Kepemimpinan Perempuan dalam Buku Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry karya Fatimah Mernisi

Kepemimpinan perempuan seringkali diragukan dengan berbagai alasan. Narasi agama yang berkembang di tengah masyarakat seolah memberi sterotipe bahwa perempuan tidak bisa menjadi seorang pemimpin. Alih-alih memimpin masyarakat, dalam rumah tangga saja, masyarakat menganggapnya sebatas konco wingking. Narasi agama yang memarginalisasikan perempuan berangkat dari kesalah pahaman manusia terhadap teks agama. 

Namun dewasa ini, muncul berbagai reformis yang menyuarakan isu perempuan, mereka berbondong-bondong mereinterpretasikan hadis dan al-Qur’an. Salah sarunya adalah seorang perempuan yang lahir di Fez Maroko, Fatimah Mernisi. Fatimah mengkritisi hadis yang menyingung terkait kepemimpinan perempuan. Hadis-hadis misoginis yang menganggap perempuan sebagai makhluk kedua.

Kepemimpinan Perempuan dalam Buku Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry karya Fatimah Mernisi

 

Fatima mernisi dan bukunya Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry

Tumbuh dalam keluarga yang masih menganut tradisi harem, tidak membuat Fatima Mernisi menyerah begitu saja, memilih tidak mengikuti arus. Selain itu, meskipun dia tumbih di lingkungan yang patriarki, Mernisi tergolong beruntung karena dapat mengenyam pendidikan. Berbeda dengan perempuan lain yang tidak mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan dunia luar apalagi untuk belajar.  

Harem adalah tradisi yang mengklasifikasi seseorang tergantung gender dan membatasi ruang gerak perempuan termasuk dalam pendidikan. Tradisi ini seringkali dilihat sebagai produk budaya patriarki yang menindas agama dan menggunakan agama sebagai legitimasi untuk sistem tersebut.

Fatima Mernisi belajar al-Qur’an sedari kecil, hingga akhirnya menjadi pengajar di Departeman Sosiologi di Universitas Muhammad V, sekaligus dosen The Institute of Scientific Research, pada universitas yang sama. Tak hanya itu, ia juga merupakan seorang konsultan di United Nation Agencies dan terlibat secara aktif dalam gerakan perempuan, serta sebagai anggota Pan Arab Woman Solidarity Assosiayion. Mernisi menulis bayak buku yang berkaitan dengan perempuan salah satunya adalah “Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry” yang kemudian diterjemahkan dengan judul” Wanita di dalam Islam” yang terbit tahun 1994.

 

Kritik Hadis Misogini tentang Kepemimpinan Perempuan

Di dalam bukunya Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry, Fatima Mernissi mendiskusikan hadis-hadis yang terkait dengan peran perempuan dalam kepemimpinan. Mernisi paling menyoroti hadis yang diriwatkan oleh Abu Bakrah. Hadis tersebut berbunyi:

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ أَبِى بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ نَفَعَنِى اللَّهُ بِكَلِمَةٍ سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَيَّامَ الْجَمَلِ ، بَعْدَ مَا كِدْتُ أَنْ أَلْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ فَأُقَاتِلَ مَعَهُمْ قَالَ لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ « لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً » 

 Artinya, “Dari Utsman bin Haitsam dari Auf dari Hasan dari Abi Bakrah berkata: ‘Allah memberikan manfaat kepadaku dengan sebuah kalimat yang kudengar dari Rasulullah SAW pada hari menjelang Perang Jamal, setelah aku hampir membenarkan mereka (Ashabul Jamal) dan berperang bersama mereka. Ketika sampai kabar kepada Rasulullah SAW bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra sebagai pemimpin, beliau bersabda ‘Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita.’’” (HR Al-Bukhari).

Dia menyatakan kritik terhadap pemakaian hadis tersebut sebagai dasar penolakan pada posisi perempuan dalam konteks politik dan publik. Mernissi berpendapat bahwa hadis ini sering disalahartikan dan tidak seharusnya menjadi alasan untuk meniadakan kontribusi perempuan dalam kepemimpinan. 

Mernissi menyoroti bahwa ajaran Islam pada dasarnya mendukung kesetaraan gender dan bahwa kepemimpinan sebaiknya berdasarkan pada kemampuan individu daripada jenis kelamin. Dia mendorong pembacaan kembali terhadap teks-teks agama untuk menghilangkan bias patriarkal yang telah menjadi bagian dari interpretasi tradisional yang sudah tertanam kuat secara turun temurun. Dengan cara ini Mernissi mencoba menunjukkan bahwa wanita memiliki hak untuk terlibat dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan di berbagai aspek kehidupan termasuk politik tanpa halangan dari normatif patriarkal yang ada.

 

Perdebatan Hadis

Fatima Mernissi memeriksa ulang kasus Abu Bakrah dan menyatakan bahwa riwayatnya seharusnya ditinjau ulang secara kritis. Meskipun hadis yang dikemukakan oleh Abu Bakrah terdapat dalam Sahih al-Bukhari, Mernissi berpendapat bahwa ada perbedaan pendapat di kalangan para fuqaha mengenai keabsahan hadis tersebut. Secara keseluruhan dia berpandangan bahwa hadis tersebut sering digunakan sebagai legitimasi untuk mengecualikan peran perempuan dalam prosedur pengambilan keputusan. Sealan dengan itu, Al-Thabari juga meragukan validitasnya dengan menyatakan bahwa tidak ada landasan yang memadai untuk meniadakan hak-hak perempuan dalam prosedur pengambilan keputusan dan tidak ada pembenaran untuk mengabaikan mereka dari ranah politik

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top