutuhan keluarga yang mereka dampingi.
Tantangan dan Strategi di Tingkat Komunitas
Beberapa tantangan yang dihadapi di Kelurahan Mekar Jaya termasuk:
- Radikalisasi Anak Muda: Seorang pemuda yang terpapar ideologi radikal menunjukkan perilaku tertutup dan pandangan ekstrem. Pendekatan persuasif oleh Tim Tangguh menjadi kunci untuk mengembalikan pola pikir yang sehat.
- Isu Sosial: Selain radikalisasi, terdapat kasus narkoba dan pelecehan seksual. Pendekatan berbasis komunitas dan kolaborasi dengan lembaga terkait, seperti BNN, menjadi strategi utama dalam penanganan masalah ini.
Tim Tangguh: Pilar Reintegrasi
Tim Tangguh Kelurahan Mekar Jaya dibentuk pada 2021 dengan tujuan menangani kasus radikalisasi dan mendukung reintegrasi. Anggotanya terdiri dari tokoh masyarakat, kader PKK, dan tokoh agama. Mereka melakukan pemantauan, edukasi, dan pendampingan dengan pendekatan yang tidak menghakimi.
Salah satu kasus yang ditangani melibatkan keluarga yang tinggal secara tertutup di wilayah RW 11. Setelah pemantauan dan komunikasi intensif, informasi terkait keterlibatan keluarga tersebut dengan jaringan tertentu akhirnya terungkap.
Melalui pendekatan peace building seperti Reflektif Struktur Dialog (RSD), Tim Tangguh mampu menciptakan komunikasi yang efektif antara keluarga returning dengan masyarakat. Proses ini memerlukan waktu dan komitmen untuk memastikan semua pihak terlibat secara sukarela dan memahami tujuan dialog tersebut.
Penutup
Proses reintegrasi mantan pendukung ISIS membutuhkan pendekatan yang holistik dan dukungan dari semua pihak, terutama masyarakat. Peran perempuan seperti Bu Gina dan Bu Devi menunjukkan bahwa kepemimpinan di tingkat akar rumput dapat memberikan dampak yang signifikan. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan individu, tantangan besar ini dapat diatasi demi menciptakan komunitas yang inklusif dan harmonis.