Peran Penting Istri dan Keluarga dalam Deradikalisasi

Ketika berbicara tentang ekstremisme, banyak yang memusatkan perhatian pada pelaku dan ideologi mereka. Namun, ada aspek penting yang sering terlupakan: peran keluarga, khususnya istri, dalam membantu pelaku meninggalkan jalan kekerasan. Pengalaman Nasir Abas, mantan anggota jaringan teroris yang kini menjadi penggerak deradikalisasi, menunjukkan betapa besar dampak keterlibatan keluarga dalam upaya ini.

Keluarga Sebagai Pendukung Utama

Dalam program deradikalisasi, keluarga memainkan peran yang tak tergantikan. Nasir Abas –dalam wawancaranya dengan penulis pada 11 Mei 2022, menekankan bahwa perubahan tidak hanya bisa datang dari luar, seperti intervensi pemerintah atau tokoh agama. Keluarga, sebagai lingkaran terdekat, memiliki pengaruh emosional yang sangat besar terhadap pelaku ekstremisme.

Peran Penting Istri dan Keluarga dalam Deradikalisasi

Nasir berbagi pengalaman bagaimana program Family Resilience yang digagas Division for Applied Social Psychology Research (DASPR) berhasil memberdayakan istri-istri narapidana teroris (napiter) untuk menjadi agen perubahan. Dalam program ini, para istri diberi pelatihan untuk mendukung suami mereka meninggalkan ideologi kekerasan. Lebih dari itu, mereka juga diajarkan untuk melindungi anak-anak dari pengaruh negatif yang bisa memperpanjang siklus ekstremisme dalam keluarga.

Mengapa Istri Memiliki Peran Kunci?

Istri memiliki hubungan emosional yang mendalam dengan suami, sehingga mereka dapat menjadi jembatan penting dalam proses deradikalisasi. Namun, Nasir mengingatkan bahwa kita tidak boleh menganggap enteng kemungkinan bahwa istri juga terpapar ideologi ekstremisme.

“Kita tidak mau underestimate dengan berpikir tidak mungkin istrinya terpapar atau istrinya tidak terpapar atau istrinya tidak mungkin berpikiran seperti suaminya itu”, jelas Nasir. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan adalah kombinasi antara pelatihan formal dan kunjungan personal ke rumah-rumah mereka. Tim DASPR, yang terdiri dari psikolog, peneliti, ustazah, atau/dan bahkan polisi wanita (polwan), secara langsung berinteraksi dengan istri-istri napiter untuk membuka pikiran mereka.

Langkah awal ini kemudian berkembang menjadi pelatihan intensif yang bertujuan untuk memberdayakan para istri. Dengan cara ini, istri-istri tersebut tidak hanya menjadi pendukung suami mereka, tetapi juga pelindung bagi anak-anak mereka. Mereka berperan sebagai agen perubahan yang memastikan ideologi ekstremisme tidak lagi diwariskan kepada generasi berikutnya.

Strategi Pendekatan yang Humanis

Program Family Resilience dirancang dengan pendekatan yang humanis. Nasir menjelaskan bahwa kunci keberhasilan program ini adalah membangun kepercayaan. Pendekatan ini dimulai dengan kunjungan door-to-door ke rumah para istri napiter. Dengan pendekatan personal ini, mereka diajak berdiskusi tentang pentingnya peran mereka dalam keluarga dan bagaimana mereka dapat membantu suami untuk berubah.

Setelah itu, para istri diundang untuk mengikuti pelatihan yang lebih terstruktur. Pelatihan ini mencakup berbagai topik, mulai dari parenting hingga keterampilan menghadapi stigma sosial. Meskipun fokus utamanya adalah memberdayakan istri untuk mendukung perubahan suami, dampaknya meluas ke seluruh keluarga.

Nasir menekankan bahwa keberhasilan program ini terlihat dari respons para istri. Banyak di antara mereka yang tidak hanya berubah secara pribadi, tetapi juga aktif mengajak teman-temannya untuk ikut serta dalam program ini. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis keluarga memiliki potensi besar untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan.

Memutus Mata Rantai Ekstremisme

Salah satu tujuan utama dari melibatkan keluarga dalam deradikalisasi adalah memutus mata rantai ekstremisme. Anak-anak sering kali menjadi korban dari ideologi ekstremisme yang dianut orang tua mereka. Dalam banyak kasus, anak-anak ini tumbuh dengan pandangan dunia yang penuh kebencian dan kekerasan.

Dengan memberdayakan istri, program Family Resilience berupaya memastikan bahwa anak-anak tidak mengikuti jejak ayah mereka. Para istri diajarkan untuk menjadi pelindung dan pendidik utama yang menanamkan nilai-nilai toleransi dan kemanusiaan kepada anak-anak mereka. Langkah ini tidak hanya membantu keluarga itu sendiri, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.

Inspirasi dari Pengalaman Nasir Abas

Pengalaman Nasir Abas memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya melibatkan keluarga dalam deradikalisasi. Ia menunjukkan bahwa perubahan tidak hanya bisa datang dari tekanan eksternal, tetapi juga dari dukungan internal yang tulus.

Nasir juga mengingatkan bahwa keberhasilan deradikalisasi tidak diukur hanya dari perubahan ideologi pelaku, tetapi juga dari hubungan yang terjalin dengan keluarga mereka. Ketika istri dan anak-anak mendukung perubahan, peluang untuk meninggalkan ideologi kekerasan menjadi jauh lebih besar.

Refleksi untuk Kita Semua

Melawan ekstremisme adalah tantangan besar, tetapi pengalaman Nasir Abas dan program Family Resilience menunjukkan bahwa ada harapan. Dengan melibatkan keluarga, kita tidak hanya membantu pelaku untuk berubah, tetapi juga mencegah generasi berikutnya terpapar ideologi yang sama.

Sebagai masyarakat, kita perlu mendukung pendekatan-pendekatan yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan empati. Peran keluarga, khususnya istri, adalah kunci dalam menciptakan perubahan yang berkelanjutan. Mari kita belajar dari pengalaman ini dan bersama-sama membangun masa depan yang lebih damai.

 

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top