DEPOK – Executive Director Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie menekankan pentingnya evaluasi berkala dalam mengukur efektivitas program deradikalisasi dan disengagement di Indonesia.
“Perlu dilakukan review berkala secara reguler untuk menilai berhasil tidaknya program deradikalisasi/disengagement baik yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah maupun CSO,” ungkapnya dalam Focus Group Discussion (FGD) Tematik Perpres RAN PE Tahun 2025-2029 di belum lama ini.

Senada dengan hal tersebut, Direktur Bidang Kerjasama Regional Multilateral BNPT RI, Dionisius Elvan Swasono menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang telah berjalan. “Saya berharap kita semua dapat melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang selama ini berjalan sebagai bahan masukan untuk menguatkan kebijakan deradikalisasi dan disengagement dalam RAN PE fase kedua,” ujarnya.
BNPT RI juga berencana menerapkan strategi baru dengan menambah masa program bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang masih tergolong “merah” atau berpotensi melakukan aksi kembali. Program ini mengadopsi model yang telah berhasil diterapkan di Australia.
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Bina Lapas Khusus Teroris, Kolonel Marinir Wahyu Herawan mengakui adanya tantangan dalam mengukur keberhasilan program perubahan ideologi. “Keberhasilan program perubahan ideologi sulit diukur jika sasaran melakukan Taqiyyah (berpura-pura). Ini memang tricky, tapi kami melakukan antisipasi dengan tidak menyebarluaskan metode tes kami dan kami punya tools sendiri,” jelasnya.
FGD yang diselenggarakan oleh Sekretariat Bersama (Sekber) Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) BNPT RI ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari Kemenkopolhukam, Kementerian Sekretariat Wakil Presiden, Kemenkumham, dan Kementerian Luar Negeri.