Baihajar Tualeka sebagai Aktor Perempuan Bina Damai dalam Peristiwa Konflik Ambon 

Dalam rentetan konflik Ambon tampak keadaan Ambon berada dalam kondisi damai, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa konflik tersebut dapat kembali meledak.  Baijakar merupakan salah satu perempuan yang berkontribusi dalam membangun bina damai pada konflik Ambon. Sebelum bertransformasi menjadi aktor bina damai Baihajar merupakan seorang perakit bom. Ketika konflik Ambon sedang terjadi Baihajar berada dalam posisi sebagai pelaku sekaligus korban. Ketika sebagai pelaku, Baihajar berperan dalam memobilisasi dan memengaruhi stigma dalam menggerakkan massa. Akan tetapi, ketika konflik tersebut meledak, ia menjadi korban yang berada dalam kamp pengungsian. 

 

Baihajar Tualeka sebagai Aktor Perempuan Bina Damai dalam Peristiwa Konflik Ambon 

Peran Baihajar dan Konflik Ambon

Baihajar Tualeka (1974) lahir di keluarga Muslim di desa Pelauw, wilayah utara Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah. Baihajar menghabiskan masa kanak-kanaknya di Papua mengikuti penempatan kerja ayahnya. Kemudian pada tahun 1992, Baihajar kembali ke Ambon dan menempuh pendidikan di Universitas Pattimura jurusan budidaya pertanian. Semasa perkuliahan Baihajar aktif sebagai Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Dipenghujung masa perkuliahannya, ia mengikuti organisasi Islam yang eksklusif. Organisasi tersebut meminta Baihajar untuk memakai hijab, Baihajar juga kerap kali mengkritisi perilaku keluarganya yang tidak mencerminkan ajaran agama Islam. 

Tahun 1999 Baihajar kembali ke kampung, saat itu ia mengungsi ke kamp karena adanya ledakan konflik. Konflik Ambon yang terjadi pada tahun 1999 berawal dari perselisihan antara preman asal Ambon yang berada di Jakarta terdiri dari kelompok Muslim dan Kristen. Mereka memperebutkan lahan parkir yang dipegang oleh preman Kristen, konflik tersebut membuat konflik kecil yang berakibat pada kekerasan terhadap salah satu bagian dari kedua kelompok tersebut. Akan tetapi setelah perselisihan tersebut, keesokan harinya berdebar berita adanya sekelompok geng Kristen yang memukul seorang Muslim dan membakar sebuah Masjid.

 Konflik tersebut semakin meluas karena adanya keterlibatan aparat dan juga berita mengenai mobilisasi aksi tindakan kekerasan yang belum tentu terjadi. Provokasi yang dilakukan oleh kedua kelompok Muslim dan Kristen terjadi selama berlarut-larut. Hingga menimbulkan ledakan konflik yang terus menerus terjadi, banyaknya korban (perempuan dan anak) sampai harus mengungsi. Baihajar mengaku provokasi sudah sampai memengaruhi dirinya dalam melihat kelompok Kristen. Baihajar sampai memberikan label kafir kepada kelompok Kristen dan harus dibunuh. Baihajar yang mengungsi merasakan dampak kekerasan konflik secara langsung. Dia tidak bisa menjalani hidup dengan normal, tidak mendapatkan privasi, dan penuh dengan rasa khawatir. Baihajar mengaku bahwa pada saat itu ia terlibat sebagai kombatan yang terlibat dalam konflik.

Sebagai perempuan Baihajar merasakan sulitnya menjadi korban dampak kekerasan konflik. Di kamp pengungsian ia sulit mendapatkan air bersih untuk sanitasi ketika menstruasi tiba. Baihajar juga melihat kesulitan yang dialami perempuan hamil dan yang memiliki anak karena tidak adanya ruang. Pada masa tersebut, Baihajar dan kelompok perempuan lain belajar merakit bom molotov untuk diledakan di tempat Kelompok Kristen berada. Baihajar menegaskan posisinya menjadi kombatan, karena perempuan dianggap sebagai halangan bagi laki-laki dalam melancarkan strateginya. Laki-laki juga pada saat itu membatasi ruang gerak perempuan dalam keterlibatannya sebagai aktor konflik. Perempuan hanya diam di kamp pengungsi dan menjadi saksi konflik itu terjadi. Baihajar juga menganut konsep ekstrimis dalam melihat perannya untuk melawan kelompok Kristen sebagai bentuk ajaran Jihad. 

Akan tetapi ada peristiwa yang membawa peralihan peran dirinya dari pelaku menjadi korban. Baihajar melihat ada lia anak kecil yang merakit bom molotov, Baihajar menanyakan kepada lima anak kecil mengenai bahaya merakit bom molotov. Mereka menjawab, mereka tidak mengetahui bom ini dampaknya bahaya dan mereka berniat untuk berjihad. Baihajar merefleksikan kembali mengapa dirinya bisa terlibat dalam merakit bom molotov. Baihajar berpikir bahwa kelompok Kristen memiliki penderitaan yang sama seperti apa yang dialami kelompok Muslim. 

Baihajar berpikir bahwa tindakannya merakit bom molotov ternyata tidak memberikan dampak lebih baik kepada kelompok Muslim. Kemudian, salah satu teman perempuannya yang merakit bom molotov meninggal dunia. Ada beberapa ledakkan bom molotov yang tidak sesuai dengan rencana. Hal ini menyebabkan adanya korban salah target dan beberapa teman yang meninggal. 

 

Bina Damai Berawal dari Kamp Pengungsian

Kamp pengungsian menjadi awal bina damai yang diinisiasi oleh Baihajar, Baihajar membuat sekolah alternatif. Sekolah alternatif fokus terhadap anak-anak pengungsi sebagai wadah dialog dan kegiatan untuk mendukung perekonomian ibu-ibu. Untuk anak-anak Baihajar membuat sekolah alternatif sebagai sarana mendapatkan pendidikan informal. Baihajar juga membuat dialog terbuka untuk ibu-ibu untuk menjadi tempat mencurahkan apa yang dirasakan oleh ibu-ibu. 

Berawal dari dua gerakkan tersebut Baihajar didukung oleh ibu-ibu untuk membentuk lembaga formal yang dapat mewadahi sarana dialog toleransi. Dengan adanya gerakan dialog tersebut, ada kegiatan jalin persaudaraan ketika ramadhan mengajak tetangga Kelompok Kristen. Adanya kegiatan tersebut Baihajar mendapatkan dukungan pemerintah dan apresiasi dari kelompok perempuan dan Hak Asasi Manusia (HAM). 

Baihajar Tualeka adalah contoh nyata bagaimana perempuan dapat mengubah konflik menjadi peluang untuk menciptakan perdamaian. Dalam kerangka Women, Peace, and Security, perannya menggambarkan pentingnya pemberdayaan perempuan sebagai aktor perubahan. Dengan memadukan pengalaman pribadi, pendidikan, dan dialog komunitas, Baihajar menciptakan model bina damai berbasis komunitas yang dapat diadaptasi untuk situasi konflik lainnya. Perjalanannya mencerminkan bagaimana perempuan, melalui keuletan dan kepemimpinan, dapat menjadi agen perdamaian dan keamanan yang berkelanjutan.

 

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top