Ekstremisme berbasis kekerasan telah menjadi ancaman serius bagi stabilitas sosial dan keamanan di berbagai wilayah, termasuk Indonesia. Provinsi Kalimantan Tengah menjadi salah satu daerah yang menunjukkan langkah proaktif dalam menanggulangi masalah ini melalui sosialisasi yang digelar oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Kegiatan yang diselenggarakan pada Rabu, 02 Oktober 2024 ini memusatkan perhatian diberikan pada pentingnya pengarusutamaan gender sebagai bagian integral dari upaya pencegahan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme. Pendekatan ini menekankan perlunya peran serta semua elemen masyarakat, termasuk perempuan, sebagai aktor kunci dalam membangun ketahanan sosial. Upaya ini sangat relevan karena ekstremisme kekerasan sering kali tidak hanya melibatkan laki-laki sebagai pelaku, tetapi juga perempuan sebagai korban dan dalam beberapa kasus, perekrut potensial. Oleh karena itu, pendekatan berbasis gender berfokus pada peningkatan kesadaran akan kerentanan perempuan dan anak serta peran penting perempuan dalam membangun narasi perdamaian. Dengan adanya sosialisasi ini, diharapkan masyarakat Kalimantan Tengah mampu memahami dinamika gender dalam ekstremisme kekerasan. Ini juga menjadi kesempatan untuk memperbaiki kebijakan dan pendekatan yang selama ini mungkin belum sepenuhnya responsif gender. Pemahaman yang komprehensif akan mendorong terciptanya masyarakat yang lebih tangguh terhadap infiltrasi ideologi ekstremisme.
Pengarusutamaan gender bukan sekadar wacana, melainkan sebuah pendekatan yang memastikan adanya kesetaraan dalam kebijakan, program, dan strategi pencegahan ekstremisme. Pentingnya isu ini terlihat dari fakta bahwa perempuan seringkali menjadi kelompok yang paling terdampak dalam konflik atau aksi terorisme. Perempuan dapat terjebak dalam siklus kekerasan sebagai korban, baik melalui eksploitasi seksual, tekanan ekonomi, maupun manipulasi ideologis. Sosialisasi yang dilaksanakan di Kalimantan Tengah membuka ruang bagi edukasi terkait pentingnya memahami akar masalah ekstremisme dari perspektif gender. Melalui forum ini, masyarakat diajak melihat bagaimana diskriminasi gender dan ketidaksetaraan dapat menciptakan celah bagi kelompok ekstremis untuk memanipulasi individu, termasuk perempuan. Dengan menyertakan perempuan dalam upaya pencegahan, peluang menciptakan solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan semakin terbuka. Penguatan kapasitas perempuan sebagai agen perdamaian juga menjadi salah satu aspek penting yang perlu ditindaklanjuti pasca sosialisasi ini. Langkah ini tidak hanya memberdayakan perempuan, tetapi juga mendorong terciptanya ekosistem yang lebih adil dan inklusif dalam melawan ideologi kekerasan.

Lebih jauh, sosialisasi ini juga menekankan pentingnya pemenuhan hak anak dalam pencegahan ekstremisme kekerasan. Anak-anak sering kali menjadi target empuk bagi kelompok ekstremis karena kerentanan usia, keterbatasan akses informasi, dan pengaruh lingkungan. Di Kalimantan Tengah, pemahaman ini menjadi sangat krusial mengingat perkembangan teknologi dan media sosial yang semakin memudahkan penyebaran ideologi radikal. Sosialisasi tersebut mendorong orang tua, pendidik, dan tokoh masyarakat untuk lebih peka terhadap tanda-tanda radikalisme pada anak-anak. Dengan pendekatan berbasis gender, perhatian khusus diberikan kepada anak perempuan yang sering kali mengalami kerentanan ganda, baik sebagai korban kekerasan maupun eksploitasi dalam jaringan ekstremisme. Upaya ini melibatkan edukasi tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan. Selain itu, penguatan nilai-nilai kebhinekaan, toleransi, dan perdamaian sejak dini juga menjadi kunci dalam menangkal paham ekstremisme. Melalui kolaborasi berbagai pihak, Kalimantan Tengah menunjukkan langkah positif dalam membangun ketahanan generasi muda dari ancaman ideologi kekerasan.
Keterlibatan perempuan dalam pencegahan ekstremisme bukan hanya soal partisipasi simbolis, melainkan tentang pengakuan akan peran penting perempuan dalam menciptakan ketahanan sosial. Perempuan memiliki kapasitas untuk menjadi mediator, pendidik, dan pemimpin dalam komunitas, yang mampu membangun dialog perdamaian di tengah masyarakat. Sosialisasi yang digelar di Kalimantan Tengah menjadi langkah nyata dalam mendorong perempuan untuk berperan aktif dalam menciptakan narasi kontra-ekstremisme. Pendekatan ini memungkinkan perempuan untuk terlibat dalam diskusi, pelatihan, dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan isu keamanan dan perdamaian. Selain itu, pengarusutamaan gender juga mendorong institusi pemerintah untuk merancang kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan perempuan dan kelompok rentan. Jika perempuan diberikan ruang dan dukungan yang cukup, mereka dapat berperan sebagai agen perubahan yang efektif dalam mencegah ekstremisme kekerasan. Langkah ini sekaligus membuktikan bahwa pengarusutamaan gender bukan hanya solusi teknis, tetapi juga solusi moral untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis dan adil.
Di sisi lain, keterlibatan aktif tokoh masyarakat dan pemimpin lokal dalam sosialisasi ini turut memegang peran kunci dalam keberhasilan pengarusutamaan gender. Para pemimpin lokal, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini dan sikap masyarakat terhadap isu-isu keamanan. Melalui sosialisasi ini, mereka diharapkan menjadi mitra strategis dalam menyebarkan pemahaman yang benar mengenai gender dan pencegahan ekstremisme kekerasan. Kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil dan lembaga pendidikan juga penting dalam mendukung upaya ini secara berkelanjutan. Pemerintah Kalimantan Tengah perlu memastikan bahwa program sosialisasi ini tidak berhenti sebagai agenda seremonial semata, tetapi diikuti dengan langkah konkret yang dapat diukur. Evaluasi program dan tindak lanjut berupa pelatihan serta edukasi berbasis gender harus menjadi prioritas. Hal ini penting untuk menciptakan kesadaran kolektif bahwa ekstremisme kekerasan adalah masalah bersama yang memerlukan solusi bersama. Dengan pendekatan kolaboratif, pengarusutamaan gender dapat menjadi katalisator bagi terciptanya lingkungan yang aman dan harmonis.
Sosialisasi pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan di Kalimantan Tengah adalah contoh bagaimana pendekatan berbasis gender dapat diintegrasikan dalam upaya menjaga stabilitas keamanan. Pendekatan ini memberikan ruang bagi perempuan dan kelompok rentan lainnya untuk berpartisipasi aktif dalam menciptakan solusi yang lebih komprehensif dan inklusif. Dengan menyadari pentingnya keterlibatan semua pihak, terutama perempuan, maka upaya pencegahan ekstremisme kekerasan akan menjadi lebih efektif dan berkelanjutan. Kalimantan Tengah telah menunjukkan langkah positif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses ini, termasuk tokoh masyarakat, orang tua, dan pemerintah. Tantangan selanjutnya adalah memastikan keberlanjutan program dan penguatan kapasitas perempuan sebagai aktor utama dalam pencegahan ekstremisme. Melalui pengarusutamaan gender, kita dapat membangun pondasi yang kokoh untuk menciptakan masyarakat yang lebih damai, adil, dan tangguh terhadap segala bentuk ideologi kekerasan. Keberhasilan ini diharapkan menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia dalam melawan ekstremisme melalui pendekatan yang inklusif dan berperspektif gender.