KUPI: Ruang Ulama Perempuan Memproduksi Ilmu Kesetaraan

Beberapa dekade terakhir, wacana tentang kesetaraan gender semakin mendapat perhatian publik dan melahirkan diskursus baru. Di tengah arus perubahan sosial ini yang begitu ce, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) muncul sebagai ruang aman dan inovatif bagi ulama perempuan. Tidak hanya sebatas sebagai forum diskusi, KUPI perlahan bergerak sebagai gerakan transformatif yang menjembatani tradisi keilmuan Islam yang mampu menjawab tantangan realitas kontemporer melalui kacamata kesetaraan gender.  

KUPI secara resmi menjadi kongres ulama perempuan pertama di dunia, setelah diluncurkan untuk pertama kalinya pada tahun 2017. Merujuk dari situs resmi KUPI, pada pelaksanaan kongres ini tidak hanya melibatkan ulama perempuan dari Indonesia, tetapi juga menggandeng peserta dari berbagai negara. Gerakan ini memosisikan dirinya sebagai wadah bersama untuk mengintegrasikan keilmuan Islam dengan perjuangan keadilan gender, lingkungan, dan perlindungan kemanusiaan.

KUPI: Ruang Ulama Perempuan Memproduksi Ilmu Kesetaraan

Dalam tradisi Islam, ulama memiliki peran penting sebagai penjaga dan penyebar ilmu agama. Namun, narasi tentang ulama sering kali didominasi oleh laki-laki, sehingga pengalaman, suara, dan perspektif perempuan kurang terepresentasi. KUPI hadir untuk menantang ketimpangan ini dengan memberikan ruang yang setara bagi perempuan dalam ranah keilmuan dan dakwah. Melalui pendekatan ini, KUPI menegaskan bahwa perempuan memiliki otoritas yang sah dalam membaca, memahami, dan menginterpretasikan teks-teks agama.

Salah satu kontribusi utama KUPI adalah memproduksi fatwa yang berpihak pada kesetaraan gender. Dalam kongresnya, KUPI membahas isu-isu yang sering kali diabaikan oleh wacana keagamaan arus utama, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pernikahan anak, dan hak-hak perempuan dalam keluarga. Fatwa yang dihasilkan tidak hanya berbasis teks keagamaan, tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial dan kebutuhan perempuan di lapangan.

Sebagai contoh, salah satu fatwa KUPI menegaskan bahwa pernikahan anak adalah praktik yang merugikan perempuan, baik dari segi kesehatan, pendidikan, maupun kesejahteraan. Dalam pandangan KUPI, pernikahan anak bukan hanya persoalan budaya, tetapi juga bentuk ketidakadilan struktural yang harus dihapuskan. Pendekatan ini mencerminkan keberanian KUPI dalam menghadirkan tafsir agama yang progresif dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Keberhasilan lainnya adalah advokasi KUPI terhadap perlindungan perempuan dari kekerasan domestik. Dengan pendekatan berbasis komunitas, KUPI berhasil membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya perlindungan hak-hak perempuan di tingkat akar rumput. Hal ini tidak hanya mengubah cara pandang masyarakat terhadap isu-isu gender, tetapi juga menciptakan perubahan nyata dalam kebijakan lokal.

KUPI tidak hanya berbicara tentang kesetaraan gender di tingkat wacana, tetapi juga memberdayakan ulama perempuan untuk menjadi pemimpin di komunitas masing-masing. Melalui pelatihan, penelitian, dan advokasi, KUPI membantu memperkuat kapasitas ulama perempuan dalam memahami isu-isu sosial, ekonomi, dan politik yang memengaruhi perempuan. Dengan demikian, KUPI mendorong ulama perempuan untuk tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga pemimpin yang mampu memperjuangkan keadilan di berbagai sektor.

Sebagai organisasi, KUPI juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas agama, budaya, dan negara. Dalam konteks global, KUPI membangun jejaring solidaritas dengan gerakan perempuan lain untuk memperkuat perjuangan kesetaraan gender. Hal ini menunjukkan bahwa Islam, sebagaimana ditafsirkan oleh KUPI, memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan transformatif yang inklusif dan humanis.

Keberhasilan KUPI dalam memproduksi ilmu pengetahuan berbasis agama yang progresif dan berpihak pada perempuan adalah bukti nyata dari potensinya. Kehadirannya di dalam ruang keilmuan islam menjadi inspirasi bagi banyak organisasi lain, baik di tingkat lokal maupun internasional. Dengan pendekatan berbasis kesetaraan dan keadilan, KUPI menunjukkan bahwa perempuan dapat menjadi aktor utama dalam membangun narasi keagamaan yang lebih inklusif. Di masa depan, keberhasilan KUPI diharapkan dapat direplikasi oleh komunitas lain untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, setara, dan bermartabat.

Dengan menghasilkan fatwa-fatwa yang berpihak pada kesetaraan, memperkuat peran perempuan sebagai pemimpin, dan menciptakan perubahan nyata di masyarakat, KUPI telah membuktikan dirinya sebagai gerakan yang relevan dengan kebutuhan zaman. Kesuksesan KUPI menjadi harapan besar bagi perjuangan kesetaraan gender di Indonesia dan dunia.

 

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top