Seorang remaja Muslim bernama Layla, melangkahkan kaki dengan penuh keyakinan di tengah kota Amsterdam yang ramai. Dengan berbalut kain hijab, ia berusaha menjadi dirinya sendiri.
Namun, kepercayaan diri Layla berubah drastis ketika ia menghadapi diskriminasi dan alienasi dari masyarakat yang sering kali salah memahami keyakinan agamanya.

Bagi Layla, hijab merupakan simbol identitas dan keyakinan, tetapi di mata sebagian masyarakat, itu menjadi tanda perbedaan yang menciptakan jarak.
Di tengah tekanan ini, ia mulai mencari komunitas yang bisa memahami perjuangannya, yang sayangnya membawa Layla ke dalam gerakan radikal.
Film Layla M. (2016) karya Mijke de Jong mengantarkan kita menyelami konflik identitas perempuan Muslim yang bergulat dengan diskriminasi agama, ekstremisme, dan perjuangan menemukan identitas.
Film ini relevan untuk dianalisis menggunakan kerangka Women, Peace, and Security (WPS), yang menyoroti empat pilar utama: pencegahan, partisipasi, perlindungan, dan pemulihan.
Perjalanan Layla juga memberikan wawasan mendalam untuk pendekatan Preventing and Countering Violent Extremism (PCVE), terutama dalam memahami proses radikalisasi individu.
- Pencegahan: Mengatasi Diskriminasi Sistemik untuk Mencegah Radikalisasi
Film ini menunjukkan bagaimana diskriminasi terhadap perempuan Muslim secara sistemik dapat menimbulkan rasa alienasi diri.
Layla menjadi contoh bagaimana stereotip dapat mendorong individu ke arah radikalisasi ketika masyarakat gagal menyediakan ruang yang inklusif dan adil.
Dalam konteks PCVE, ini menyoroti pentingnya kebijakan yang mendukung integrasi sosial dan menghentikan marginalisasi berbasis agama.
Kebijakan pencegahan dapat dilakukan dengan pendidikan multikultural, pemberdayaan komunitas, dan penghapusan stereotip dalam media untuk mencegah individu seperti Layla mencari validasi di lingkungan yang ekstremis.
- Partisipasi: Keterlibatan Perempuan dalam Dialog Sosial
Layla dengan sadar melibatkan diri dalam komunitas yang dapat menghargai nilai-nilai agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan Muslim juga memerlukan ruang yang aman dan nyaman untuk dapat mengekspresikan diri. Dalam konteks PCVE, partisipasi perempuan pada proses ini sangat penting untuk menciptakan narasi alternatif yang melawan ideologi ekstremisme.
- Perlindungan: Menjamin Hak Perempuan Muslim dan Mengatasi Trauma
Film ini menyoroti pengalaman Layla yang harus menghadapi berbagai bentuk kekerasan baik secara verbal maupun emosional, lantaran keyakinannya.
Dalam kerangka WPS, perlindungan terhadap perempuan Muslim mencakup penegakan hukum untuk melawan diskriminasi agama. Sementara dalam konteks PCVE, perlindungan juga meliputi bantuan psikososial dan mentoring agar terhindar dalam jaringan ekstremisme.
- Pemulihan: Membangun Kembali Identitas dan Hubungan Setelah Konflik
Di akhir cerita, Layla mulai menyadari dampak dari bergabung ke dalam gerakan radikal.
Film ini menunjukkan pentingnya pemulihan, baik secara individu maupun komunitas, untuk membantu perempuan seperti Layla menemukan kembali jalan mereka. Pemulihan ini dapat berupa program rehabilitasi yang mendukung reintegrasi sosial.
Sinematografi yang Menggugah
Narasi visual Layla M. berhasil memperkuat pesan emosional yang ingin disampaikan Mijke de Jong.
Dengan latar belakang Amsterdam yang modern namun penuh kontradiksi, film ini menunjukkan bagaimana kota yang dikenal sebagai simbol kebebasan bisa menjadi tempat yang tidak ramah bagi sebagian warganya.
Simbolisme hijab Layla menjadi pusat cerita, mencerminkan perjuangannya mempertahankan identitas di tengah tekanan.
Kisah Layla adalah seruan untuk berubah—bagi masyarakat, komunitas global, hingga pembuat kebijakan untuk bersinergi menciptakan kehiduan masyarakat yang aman dan nyaman untuk semua.
Film ini mengingatkan bahwa perempuan juga dapat menjadi agen perubahan untuk mencegah konflik dan melawan ekstremisme.