Oleh : Miranti
Alifatul Arifiati, seorang perempuan yang merasakan keresahan terhadap situasi di lingkungannya, terutama di kalangan anak-anak muda. Ia melihat banyak dari mereka masih acuh terhadap perbedaan antar umat beragama. Ketakutan untuk membaur di masyarakat kerap muncul akibat berbagai stigma yang melekat pada orang-orang dengan berbeda keyakinan. Misalnya, kekhawatiran terhadap isu kristenisasi, Islamisasi, atau hal-hal serupa
Berangkat dari keresahan tersebut, Alif menyadari pentingnya menciptakan ruang perjumpaan dengan orang-orang yang berbeda keyakinan. Menurutnya, langkah ini sangat penting untuk menghilangkan kecurigaan dan prasangka buruk, sehingga semua orang dapat hidup rukun dengan saling memahami dan menghormati keyakinan masing-masing.
Dengan semangat tersebut, pada tahun 2013, Alif bersama teman-temannya dari Fahmina Institute memulai inisiatif Sekolah Cinta Perdamaian (SETAMAN). Program ini menjadi wadah bagi para remaja untuk saling mengenal, memahami, dan belajar tentang pentingnya nilai-nilai perdamaian.
Pendidikan Sebagai Kunci Perdamian
Sekolah Cinta Perdamaian (SETAMAN) ini tidak hanya bertujuan untuk saling mengenal, memahami, dan belajar akan pentingnya perdamaian, tetapi juga untuk memodifikasi pendidikan agar tidak hanya diajarkan di ruang kelas saja, melainkan dipraktikkan secara nyata. Di sini, Alif sangat berperan aktif dalam mengkampanyekan isu perdamaian dan membuka ruang-ruang perjumpaan untuk memperkuat isu kemanusiaan, perempuan, dan isu toleransi.
Pendidikan yang inklusif menjadi kunci agar pelajaran tidak berhenti pada saat proses pengajaran, tetapi terus berlanjut dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan, dalam hal ini, menjadi elemen utama dalam menciptakan perdamaian, karena melalui pendidikanlah berbagai ilmu dan nilai-nilai dapat disampaikan secara efektif untuk menciptakan perubahan yang nyata.
Kisah Alifatul Alifiati
Melalui SETAMAN, Alif berhasil mempertemukan pemuda lintas iman untuk belajar bersama tentang pergerakan perdamaian. Semua nilai yang Alif tanamkan kepada para anak muda untuk terus mengkampanyekan perdamaian akhirnya mulai menuai hasil yang nyata.
Pertama, kini telah terbentuk Forum Komunikasi Lintas Iman (Forkolim) remaja di Cirebon timur. Forum ini berisi pemuda lintas iman yang bergerak aktif dalam mengkampanyekan perdamaian dan melakukan sosialisasi pencegahan ekstremisme.
Kedua, berdirinya Komunitas Pelopor Toleransi (Kumpparan) di Majalengka. Komunitas ini juga terdiri dari pemuda lintas iman yang aktif berdialog antaragama serta membuka ruang-ruang perjumpaan untuk memupuk toleransi.
Ketiga, lahirnya komunitas Jaga Pelita, yang beranggotakan perempuan-perempuan lintas iman. Mereka secara aktif menyuarakan isu perdamaian, khususnya kepada para anak muda, dengan membawa perspektif gender dalam mpanye perdamaian mereka.
Dari kisah Alif Ini, kita belajar bahwa pendidikan membutuhkan peran aktif seorang perempuan. Dampaknya sangat nyata, menunjukkan bagaimana pendidikan dapat diselenggarakan secara komprehensif dan inklusif. Peran perempuan seperti Alif mampu menjadi motor penggerak dalam menciptakan generasi muda yang lebih peduli, toleran, berdaya, dalam memperjuangkan perdamaian.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa pendidikan dan kolaborasi lintas iman menjadi strategi penting dalam meminimalisir ekstremisme.
Strategi Pencegahan Terjadinya Ekstemisme
Salah satu strategi yang dapat meminimalisir terjadinya ekstremisme adalah dengan melakukan dialog antarumat beragama. Melalui dialog ini, perdamaian dapat tercipta, rasa saling menghormati terbangun, dan konflik yang sering muncul akibat perbedaan dapat berkurang. Selain itu, dialog juga menciptakan perspektif yang lebih empatik, inklusif, dan damai dalam kehidupan bermasyarakat.
Seperti yang dilakukan Alif melalui berbagai komunitasnya, dialog dan sosialisasi mengenai pencegahan ektremisme menjadi bagian penting dari kegiatan mereka mereka. Salah satunya adalah melalui Forum Komunikasi Lintas Iman (Forkolim) remaja di Cirebon timur. Komunitas ini berisi pemuda lintas iman yang bergerak aktif mengkampanyekan perdamaian dan melakukan sosialisasi untuk pencegahan ekstremisme.
Melalui dialog antarumat beragama dan upaya membangun komunitas lintas iman, Alif telah menunjukkan bagaimana strategi inklusif mampu mencegah ekstremisme sekaligus menciptakan harmoni sosial. Namun, untuk memperluas dampak ini, ada akar masalah lain yang perlu diperhatikan, yaitu ketidakadilan gender.
Pentingnya Kesetaraan Gender
Ketidakadilan gender merupakan salah satu akar masalah yang dapat memunculkan sikap radikalisme dalam masyrakat. Oleh karena itu, sosialisasi perspektif adil gender menjadi sangat penting. Memberikan akses dan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam pencegahan ekstremisme adalah langkah yang harus diperjuangkan. Misalnya, perempuan sebagai ibu memiliki peran penting dalam mengajarkan anak-anak mereka nilai-nilai toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan pentingnya perdamaian sejak dini. Selain itu, keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan juga menjadi faktor kunci. Ketika perempuan memiliki kesempatan setara dalam politik atau kebijakan publik, mereka dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini tidak hanya memperkuat ketahanan sosial, tetapi juga menjadi langkah efektif dalam mencegah penyebaran ideologi ekstrimis.Maka dari itu, perdamain dapat dimulai dari ruang lingkup terkecil, yaitu keluarga, dengan mengenalkan nilai-nilai toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan pentingnya perdamaian melalui perspektif adil gender. Dengan memberikan ruang dan askes yang sama bagi laki-laki maupun perempuan, kita dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis, adil, dan tahan terhadap pengaruh ekstremisme.





