Radikalisme dan terorisme, merupakan hal-hal yang terdengar menakutkan dan berbahaya. Itulah bayangan yang dirasakan oleh dua srikandi bernama Devi Brilianti & Walginah. Keduanya adalah perempuan yang terbiasa aktif di berbagai kegiatan seperti PKK hingga ketua lingkungan di tempat tinggal mereka, Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat, Indonesia. Tak pernah terbersit sebelumnya oleh mereka akan terlibat dalam proses reintegrasi sosial para returni (returnee) yakni mereka para mantan pendukung ISIS atau orang-orang yang berangkat ke Suriah kemudian telah kembali ke Indonesia.
Dalam proses itu, Ibu Devi dan Ibu Gina, sapaan mereka, tergabung dalam sebuah unit kerja bernama “Tim Tangguh”. Tim Tangguh di Kelurahan Mekar Jaya terbentuk sejak 21 November 2021 dan telah mendapat Surat Keputusan (SK) dengan beranggotakan 10 orang, antara lain Lurah sebagai pembina tim dan ada juga aparat terkait seperti anggota Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Selain itu, anggota lainnya berasal dari berbagai unsur masyarakat, yakni tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh perempuan seperti Ibu Devi & Ibu Gina.

Adanya pembentukan Tim Tangguh untuk menangani para keluarga returni ini mendorong rasa penasaran dan ingin tahu Ibu Devi & Ibu Gina. Di awal mereka juga mengaku bahwa tugas tim ini dirasa cukup berat dan berisiko, terlebih menyangkut penanganan isu sensitif. Namun, bukan soal dorongan atau rasa kekhawatiran saja, sejatinya, mereka sungguh terpanggil untuk menerima tanggung jawab dalam perubahan sosial di masyarakat. Menangani hal-hal berbau radikalisme dan terorisme memang adalah hal baru bagi kedua perempuan ini. Akan tetapi kecintaan mereka terhadap kegiatan sosial dan intensitas mereka terlibat dalam kegiatan sosial, justru membuat mereka semangat memperoleh tantangan baru.
Pasca pembentukan tim, Ibu Devi dan Ibu Gina terlibat bersama tim mengikuti serangkaian pelatihan intensif melalui Bimbingan Teknis (Bimtek) serta agenda lokakarya. Misalnya, pihak WGWC dan AMAN Indonesia yang memfasilitasi lokakarya tim tangguh. Bimtek tersebut membekali Ibu Devi dan Ibu Gina dalam hal penanganan radikalisasi, pengenalan terhadap radikalisme dan terorisme, serta tanda-tanda peringatan dini yang bisa dikenali di masyarakat. Dalam prosesnya di lapangan, tim tangguh sendiri juga didampingi oleh fasilitator dan pendamping dari Yayasan Empatiku, yakni Mega Priyanti.
Setelah melewati pembekalan tersebut, Ibu Devi dan Ibu Gina mulai menjalankan tugasnya. Reintegrasi sosial sendiri merupakan sebuah proses yang membutuhkan waktu. Harus ada upaya untuk menyiapkan para returni ini agar bisa kembali hidup dan berdapaptasi di tengah masyarakat. Terlebih, adanya stigma yang melekat di masyarakat terhadap orang-orang yang pernah berangkat atau tiba ke Suriah. Masyarakat akan menganggap mereka merupakan bagian dari teroris meskipun tidak ikut angkat senjata atau bergabung dengan ISIS.
Seperti halnya Ibu Devi dan Ibu Gina mengunjungi keluarga deportan bernama Dania, seorang remaja yang masih berusia belasan tahun, mengajak keluarganya berjumlah 26 orang untuk pergi ke Suriah pada tahun 2015, untuk hidup di bawah kekhalifahan Islam. Saat itu dania mendapatkan informasi mengenai khilafah dari media sosial Facebook serta ilmu dari pengajian yang dipimpin oleh pamannya. Isi pengajian tersebut seringkali membahas tentang kondisi hidup nyaman di bawah pemerintahan khilafah. Akan tetapi, sesampainya di Suriah, justru sebaliknya. Kecewa akan hal itu, mereka pun memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
Keluarga yang terpapar dalam kelompok radikal seperti keluarga Dania ini tentu akan termarginalkan, merasa terasingkan dan takut tidak diterima kembali oleh masyarakat. Mereka harus menghadapi rasa canggung, takut dan berbagai kekhawatiran lainnya. Dan disinilah peran Tim Tangguh Mekarjaya berupaya memberikan dukungan dan rasa percaya diri pada para returni.
Melalui serangkaian proses dan pendekatan, keluarga Dania perlahan merasa diterima dan membuka diri untuk berkomunikasi lebih lanjut. Meskipun melewati ketegangan, kekakuan serta sempat adanya penolakan dari masyarakat, Ibu Devi dan Ibu Gina berhasil membangun komunikasi yang lebih baik. Upaya itu juga tidak terlepas dari peran keduanya melibatkan tokoh masyarakat dalam proses reintegrasi sosial. Ibu Devi dan Ibu Gina melakukan pendekatan pada tokoh masyarakat untuk mendapatkan pandangan dan penilaian mengenai keberadaan returni di wilayah mereka. Harapannya, pihak-pihak inilah yang nantinya juga akan memberikan jaminan dan dukungan kepada keluarga tersebut.
Kerja keras dan semangat Ibu Devi dan Ibu Gina bersama tim tangguh pun berbuah hasil. Ruang dialog, komunikasi hingga pertemuan antara keluarga returni dengan warga di lingkungan mereka, perlahan memberikan perubahan. Keluarga returni dapat kembali beradaptasi dan pandangan negatif warga terhadap mereka perlahan sirna. Tentu ada kebanggaan tersendiri yang dirasakan oleh Ibu Devi dan Ibu, saat keluarga returni mulai aktif di tengah masyarakat. Misalnya perlahan keluarga Dania tersebut aktif dan terlibat dalam sektor ekonomi, seperti dalam jaringan UMKM.
Penutup
Tak pernah terlintas di bayangan Ibu Devi dan Ibu Gina, dua aktivis warga di Kelurahan Mekarjaya bersama tim terlibat dalam proses perubahan sosial, yakni reintegrasi sosial para mantan pendukung ISIS. Mereka mendampingi Dania, seorang remaja yang mengajak keluarganya pergi ke Suriah. Mereka kemudian kembali ke Indonesia dan merajut kehidupan baru di tengah masyarakat. Kini, setelah melewati serangkain proses pendekatan, dialog perlahan Dania dan keluarga berbaur dengan masyarakat di tempat tinggalnya.
Hal itu tidak lepas dari tim dan peran Ibu Devi dan Ibu Gina. Kedua srikandi ini merupakan cerminan dari ketokohan dan kepemimpinan perempuan yang terlibat dalam proses perdamaian. Berbekal menjalani pendekatan dengan penuh empati, hati-hati, serta luwes dalam berkomunikasi, menjadikan proses reintegrasi bisa berjalan efektif. “kalau menurut saya, perempuan itu lebih luwes untuk masuk ke berbagai kalangan dibanding laki-laki” tutur Bu Gina. Selain itu, faktor lainnya yang mendukung keberhasilan mereka dalam proses perubahan sosial masyarakat adalah dukungan dari kepemimpinan seperti dari pihak Lurah. Selain itu kerja kolaborasi dan solid dari berbagai kelompok masyarakat dari tokoh masyarakat, pemuda, aparat menjadikan proses reintegrasi efektif.
Sumber pustaka:
Berikut adalah lanjutan format daftar pustaka untuk sumber-sumber tambahan yang Anda sebutkan, mengikuti format APA:
INFID. (2023, Desember). Buku laporan singkat pemetaan deportan. INFID. https://infid.org/wp-content/uploads/2023/12/Buku_laporan-singkat-pemetaan-Deportan.pdf
AMAN Indonesia. (2024, September 23). Lokakarya penguatan daya tangguh masyarakat: Kolaborasi WGWC dan AMAN dalam mendukung reintegrasi mantan narapidana terorisme. Amanindonesia.org. https://amanindonesia.org/2024/09/23/lokakarya-penguatan-daya-tangguh-masyarakat-kolaborasi-wgwc-dan-aman-dalam-mendukung-reintegrasi-mantan-narapidana-terorisme/
She Builds Peace. (n.d.). Devi Brilianti Walginah: Melalui tangan dingin perempuan, reintegrasi sosial terwujud (Part 1 & 2). Shebuildspeace.id. https://shebuildspeace.id/devi-brilianti-walginah-melalui-tangan-dingin-perempuan-reintegrasi-sosial-terwujud-part-2/