Terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam upaya mencapai tujuan, terutama politik. Menurut Loebby Lukman, terorisme merupakan suatu kejahatan luar biasa karena adanya perbedaan persepsi yang mencolok pelaku dengan korbannya. Bagi kelompoknya pelaku teroris dianggap sebagai pahlawan sebaliknya korban dianggap sebagai pengkhianat. Kejahatan terorisme sering terjadi di negara maju dan berkembang, aksi teror yang dilakukan menimbulkan banyak korban jiwa yang tentunya peristiwa ini menimbulkan kecemasan dan ancaman bagi negara.
Permasalahan terorisme sebenarnya sangat kompleks karena bisa terdiri dari mantan pelaku atau korban terorisme. Cerita ini diungkap dalam buku yang berjudul “The Terrorist’s Victim: Stories Of Survival And Resilience” dimana para korban mengalami dampak dalam aspek emosional, psikologis, dan sosial. Para korban mengalami trauma mulai dari serangan yang terjadi sampai proses pemulihan yang mengubah seluruh hidup mereka. Dukungan dari pemerintah, lembaga kemanusiaan serta stigma terhadap korban sangat timpang sehingga dibutuhkan keberanian, ketangguhan manusia untuk bisa survive dalam situasi ini.

Selain itu, korban tindak pidana terorime juga dikaji secara mendalam oleh seorang Psikolog Yayasan Empatiku bernama ibu Mega Priyanti yang dihadirkan di acara podcast WGWC bertema “Kalau Perempuan Bergerak, Program Berjalan”. Beliau menceritakan pentingnya memulihkan korban tindak pidana teroris melaui 3 aspek yakni; 1) Deradikalisasi adalah menurunkan kadar radikalisme seseorang, 2) rehabilitasi yakni proses pemulihan seseorang akibat memahami ideologi terorisme, 3) Reintegrasi sosial adalah proses pembauran ke masyarakat.
Tahapan-tahapan itu harus dilalui oleh ex-teroris karena tidak mudah untuk dapat diterima oleh masyarakat karena stigma teroris sangat lekat kepada mereka. Padahal tidak semua ex teroris itu salah kejadian ini diungkapkan oleh Ibu Mega yang menangani seorang ibu yang dikirim ke Suriah untuk mencari kesembuhan anaknya yang autis. Dia disarankan untuk membawa anaknya kesana karena terdapat rumah sakit modern yang bisa menyembuhkan autis. Korban lainnya adalah seorang remaja, dia mengatakan tujuannya ingin mencari pekerjaan agar dapat memenuhi kebutuhannya. Alhasil mereka dijadikan teroris dan didoktrin ideologi yang bertentangan dengan Pancasila yang menganggap bahwa tindakan mereka itu benar.
Dari sinilah peran yayasan empatiku tergerak untuk membantu ex-teroris mendapatkan kembali haknya sebagai warga negara Indonesia melalui pendekatan hati ke hati dalam reintegrasi sosial atau pembauran ke masyarakat. Yayasan empatiku adalah sebuah organisasi sosial yang berfokus untuk memberikan dukungan kepada korban tindak pidana terorisme dari segi fisik, psikologis, atau sosial. Tujuan dari yayasan ini adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak terorisme terhadap para korbannya untuk pulih.
Adapun hambatan yang ada dalam reintegrasi sosial yakni setiap wilayah yang memiliki warga ex-teroris tidak mau mengakui karena dianggap aib bagi daerah tersebut juga masyarakat yang sulit dan bersikeras menolak ex-teroris untuk tinggal ditempat mereka. Untuk mencapai aspek ini dibutuhkan kesabaran luar biasa karena banyak korban ex-teroris yang tidak mau terbuka, sering cemas, dan trauma sehingga sulit untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan oleh yayasan empatiku yakni; 1) Deteksi dini pencegahan tindakan terorisme berupa pendekatan-pendekatan ke pihak keamanan seperti babinsa, babinkamtibmas untuk mengedukasi pencegahan kasus-kasus serupa. 2) Adanya aktor kunci, melibatkan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki peran penting terutama agensi perempuan, 3) Memahami kondisi wilayah, ini sangat penting karena ada beberapa wilayah yang menolak sosialisasi sehingga harus berpindah ke wilayah lainnya, 4) Dialog.
Dengan demikian, peran yayasan empatiku dalam pendampingan ex-teroris, korban tindak pidana terorisme ini menunjukkan bahwa perempuan merupakan agen perubahan yang dapat terlibat untuk melakukan deteksi dini, membangun relasi dengan kelompok lain, dan memudahkan reintegrasi sosial.
Daftar Pustaka
Ambarita, F. P. (2018). Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme. Binamulia Hukum, 7(2), 141-156.
https://youtu.be/I_h-_kkwDmc?si=aCZVYVpF4547CWSb
https://empatiku.or.id/perempuan-bisa-perempuan-berdaya/