Udara sejuk membawa perasaan yang nyaman, mendorong orang-orang senantiasa memelihara kerukunan. Begitu juga suasana di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Dengan komposisi penduduk beragam agama, kebersamaan dan kerjasama lintas agama sudah menjadi tradisi yang dikembangkan turun-temurun. Perjumpaan-perjumpaan lintas agama melahirkan pertemanan dan persaudaraan.
Ngargoyoso menjadi daerah yang diakui sebagai Desa Sadar Kerukunan (Faizah & Yusrina, 2022). Sejak tahun 2019, Imparsial dan Pusat Studi Agama dan Perdamaian (PSAP) Surakarta juga menjalankan program pilot bersama masyarakat untuk memperkuat narasi kerukunan, melalui pendekatan berbasis keseharian masyarakat dan kearifan lokal. Melalui penguatan aktor, dibentuklah komunitas lintas iman yang dibagi dalam kelompok tokoh agama, tokoh perempuan, dan tokoh pemuda. Sampai saat ini, besarnya aspirasi perempuan terhadap kerukunan beragama membuat komunitas mereka tetap eksis. Komunitas ini dinamai “Sekar Ayu”.

Kepercayaan diri dan pertemanan lintas agama
Sejak dibentuk, Sekar Ayu memiliki anggota sebanyak 25, yang terdiri dari penganut agama Kristen, Islam, dan Hindu, dari empat desa di Kecamatan Ngargoyoso. Dalam menyuarakan narasi kerukunan, komunitas ini mengemas gerakan mereka melalui seminar parenting, pelatihan pembuatan kue dan jamu, juga anjangsana ke tempat-tempat ibadah sebagai sarana pengenalan keberagaman kepada anak-anak (Mibtadin, 2022). Menariknya, Sekar Ayu mampu mengintegrasikan tujuan kerukunan beragama melalui kegiatan-kegiatan sosial.
Secara personal, keterlibatan dalam komunitas ini ternyata menghadirkan dampak positif bagi pengembangan diri. Hal ini juga terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan penganut agama lain dari lintas desa. Salah satu anggota dari agama Kristen, Bunda Asih, menceritakan bahwa komunitas ini membuatnya semakin percaya diri dan tidak minder dalam berbaur dengan siapapun. Ia merasakan banyak pengalaman dan merasa senang dapat memiliki teman dari lintas agama. Begitu juga yang dirasakan Bunda Julia (Kristen) ketika merasakan penerimaan yang baik dari agama lain.
“Dulu saya takut berteman dengan beda agama. Nanti diterima atau enggak ya? Saya dulu kerja di lingkup Nasrani, semua karyawan Nasrani. Dulu saya belum seterbuka ini karena memang temannya hanya seagama. Tapi dengan bermasyarakat dan ikut komunitas ini, ternyata welcome semua. Dulu saya berpikir, nanti agama sana akan menolak saya. Ternyata tidak. Ternyata semuanya baik. Itu suatu mukjizat.”
Pertemanan memang menjadi bentuk relasi paling sederhana untuk membentuk lingkungan pro-diversitas, termasuk mengurangi prasangka dan kecanggungan antaragama. Apalagi dalam konteks lingkungan dengan kolektivisme dan budaya srawung (berbaur) yang tinggi, hal tersebut mendukung terciptanya ruang-ruang perjumpaan antarkelompok agama secara natural. Begitu juga dari kalangan perempuan, pertemanan dapat memperkuat peran mereka dalam masyarakat.
Merawat perjumpaan melalui arisan
Sekalipun program terstruktur telah terlaksana, para anggota Sekar Ayu menyepakati pertemuan rutin dengan mengadakan anjangsana dan arisan setiap bulannya. Setidaknya, tiga agenda pokok dalam pertemuan ini adalah berbagi cerita, makan bersama, dan membayar iuran arisan dan dana sosial. Di sinilah derajat kedekatan dan keterbukaan dalam pertemanan lintas agama semakin menguat.
Sebanyak 13 anggota aktif mengikuti agenda ini. Para bunda Sekar Ayu memiliki beragam latar profesi, baik ibu rumah tangga, wirausaha kuliner, guru, bahkan ibu lurah Ngargoyoso. Bu Sulami (Bu Lurah) bercerita bahwa pertemanan Sekar Ayu sudah layaknya keluarga. Pertemanan ini membuat mereka memahami karakteristik masing-masing, bahkan perjumpaan mereka selalu dipenuhi oleh keceriaan dan guyon (humor). Adanya humor dalam pertemanan menandakan level kedekatan yang tinggi. Dalam relasi sosial, humor juga berfungsi menjembatani tegangan dari perbedaan identitas, membuat seseorang lebih open-minded, serta meningkatkan kesejahteraan psikologis.
“Kita kalau ngumpul selalu ada humor, guyon. Tidak ada yang tersinggung sama sekali. Bisa menerima semua”, jelas Bu Lurah (Islam)
“Pokoknya di komunitas ini tidak ada yang cepet nesu (marah). Itu ndak ada”, sahut Bu Tri (Kristen)
Gambar 1. Dokumentasi kegiatan arisan komunitas Sekar Ayu
Aksi kolektif kepedulian
Tidak sekedar arisan, anggota Sekar Ayu saling berbagi kondisi di desanya dan mengidentifikasi permasalahan dalam masyarakat. Sebagai contoh, Bunda Julia (Kristen) bersama bunda-bunda Sekar Ayu lainnya pernah mengadvokasikan bantuan kursi roda kepada BAZNAS Karanganyar untuk tetangga yang terkena musibah dan sakit. Selepas kegiatan arisan bulanan, mereka juga menyempatkan untuk tilik (menengok orang sakit) dan memberikan bantuan materiil. Sejumlah uang dikumpulkan secara sukarela beserta bantuan sembako. Inisiasi ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian, dengan harapan pula supaya Sekar Ayu terus memberikan kontribusi untuk masyarakat sekitar.
Cerita Sekar Ayu memberikan gambaran bahwa peran perempuan di level akar rumput sangatlah kuat. Dengan modal sosial yang dimiliki wilayah, seperti keberagaman dan budaya kerukunan yang baik, para perempuan pun memiliki aspirasi kerukunan yang selaras dan antusias menjaga solidaritas masyarakat berbasis toleransi, kepedulian, dan rasa kekeluargaan. Pembentukan Sekar Ayu menjadi stimulus dalam memperkaya ruang perjumpaan, mempelajari cara berjejaring, dan menguatkan relasi antarkelompok agama. Dalam berkomunitas, penting untuk menumbuhkan pertemanan supaya solidaritas dalam komunitas dapat terawat. Pengalaman berpartisipasi dalam komunitas lintas agama tidak hanya berhenti pada eksistensi komunitas itu sendiri, melainkan juga pengembangan pribadi, penguatan kerukunan dan toleransi, serta kontribusi lebih luas kepada kesejahteraan masyarakat sekitar.
Referensi
Faizah, R., & Yusrina, J. A. (2022). Keeping harmony preserving: The implementation of tolerance and diversity of the society in Ngargoyoso Village, Karanganyar, Central Java. At-Turas: Jurnal Studi Keislaman, 9(2), 227–241.
Mibtadin. (2022). The peace narrative and interfaith notions of Sekar Ayu community. Analisa Journal of Social Science and Religion, 07(02), 183–198.