Perempuan di Tillabery, Niger Utara, hidup dibawah tekanan norma patriarki yang sudah mengakar sejak lama, kondisi ini kembali diperburuk dengan adanya pengaruh kekerasan berbasis gender dan tindakan ekstremisme yang dilakukan oleh ISIS kepada perempuan di Tillabery. Kelompok militan ISIS memberlakukan pembatasan ruang gerak yang ketat bagi perempuan di Tillabery, mulai dari membatasi akses pendidikan hingga membatasi partisipasi perempuan dalam kegiatan masyarakat.
Kelompok militan ini memberlakukan dua aturan yang berbeda, dimana peraturan itu kembali memberatkan perempuan dan menghambat terwujudnya kesetaraan, sekaligus menggagalkan upaya pemerintah dalam meningkatkan pendidikan bagi wanita dan mengurangi angka kelahiran yang tinggi di Niger Utara.

Selama 5 tahun terakhir pemberontakan ISIS di Niger Utara, yang umumnya dikenal dengan IS Sahel, memperkuat kekuasaannya di wilayah Tillabery, khususnya di wilayah pedesaan. IS Sahel mengatasnamakan hukum islam, untuk memberi aturan hukum yang berlaku bagi perempuan dan laki-laki yang tidak mematuhi interpretasinya, yaitu dengan memberikan kendala dan beban yang berat bagi perempuan dan hukuman yang sadis bagi laki-laki.
Kudeta yang terjadi pada tahun 2023, berdampak besar pada penarikan donasi kemanusiaan untuk masyarakat Tillabery. Hal ini, menambah runyam permasalahan dengan timbulnya masalah baru karena IS Sahel memegang pengaruh di seluruh departemen terutama di wilayah desa-desa terpencil di perbatasan wilayah Mali, kekuasaannya ini membuat pemberontakan IS Sahel semakin brutal dengan menyalahgunakan kekuasaan dalam melakukan serangan mendadak, hingga melakukan pelanggaran HAM berat.
IS Sahel tidak hanya menyerang masyarakat Tillabery dengan kekerasan fisik, dan pemberlakuan hukum yang ketat, melainkan membuat merosotnya perekonomian masyarakat Tillabery dengan menutup akses mata pencaharian dan mempersulit bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah Tillabery.
Pada peristiwa yang sedang terjadi ini, pandangan perempuan terhadap pemberontakan yang terjadi di Tillabery memunculkan perbedaan perspektif, terlebih pengaruh pandangan gender mempengaruhi bagaimana peran dan aksi perempuan terhadap permasalahan yang sedang mereka alami.
Di tengah praktik diskriminatif dan ketidakamanan yang terjadi di Tillabery, beberapa perempuan masih terpengaruh dengan paham radikal yang mana norma-norma patriarki menjadi salah satu motif kenapa beberapa perempuan di Tillaberry masih memaklumi peraturan ketat yang diberlakukan oleh IS Sahel, mereka menganggap itu akan meringankan dan membebaskan perempuan dari beban untuk bekerja keras. Beberapa diantaranya juga lebih memilih hidup di bawah tekanan IS Sahel dibanding harus hidup terombang-ambing menghadapi ketidakpastian di pengungsian.
IS Sahel mempengaruhi pola pikir dan pandangan perempuan di Tillabery terhadap tindakan radikal yang mereka lakukan, dengan terus memanfaatkan dukungan dari masyarakat yang tersurut paham radikal, itulah mengapa IS Sahel terus bergerak melakukan pemberontakan dengan memanfaatkan kekuasaannya.
IS Sahel mulai mengubah tatanan pemerintahan di Tillabery dengan menerapkan peraturan yang berlaku di berbagai aspek penting kehidupan masyarakat Tillabery, diantaranya:
- Pernikahan, ikatan keluarga
- Norma perilaku
- Pekerjaan
- Pendidikan
- Kesehatan
Meski begitu, pemerintahan Niger terus mengupayakan untuk melibatkan perempuan dalam perdamaian, beberapa perempuan di Tillabery pun terus menyuarakan keadilan agar terlepas dari cengkraman pemerintahan IS Sahel di wilayahnya. Salah satu bentuk perlawanan perempuan di Tillabery adalah dengan meyakinkan bagian dari laki-laki Tillabery untuk melindungi diri dan keluarganya dengan mengangkat senjata pada IS Sahel.
Meski potensi perempuan untuk berperan dalam pembawa damai di Tillabery cukup sedikit, pemerintahan Niger akan terus mengupayakan secara maksimal bantuan donasi dari luar dapat masuk dan membantu meringankan penderitaan masyarakat Tillabery, serta memberi kesempatan kepada perempuan untuk memiliki kepercayaan diri dalam tata kelola dan akan terus memastikan keikutsertaan perempuan dalam mencapai perdamaian di Tillabery melalui rekonsiliasi konflik.
Pemerintahan Niger juga perlu mengembalikan fungsi negara dan kembali memberikan penghidupan yang layak bagi perempuan di Tillabery, hal itu dapat dimulai dari meningkatkan layanan dasar, khususnya pendidikan dan kesehatan. Proses pemenuhan pelayanan dasar ini perlahan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat Tillabery terhadap pemerintahan Niger dan mengembalikan kredibilitas negara melalui bantuan kemanusiaan yang telah dilakukan.
Selain itu, dalam mendukung pendidikan, pemerintahan Niger memerlukan bantuan dari donatur untuk kembali membuka sekolah-sekolah di mana sekolah adalah tempat aman yang jauh dari keterlibatan militer. Pada hal ini, semua tatanan masyarakat harus memiliki kesadaran yang tinggi dan ikut aktif berpartisipasi mendukung pendidikan di Tillabery.
Perempuan di Tillabery dapat menjadi penggerak perubahan melalui percikan semangat api perjuangan dalam melawan paham ekstremisme IS Sahel. Pendekatan berbasis gender pun harus terus dilakukan mengingat jika perempuan seringkali lebih terhubung dengan jaringan sosial dan komunitas lokal yang memungkinkan perempuan dapat mendeteksi dan mencegah pengaruh paham radikalisme. Perspektif unik perempuan dalam mengamati konflik pun dapat menjadi jalan tengah dalam memediasi konflik yang terjadi di lingkungan mereka.
Mendukung serta melibatkan perempuan dalam setiap program perlahan dapat mengatasi rasa ketidakberdayaan perempuan di Tillabery serta mengembalikan rasa kepercayaan diri mereka dalam menyuarakan hak-haknya yang sudah dirampas.