Perempuan sebagai Pilar Perdamaian: Strategi Kreatif Menghentikan Konflik dalam film ‘Where Do We Go Now?’

Film bertajuk “Where do we go now?” karya sutradara Nadine Labaki yang dirilis pada tahun 2011, merupakan film bergenre komedi yang menceritakan kisah sekelompok perempuan di sebuah desa terpencil di Lebanon. Desa ini jauh dari modernitas wilayah perkotaan dan dihuni oleh masyarakat yang hidup dalam ketegangan akibat perbedaan agama.

Para perempuan dalam cerita ini melakukan berbagai persekongkolan untuk mengurangi, mencegah, dan menghentikan konflik kekerasan yang terus digencarkan oleh para laki-laki dalam keluarga mereka. Mereka hidup dalam suasana penuh kewaspadaan, sikap saling curiga, ketidakpercayaan, serta kebencian. Hampir setiap hari, desa mereka dipenuhi oleh kericuhan, percekcokan, dan aksi baku hantam.

Perempuan sebagai Pilar Perdamaian: Strategi Kreatif Menghentikan Konflik dalam film ‘Where Do We Go Now?’

Film ini diperankan langsung oleh Nadine Labaki sebagai Amale, seorang perempuan pemilik usaha kafe di desa tersebut. Amale bersama perempuan-perempuan lainnya, memikirkan berbagai cara yang dapat membuat desa mereka aman, damai, dan terhindar dari pertikaian. Mereka menggunakan berbagai strategi cerdik untuk mengelabui para suami dan anak laki-laki mereka agar tetap tenang serta hidup harmonis berdampingan dengan tetangga mereka yang berbeda agama. Seiring dengan kekacauan yang dibuat oleh para laki-laki di desa mereka, unsur komedi dalam film ini muncul dalam bentuk rencana-rencana unik yang dijalankan oleh Amale dan para perempuan, di antaranya:

  • Merusak televisi, agar tidak ada lagi tayangan berita yang dapat diakses. Sebab, berita tentang konflik kekerasan berbasis agama terus-menerus dipromosikan melalui siaran televisi, yang pada gilirannya memicu ketegangan di desa mereka semakin meningkat.
  • Diam-diam memasukkan ganja dan zat penenang ke dalam hidangan kue, demi menciptakan suasanan yang menyenangkan, sehingga para laki-laki mereka bisa terlena sambil duduk tertawa bersama dan tidak bersitegang.
  • Dengan piawai, mereka berakting menjadi sosok Bunda Maria, suara mereka lembut dan tegas sembari mengecam tindakan perkelahian yang terjadi di desa tersebut dan menegur perilaku agresif laki-laki, dengan harapan agar mereka takut dan mematuhi perkataan Bunda Maria.

Berbagai upaya yang dilakukan tersebut, menegaskan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam masyarakat untuk menghentikan konflik. Dari sisi produksi, film ini mempromosikan sisi manusiawi perempuan yang tidak hanya cerdas, berani, dan penuh kasih sayang, tetapi juga peduli, saling mendukung sesama perempuan, bebas bergerak, pandai bekerjasama, serta memiliki fleksibilitas dalam menyikapi perbedaan dan mengelola konflik. Di sisi lain, film ini juga berupaya menantang dan mendobrak pandangan budaya patriarki yang selama ini melekat pada identitas perempuan, seperti anggapan bahwa mereka lemah, tidak berdaya, kurang pintar dibanding laki-laki, pergerakannya terbatas, saling menjatuhkan sesama perempuan, tidak rasional, serta tidak mampu berpikir jangka panjang, dan selalu mendukung keputusan laki-laki dalam keluarga. 

Film ini berhasil membantah bahwa perempuan memiliki agensi yang terbatas dalam masyarakat. Alih-alih menjadi sosok yang pasif dan lemah, perempuan dalam film ini menunjukkan bahwa mereka adalah agen perubahan yang aktif dan berani. Mereka tidak hanya mampu mendeteksi dini konflik dan merumuskan solusi, tetapi juga mampu mengorganisir diri dan bertindak secara kolektif. Film ini menjadi pengingat bahwa solidaritas perempuan adalah kekuatan yang luar biasa. Ketika perempuan bersatu dan saling mendukung, mereka mampu menghalau segala rintangan dan mencapai tujuan bersama, yaitu ingin mewujudkan perdamaian di desa mereka.

Sebagai penutup, film ini memberikan inspirasi bagi kita untuk berpikir kreatif dan berani mengambil langkah, sekecil apapun, untuk menciptakan lingkungan yang lebih damai dan harmonis. Film ini sekaligus menjadi pengingat bahwa perdamaian bukanlah sesuatu yang abstrak, melainkan tindakan nyata yang bisa kita mulai dari hal-hal kecil, bisa dilakukan oleh siapa pun tanpa memandang batasan gender, usia, profesi, atau tempat tinggal.

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top