Sejauh ini, gerakan yang dilakukan Vivi melalui Yayasan Keluarga Penyintas (YKP) dapat bertahan karena adanya bantuan dari BNPT dan LPSK. Vivi juga merasa sangat terbantu dengan adanya penguatan kapasitas dalam melakukan advokasi. Pertemuan-pertemuan yang kerap dilakukan juga menambah pengetahuan dan sikap empati terhadap mantan pelaku.
Kendati mendapat bantuan dari BNPT dan LPSK, gerakan perubahan yang dilakukan Vivi tidak serta merta berjalan mulus. Ia kerap mendapatkan tantangan dan juga hambatan. Hambatan yang dihadapi Vivi bersama organisasi adalah soal pendanaan. YKP sebenarnya ingin terjun langsung ke daerah-daerah untuk terlibat dalam perancangan Rencana Aksi Daerah agar hak-hak korban terorisme dapat diakomodasi oleh daerah. Akan tetapi, keinginan tersebut terhalang karena tidak ada dukungan pendanaan.
Bentuk tantangan yang dihadapi Vivi adalah dalam mengorganisir korban lain. Menurut Vivi, korban terorisme lain kebanyakan berpendidikan rendah dan memiliki keterbatasan pengetahuan. Vivi terus memberikan masukan atau melibatkan korban lain dalam pelatihan agar bisa mandiri secara ekonomi. Akan tetapi, banyak korban yang setelah mendapatkan pelatihan, berhenti begitu saja. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Vivi.
Pembelajaran Terbaik selama Melakukan Gerakan Perubahan
Pembelajaran terbaik bagi Vivi adalah tidak membiarkan diri tenggelam dalam keterpurukan. Meratap dalam kesedihan hanya akan memperburuk keadaan. Keterbatasan fisik akibat tragedi ini juga tidak boleh menjadi alasan untuk merasa rendah diri. Jadikan setiap pengalaman sebagai pelajaran berharga, sehingga bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat, bahkan bertransformasi dari seorang penyintas menjadi seorang advokat. Bergabung dengan YKP juga telah membantunya belajar memaafkan dan menumbuhkan empati, termasuk kepada mantan pelaku.
Sebagai penyintas, Vivi tidak ingin terus dibelaskasihani. Ia ingin terus berjuang bersama korban terorisme lainnya. Vivi berpesan kepada para penyintas terorisme untuk jangan pernah berhenti belajar dan membangun jaringan. Hal ini penting untuk menjaga semangat tetap menyala agar dapat terus produktif dan memberikan manfaat dalam menjalani hidup.
Sebuah Refleksi atas Kisah Kehidupan Vivi Pasca Menjadi Korban Terorisme
Kisah Vivi Nurmasari adalah salah satu bukti nyata dampak kekerasan terorisme yang sulit dipulihkan. Luka batin yang tak terlihat sering kali jauh lebih sulit untuk dipulihkan. Perasaan frustrasi, amarah, hingga penyakit yang muncul akibat memendam perasaan menjadi bagian dari perjuangan panjang yang harus ia lalui. Vivi menunjukkan bahwa penerimaan diri dan usaha terus-menerus adalah langkah awal untuk melampaui keterbatasan.
Saat banyak korban merasa terpuruk dan kehilangan arah, Vivi memilih untuk bangkit. Ia tak hanya berjuang untuk dirinya sendiri tetapi juga mengadvokasi hak-hak korban lain. Ia menemukan makna baru dalam hidupnya dengan membantu para penyintas lain melalui Yayasan Keluarga Penyintas. Keberhasilan membantu sesama korban menjadi obat yang memperkuat dirinya sendiri. Ini adalah pelajaran penting tentang bagaimana memberi juga bisa menjadi cara untuk sembuh.
Salah satu bagian paling emosional dari kisah Vivi adalah pertemuannya dengan mantan pelaku terorisme. Proses ini bukan hanya menguji kesabaran dan emosinya, tetapi juga menunjukkan bagaimana kekuatan untuk memaafkan dapat menjadi langkah penting dalam pemulihan. Kisah Vivi juga menjadi pengingat penting bahwa korban kekerasan terorisme membutuhkan dukungan yang berkelanjutan. Tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari seluruh elemen masyarakat, termasuk sektor swasta dan media untuk menciptakan ekosistem pemulihan yang inklusif. Memberikan pendanaan pada organisasi penyintas juga penting untuk memastikan para penyintas tetap dapat produktif dan bermanfaat.
*Sumber tulisan:
Podcast berjudul “Kehidupan Paska Teror: dari Penyintas Menjadi Advokat” yang diakses melalui kanal YouTube WGWC https://youtu.be/B4PSGPtQW-Y?si=Wgw4pqvey17kdb51





