Sustainable Development Goals (SDGS) atau yang popular dengan istilah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan merupakan inisiatif dari Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi negara-negara anggotanya untuk menunjukkan komitmen bagi keberlanjutan Bumi dan penduduknya. Diresmikan pada tahun 2015, SDGS sendiri memiliki 17 tujuan, yaitu 1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan (Bappenas, 2015), dan seluruhnya tidak hanya ditujukan kepada negara-negara berkembang, namun juga negara-negara maju. Prinsip kesetaraan dan keadilan bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat adalah yang ingin dicapai oleh SDGS melalui Agenda 2030 untuk Pembangunan Keberlanjutan.
Indonesia sendir itelah memperlihatkan komitmen positif dalam pelaksanaan SDGS dalam beberapa kurun waktu terakhir. Dalam Forum Multipihak (pemangku kepentingan) antar Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) regional ASEAN terkait SDGS yang digagas Komite Ekonomi Sosial Asia Pasifik (ESCAP) Perserikatan Bangsa-Bangsa di Thaliand tanggal 11-14 November 2024 menggarisbawahi keberhasilan dan komitmen Indonesia dengan rutinnya Indonesia berpartisipasi dalam pengumpulan Voluntary National Review (VNR) pada tahun 2017, 2019, dan 2021. VNR sendiri merupakan ringkasan capaian yang telah dilaksanakan oleh setiap negara terkait 17 target SDGS. Hal tersebut Indonesia dalam posisi 10 besar dari 193 negara yang konsisten melaporkan capaian-capaiannya. Konsistensi Indonesia dalam pelaporan VNR juga berhasil menaikkan peringkat Indonesia dalam pencapaian SDGs dari posisi 102 pada tahun 2019 menjadi 75 pada tahun 2023 (Indonesia.go.id)
Sementara itu, upaya pembangunan demi tercapainya kesejahteraan tanpa meminggirkan setiap kelompok masyarakat mana pun membutuhkan kondisi keamanan negara yang stabil, karena keamanan sendiri merupakan hak dasar masyarakat yang krusial. Pemenuhan hak ini sejalan dengan pentingnya kesadaran akan hak asasi manusia (HAM), yang juga bertautan dengan pencapaian SDGS dalam negara-negara anggotanya. Ini juga yang sedang diupayakan oleh Indonesia, mengingat keamanan di negara ini masih cukup rentan dengan berbagai macam ancaman, terutama ancaman ekstremisme kekerasan yang terutama dapat mengarah pada terorisme. Beberapa kali Indonesia telah terpapar ancaman tersebut, diperlihatkan dengan beberapa kasus yang mecuat beberapa waktu silam. Masih ingat dalam benak kita dengan kasus teror Bom Bali I dan II, yang merenggut banyak korban jiwa dari luar negeri, termasuk banyak dari negara kita sendiri. Lalu, kasus pemboman di hotel JW Marriot, Sarinah, beberapa rumah ibadah tidak luput juga dari ancaman ekstremisme kekerasan mengarah pada terorisme, seperti tiga gereja di Surabaya pada tahun 2018, gereja katedral di Makassar, serta gereja Oikumene di Samarinda. Kendati telah dilakukan banyak upaya, termasuk oleh aparat negara dan partisipasi masyarakat, terutama dengan rilis Rencana Aksi Nasional yang diintegrasikan dalam Peraturan Presiden no 7/ 2021 terkait pencegahan ekstremisme kekerasan mengarah pada terorisme dilanjutkan dengan Rencana Aksi Daerah di provinsi-provinsi yang menjadi target pencegahannya, Indonesia masih perlu mewaspadai potensi ancaman-ancaman serupa yang akan menjadi penghalang utama tercapainya stabilitas keamanan bagi masyarakatnya sehingga justru akan menjadi masalah bagi terwujudnya pembangunan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Keamanan tanpa Terorisme Untuk Pembangunan
Berdasarkan Global Terrorism Index (GTI), indeks terorisme Indonesia mencapai skor 3,99 pada 2023, menurun 0,6 poin dibanding periode sebelumnya. Kali ini, Indonesia menduduki posisi ke-31, turun tujuh peringkat dalam daftar negara yang paling terdampak serangan terorisme berdasarkan survei dari Institute for Economics and Peace (Goodstats, 2023). Hal ini disebabkan telah berkurangnya serangan-serangan terkait ekstremisme kekerasan, namun harap diingat bahwa potensi-potensi tersembunyi akan dapat meledak tanpa kita sadari.
Pembangunan sendiri membutuhkan sumber daya manusia serta sumber lainnya untuk mendukung satu sama lain. Sumber kapital dan alam serta manusia merupakan segitiga penting dalam pembangunan, khususnya di Indonesia. Segitiga tersebut seharusnya didukung oleh aspek keamanan karena sudah sejak lama pembangunan selalu dikaitkan dengan keamanan, secara khusus melalui konsep keamanan manusia, karena terganggunya keamanan ini dapat memicu kerusakan dan menyebabkan konflik yang pada akhirnya mengancam pembangunan itu sendiri. Pada tahun 2000an, ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis Tujuan Pembangunan Milenium atau lazim disebut MDGs menggarisbawahi bahwa negara-negara dengan resiko tinggi dalam konflik, ketidakstabilan, serta pengungsian karena konflik berada dalam kegagalan untuk mengurangi kemiskinan (SIPRI, 2015). Bergerak kepada tahun 2015 ketika PBB meluncurkan deklarasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), pembangunan berkelanjutan di negara mana pun tidak terlepas dari aspek perdamaian, keadilan, serta kelembagaan yang Tangguh. Hal ini tercatat dalamm tujuan SDGs no 16, yang menggarisbawahi pentingnya penguatan masyarakat yang inklusif dan damai untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses keadilan untuk semua, dan membangun kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan (indonesianun).
Upaya Pembangunan Tanpa Ekstremisme Kekerasan
Berkurangnya potensi serangan berbasis ekstremisme kekerasan mengarah pada terorisme di Indonesia tidak seharusnya lantas mengurangi kewaspadaan karena potensi serangan tersebut memungkinkan muncul kapan saja. Meskipun pemerintah telah mengupayakan banyak upaya penting dalam penanganan ancaman ekstremisme kekerasan, tantangan terkait ekstremisme kekerasan tetap memerlukan perhatian serius dari seluruh lapisan masyarakat. Keamanan yang stabil merupakan dasar untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGS), terutama dalam konteks tujuan perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh. Dengan demikian, penguatan kebijakan pencegahan ekstremisme kekerasan di Indonesia harus terus didorong melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sebagai tambahan, sektor swasta. Upaya tersebut harus menggarisbawahi pentingnya pendidikan dan kesadaran akan hak asasi manusia. Hal tersebut akan mendukung upaya pencegahan ekstremisme kekerasan untuk tidak hanya mengurangi potensi ancaman terorisme, tetapi juga memastikan tercapainya stabilitas yang menjadi syarat utama bagi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia, seperti yang diamanatkan dalam tujuan SDGs no 16. Hanya dengan menjaga perdamaian dan keadilan, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan masyarakat, sekaligus mencapai tujuan SDGS yang telah disepakati bersama.





