Ketika mendengar kata “terorisme,” bayangan yang muncul sering kali adalah gambaran ancaman yang mengintimidasi. Namun, di balik garis depan operasi antiterorisme, ada kisah inspiratif dari perempuan-perempuan yang berani, seperti dua polisi wanita (Polwan) dari Densus 88 yang berbagi cerita dalam WGWC Talk #10. Mereka adalah bukti bahwa peran perempuan di sektor keamanan kini semakin strategis dan krusial.

Memulai Perjalanan yang Tak Pernah Terbayangkan
“Awalnya ya antara bingung dan percaya saya bisa menyusuaikan diri. Istilahnya tekad dan tugas polisi, di mana pun harus siap. Saya bangga diantara komunitas laki-laki, sangat menjunjung tinggi wanita dan tidak semena-mena. Bisa sama dan setara dengan laki-laki dengan penyidik di antara sana.” ujar Narasumber 1.
Saat pertama kali bergabung dengan Densus 88, tantangan dan risiko menjadi bagian dari keseharian mereka. Dari menghadapi ancaman jiwa hingga stigma budaya yang memandang perempuan kurang cocok untuk berkarier di sektor keamanan, keduanya tetap teguh menjalankan tugas dengan dedikasi. Ketika bertugas di lapangan mereka juga tidak luput dari menghadapi berbagai tantangan. Narasumber kedua misalnya, menyatakan bahwa salah satu tantangan terbesar adalah ketika bertugas adalah menghadapi mereka yang siap mati.
Di titik ini dapat terlihat bahwa selama bekerja, polisi perempuan bertugas untuk memberikan wajah kepolisian yang lebih humanis dengan mengedapankan karakterisme yang dimiliki oleh perempuan. Hal tersebut berdampak sangat baik kepada pendekatan kepada napiter yang sering memandang pihak kepolisian sebagai musuh.
Pada tahun 2004, jumlah perempuan di Densus 88 hanya dua orang. Namun kini, seiring meningkatnya keterlibatan perempuan dalam aksi ekstremisme, peran Polwan semakin dibutuhkan. Dengan pendekatan yang lebih humanis, mereka menjadi jembatan penting dalam proses deradikalisasi.
Pendekatan Humanis: Kunci Deradikalisasi
Bagi kedua Polwan tersebut, tugas mereka tidak hanya menangkap atau mengawasi napiter, tetapi juga membangun hubungan emosional yang kuat untuk mendorong perubahan perilaku. “Women-to-Women” menjadi pendekatan yang sangat efektif, terutama dalam menangani napiter perempuan.
Empati dan kesabaran juga turut menjadi senjata utama mereka untuk mengedepankan nilai nilai humanisme. “Pengurangan balas dendam bisa dikurangi dengan pendekatan yang humanis. Karena densus ini adalah golden timenya, jika penanganannya baik dan merasa diperlakukan lebih baik,” jelas Narasumber kedua
Tantangan yang Menguatkan
Meski berada di sektor yang didominasi laki-laki, mereka membuktikan bahwa kemampuan perempuan punya kedudukan yang sama pentingnya dengan laki laki di sektor keamanan. Walaupun ada tantangan budaya dan kurangnya afirmasi gender di sektor keamanan, ini tidak menyurutkan langkah mereka. Bahkan, mereka terus mendorong pentingnya pengakuan kompetensi perempuan di sektor ini.
Penanggap diskusi, Margaretha Hanita dari Universitas Indonesia, menekankan bahwa jumlah perempuan di sektor keamanan harus diperbanyak. Ia menambahkan bahwa kompetensi mereka tidak hanya relevan, tetapi juga sangat strategis, terutama dalam kasus-kasus terorisme.
Diskusi ini telah membuka wawasan bahwa sektor keamanan harus lebih banyak merekrut perempuan. Dukungan keluarga dan pelatihan khusus bagi perempuan menjadi elemen penting untuk membuka jalan bagi karier mereka. Hamli, seorang pengamat terorisme, menambahkan bahwa pada tahun 2015, ISIS mulai melibatkan lebih banyak perempuan dalam aksi terorisme. Hal inilah yang membuat Densus 88 semakin gencar merekrut Polwan untuk menghadapi tantangan ini.
Penutup
Kisah kedua Polwan ini bukan hanya menggambarkan keberanian dan pengabdian, tetapi juga pentingnya pendekatan humanis dalam menghadapi ancaman terorisme. Perempuan di sektor keamanan membuktikan bahwa mereka tidak hanya mampu bertahan di dunia yang penuh risiko, tetapi juga membawa perubahan signifikan dalam penegakan hukum yang inklusif. Masa depan keamanan nasional membutuhkan lebih banyak perempuan yang berani seperti mereka, siap memberikan wajah baru bagi perjuangan melawan terorisme.
Sumber Referensi:
WGWC. (2020, September 17). WGWC Talk 8: Perempuan dalam sektor keamanan. Diselenggarakan melalui Zoom, pukul 15.00–17.00 WIB.