Isu ekstremisme yang mengarah pada radikalisme bukan pembahasan baru yang dilakukan oleh ulama perempuan. Bahkan ulama perempuan dari beberapa negara juga sama-sama telah membahas persoalan ini untuk mengatasi masalah radikalisme. Namun, penting untuk mengetahui bersama bahwa gebrakan ulama perempuan sudah sedemikian masif saat isu radikalisme masuk dalam topik pembahasan pada 2022 lalu meskipun penting untuk kita dukung, dikuatkan, dan diupayakan bersama.
Paham ekstremisme yang mengancam kebhinekaan Indonesia telah menjarah ke berbagai aspek kehidupan, satuan pendidikan, komunitas, hingga keluarga. Kekuatan ulama perempuan dalam mewujudkan ajaran agama yang moderat dan inklusif perlu semakin dikuatkan untuk menangkal radikalisme. Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) telah menjadikan isu ekstremisme sebagai topik utama yang dibahas yang diadakan pada 23-26 November 2022 di Semarang dan Jepara Jawa Tengah.

Pada kongres KUPI ke-2 itu terdapat 22 isu yang dibahas. Isu sebanyak itu beberapa di antaranya membahas peran perempuan merawat bangsa dari ekstremisme, pengelolaan sampah rumah tangga untuk keberlanjutan lingkungan, perlindungan bahaya perempuan dari pemaksaan perkawinan dan perlindungan jiwa perempuan dari kehamilan akibat pemerkosaan. Dari isu ekstremisme yang sangat dekat dengan ulama perempuan berupaya memperkuat peran ulama perempuan untuk memberikan pemahaman pencegahan dan penanggulangan.
Salah satu isu ekstremisme yang telah merambah salah satunya di lingkup sekolah membuat KUPI juga telah turut ambil bagian dalam upaya menangkal radikalisme melalui sosialisasi Pendidikan yang diperuntukkan bagi para guru dan siswa. Dalam kasusnya, isu ekstremisme ini bisa masuk pada guru agama di sekolah yang nantinya jika tidak diketahui kasusnya, imbasnya akan berpengaruh pada para siswa. Maka dari itu pembekalan edukasi pencegahan radikalisme untuk para guru di sekolah amat penting dilakukan agar guru tidak mudah terpapar akibat salah menggunakan sumber referensi atau mendapat pengaruh dari orang lain.
Dalam kasus yang lain, penyebaran isu radikalisme bisa menyasar di lingkup terkecil dengan membawa pengaruh perlahan. Kelompok ekstrim yang menyasar berbagai kelompok, ada yang diiming-imingi umrah dan dijanjikan ketika bergabung hidupnya akan bahagia. Ada juga santri yang menjadi bagian dari kleompok ekstrim lalu saat pulang ke rumah malah menyasar ibunya untuk direkrut.
Permasalahan isu radikalisme atas nama agama memang seringkali bukan hanya menjadikan perempuan sebagai pelaku untuk kepentingan tapi di saat yang sama juga menjadi korban. Keterlibatan ulama perempuan dalam menangani berbagai kasus intoleransi, radikalisme, dan kekerasan terhadap perempuan sangatlah penting. Mengingat dengan upaya penanggulangan perempuan, ia menjadi kunci sentral dalam penanggulangan kekerasan radikalisme.
Ulama Perempuan Sebagai Agen Pencegah Paham Ekstremisme
Keberadaan ulama perempuan dalam perhelatan KUPI memunculkan keberadaan ulama perempuan untuk meneguhkan otoritas mereka dalam kehidupan sosial keagamaan, serta membuktikan bahwa ulama perempuan memiliki agensi dalam kerja-kerja keislaman, kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan. Paradigmatik KUPI seyogyanya mendasarkan fatwa-fatwa keagamaan pada pengalaman perempuan yang memang harus masuk dalam semua konsepsi dasar hukum Islam (kerahmatan, keadilan, dan kemaslahatan). Sehingga pertimbangan dasarnya adalah perempuan memperoleh kebajikan dan terhindar dari keburukan. Hal lain yang menjadi keunikan penting lainnya adalah perujukan fatwa pada Konstitusi Republik Indonesia dan perundang-undangan yang berlaku sebagai komitmen penuh terhadap nasionalisme sebagai pilar keimanan serta nilai-nilai kebangsaan yang integral dengan prinsip-prinsip keislaman.
Dalam konteks mengusung gerakan inklusif dan moderat sebagai pencegahan intoleransi beragama, KUPI menjadi momentum historis dan pengawal yang dapat menyatukan inisiatif-inisitaif komunitas dan lembaga-lembaga yang bergerak untuk mendemonstrasi toleransi beragama. Hal ini ditujukan dalam rangka menggandeng berbagai elemen untuk merajut nilai-nilai agama yang toleran, inklusif, dan moderat. Baik di kalangan akademisi, praktisi pendidikan Islam (baik pesantren maupun umum), aktivis organisasi keislaman, praktisi pemberdayaan di akar rumput, hingga para aktivis gender.
Peran ulama perempuan adalah mensosialisasikan islam rahmatan lil alamin yang memandang perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama bukan untuk mengecilkan hak perempuan. Untuk itu sosialisasi ini bisa dilakukan ulama perempuan di lingkup pendidikan Islam, majlis taklim, pesantren, pusat studi gender dan anak. Ulama perempuan dapat melakukan kampanye damai dengan suasana yang inklusif, sesuai dengan prinsip Islam dan konstitusi.
Narasi dari sosialisasi damai itu juga bisa disyiarkan melalui wawasan keislaman khas lokalitas yakni wawasan Islam Nusantara dengan mengedepankan harmoni sosial untuk secara kreatif dan substansif mendialogkan sumber-sumber ajaran dengan berbagai perubahan konteks yang terjadi di lingkungan sosial-budaya. Ulama perempuan juga penting di sini menarasikan wawasan Islam Nusantara dalam membimbing masyarakat muslim Indonesia mewujud pemikiran dan model interaksi damai yang lebih konstruktif bagi peradaban untuk keberislaman rahmatan lil alamin yang santun tanpa terkontaminasi radikalisme.
Strategi Perdamaian
Peran dan tugas ulama perempuan dalam menggerakkan perubahan adalah penting untuk mengintegrasikan keadilan dalam menanggapi realitas hidup menjunjung tinggi kemanusiaan dan kemaslahatan bersama. Penyebaran perdamaian dan toleransi beragama menjadi kunci penting mencegah dan menanggulangi radikalisme.
Strategi perdamaian bisa dilakukan melalui beberapa cara dalam kepentingan membangun narasi. Pertama, mengembangkan literasi keagamaan. Dengan literasi agama yang menekankan nilai perdamaian maka sikap yang diunggulkan adalah keterbukaan menghormati agama lain dengan mengambil nilai baiknya. Kedua, mengalihkan pola komunikasi dari monolog ke dialog. Ulama perempuan dapat mengadakan literasi ataupun sosialisasi dengan memberikan ruang dialog dan kerja sama antar komunitas agama. Hal ini penting untuk memperdalam penghargaan atas iman dan agama demi persaudaraan tersampaikan dengan baik.
Ketiga, melakukan review kurikulum, bimbingan pendidik, dan proses pembelajaran. Upaya di lingkup pendidikan ini adalah untuk meninjau gerakan di berbagai tingkat pendidikan dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan tindakan anti radikalisasi agama. Keempat, membangun jejaring kelembagaan. KUPI memunculkan keberadaan ulama perempuan untuk melaksanakan kerja-kerja tanggung jawab keislaman, kemanusiaan, keadilan dalam geraknya menggandeng berbagai jaringan dan komunitas yang memiliki tujuan, visi, dan misi yang sama.