Sepanjang tahun 2023 tercata tidak ada serangan teroris secara terbuka yang terjadi di Indonesia atau zero terrorist attack. Meski begitu, kita tidak dapat terlena dan merasa hal itu sebagai prestasi luar biasa. Tetap ada ancaman yang menghadang. Hal itu bagaikan teori gunung es, bahwa serangan terbuka teroris hanyalah fenomena yang muncul di atas permukaan, sedangkan di bawah terjadi peningkatan konsolidasi dan proses radikalisasi. Kenyataan di lapangan, kelompok remaja, anak-anak dan perempuan saat ini menjadi target tertinggi dalam proses radikalisasi. Hal itu diungkapkan oleh data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam kurun waktu hampir 10 tahun terakhir.
Fakta di atas perlu menjadi perhatian kita semua. Artinya, telah terjadi perubahan pola serangan kelompok teroris yang semula terbuka, hard attack menjadi serangan lebih berdampak yakni soft attack. Mirisnya lagi, sasaran radikalisasi seperti disebut sebelumnya adalah para generasi penerus bangsa seperti anak-anak dan remaja. Proses radikalisasi ini dilakukan secara sistematis, masif dan terencana dengan memanfaatkan jubah keagamaan dan memanipulasi simbol-simbol serta atribut agama. Jika pemerintah serta pihak-pihak terkait abai dan lengah atas fenomena ini, tak dipungkiri jika yang terjadi justru bom kehancuran masa depan bangsa.

Sebagai seorang perempuan dan telah memiliki keluarga, hal-hal seperti demikian harus menjadi kewaspadaan. Terlebih di era perkembangan teknologi yang sangat pesat, saat segala informasi dan berita mudah diakses. Terkadang kita tertinggal jauh atau tidak tahu apa yang anak-anak kita akses di internet. Media sosial juga menjadi lahan subur untuk tumbuhnya pengetahuan dan informasi berbagai ideologi. Salah satu penyebabnya selama ini antara lain adalah kurangnya pendidikan, pemahaman serta pengetahuan mengenai intoleransi dan ideologi kekerasan. Untuk itu, perlu ada upaya membangun ketahanan generasi dari ideologi kekerasan, radikalisasi dan ekstremisme.
Lantas, bagaimana caranya? mari kita berdayakan keluarga sebagai ruang untuk proses pencegahan radikalisasi, ekstremisme dan terorisme. Keluarga sebagai unit sosial, unit budaya, unit pertukaran kasih sayang antar keluarga, melalui fungsinya mampu berperan menjawab tantangan jaman. Keluarga sebagai unit terkecil seorang individu tumbuh dan berkembang diharapkan mampu menjadi ruang pembentukan nilai-nilai termasuk toleransi.
Peran Penting Ibu dan Ayah dalam Komunikasi Keluarga
Keluarga adalah unit sosial pertama yang memiliki pengaruh besar terhadap anak-anak. Selain itu, keluarga meruapakan madrasatul Ula, yakni tempat pertama dan utama bagi anak untuk menerima pendidikan. Dengan demikian, orang tua, baik ayah dan ibu, berperan sebagai guru dan teladan yang pertama kali dikenal anak-anak. Orang tua menjadi figur sentral dalam keluarga yang mengawasi dan memantau tumbuh kembang anak-anak dan remaja.
Pendidikan tidak hanya menyangkut nilai-nilai dasar, agama namun juga upaya pencegahan pada hal-hal ancaman seperti terjerumus radikalisasi. Keluarga dapat memupuk pemahaman mengenai toleransi dan pengetahuan akan kekerasan. Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan contoh dari hal-hal sederhana di sekitar kita yang akan memudahkan anak-anak dan remaja.
Pencegahan radikalisasi, ekstremisme dan terorisme berbasis keluarga pun dirasa lebih efektif. Hal ini juga dapat menandai bahwa keluarga yang solid serta komunikatif bisa menjadi garda depan proses pencegahan. Disamping upaya yang telah dilakukan pemerintah, seperti halnya pada 2024 BNPT memiliki 7 program prioritas dengan Program “Perlindungan Perempuan, Remaja, dan Anak-Anak”, sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2018.
Pendidikan Nilai-Nilai Toleransi, Keberagaman dan Anti-Kekerasan di dalam Keluarga
Idealnya, keluarga dalam keseharian selalu mengedepankan komunikasi antara anak dan orang tua. Komunikasi yang lancar bisa memberikan pemahaman satu sama lain. Orang tua dan anak saling berbicara dan mendengar, bertukar pikiran untuk menjalin komunikasi serta empati. Anak-anak belajar untuk menghargai perbedaan pendapat, pandangan dan kepercayaan antar anggota keluarga. Dengan demikian, ini menjadi contoh dari menumbuhkan toleransi di lingkup keluarga.
Selanjutnya, keberagaman niscaya menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Tak jarang, dalam satu keluarga inti atau besar di Indonesia bisa menganut berbagai agama dan kepercayaan serta latar budaya. Dari sini, contoh kehidupan nyata bahwa anak-anak bisa belajar menghormati dan menghargai perbedaan yang ada di keluarga.
Terakhir, mengajarkan anak-anak kita mengenai anti-kekerasan. Kekerasan bisa dilakukan dalam bentuk fisik, verbal atau emosional. Menjadi tanggungjawab orangtua untuk menghindarkan anak-anak dari kekerasan. Bahkan dalam agama Islam pun, senantiasa mengedepankan prinsip kasih sayang, kesabaran dan keadilan. Sebagai misal, kita tidak boleh menggunakan kekerasan fisik atau verbal untuk membentuk karakter anak. Seperti saat kita berusaha mendisiplinkan anak-anak. Sekali lagi, orang tua bisa mengedepankan komunikasi efektif, yang baik dan penuh kelembutan. Hal ini lantaran anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan penuh kasih sayang dan rasa hormat akan lebih mampu mengendalikan emosi. Hal itu akan menumbuhkan mereka sebagai pribadi yang baik dan jauh dari kekerasan.
Penutup
Fakta di lapangan didapati bahwa meski kasus serangan kelompok teroris di Indonesia berangsur menurun dan tidak ada, namun sebaliknya terjadi tren peningkatan proses radikalisasi. Ironisnya, proses radikalisasi itu meminjam atribut serta simbol-simbol agama dengan sasaran generasi muda, yakni para perempuan, remaja dan anak-anak. Tentu hal itu harus menjadi perhatian kita semua, baik para orang tua, aktivis, pegiat sosial-budaya hingga pemerintah.
Tulisan ini menawarkan pandangan bahwa disamping upaya yang dilakukan pemerintah, keluarga juga dapat berperan sebagai ruang untuk proses pencegahan radikalisasi, ekstremisme dan terorisme. Keluarga menjadi ruang untuk pendidikan serta pembentukan nilai-nilai toleransi, keberagaman dan anti-kekerasan. Hal ini tidak luput dari peran dan teladan orang tua, baik ayah dan ibu. Dengan adanya ruang, peran dan fungsi yang maksimal, antara anggota keluarga mudah untuk melakukan deteksi dini. Orang tua bisa dengan mudah mengidentifikasi tanda-tanda awal radikalisasi dan mengambil tindakan pencegahan.
Sumber Pustaka:
PERAN DAN TANTANGAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN TOLERANSI DAN PERDAMAIAN PADA ANAK SEJAK DINI. Anida Maysah Ilmi dkk. JP2T, Volume 5, Nomor 2, Oktober 2024 E-ISSN. 2686-1232
Kompas. (2024, Februari 20). BNPT ungkap tren radikalisasi meningkat meski tak ada aksi terorisme. Kompas.com. https://nasional.kompas.com/read/2024/02/20/20222701/bnpt-ungkap-tren-radikalisasi-meningkat-meski-tak-ada-aksi-terorisme
Kompas. (2024, Februari 20). BNPT 2023: Indonesia zero terrorist attack. Kompas.com. https://nasional.kompas.com/read/2024/02/20/15341091/bnpt-2023-indonesia-zero-terrorist-attack
Merdeka. (2024, Februari 20). BNPT ungkap internet dan medsos jadi salah satu penyebar ekstremisme, berikut datanya. Merdeka.com. https://www.merdeka.com/peristiwa/bnpt-ungkap-internet-dan-medsos-jadi-salah-satu-penyebar-ekstremisme-berikut-datanya-250070-mvk.html
Katadata. (2024, Februari 20). Radikalisme adalah paham yang menghendaki perubahan, ini penjelasannya. Katadata.co.id. https://katadata.co.id/berita/nasional/61e664b8b2ff9/radikalisme-adalah-paham-yang-menghendaki-perubahan-ini-penjelasannya
Antara News. (2024, Februari 20). Kearifan lokal Kaltara menangkal virus radikalisme. Antaranews.com. https://www.antaranews.com/berita/4465525/kearifan-lokal-kaltara-menangkal-virus-radikalisme?page=all