Ketika seorang suami terlibat dalam aksi terorisme, dampak yang dirasakan oleh istri dan keluarganya sering kali diabaikan. Di balik jeruji besi, perhatian tertuju pada para narapidana teroris, sementara istri dan anak-anak mereka ditinggalkan untuk berjuang sendiri menghadapi stigma dan tekanan mental. Bagi mereka, tidak ada pendampingan atau dukungan khusus yang disediakan, sehingga mereka terpaksa berusaha sendiri untuk pulih dari trauma yang mendalam.
Pada tahun 2019, saat perasaan kesepian dan terasing begitu menghimpit, sebuah bantuan tak terduga datang dari Gesper, sebuah organisasi yang menawarkan pendampingan bagi mereka yang terdampak. ”Di saat itulah saya dan teman-teman menyadari betapa pentingnya dukungan ini,” kenang Dita, salah satu anggota FOSPETA.
Menurutnya, pendampingan dari Gesper membuka mata kami bahwa support dan pendampingan sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan dukungan tersebut akhirnya mendorong mereka untuk bertindak lebih jauh. Pada tahun 2022, mereka berkumpul dan membentuk sebuah komunitas kecil, yang kemudian dikenal sebagai FOSPETA (Forum Solidaritas Perempuan Eks-Narapidana Teroris). Komunitas ini menjadi tempat aman dan nyaman bagi para istri eks-napiter untuk berbagi pengalaman, mengembangkan potensi, dan yang paling penting, mendapatkan dukungan yang selama ini mereka butuhkan.
”Apa yang dilakukan Bu Dita sangat menginspirasi. Ketika perempuan-perempuan ini biasanya cenderung menarik diri dan tidak berbaur, FOSPETA hadir sebagai wadah yang sangat penting. Di sini, kami bisa merasa didukung dan aman, bahkan ketika tidak mendapatkan support dari keluarga sendiri,” terangnya.
Komunitas FOSPETA memang masih baru dan kecil, namun keberadaannya telah memberikan harapan baru bagi banyak perempuan yang selama ini hidup dalam bayang-bayang stigma. ”Komunitas ini membuktikan bahwa potensi perempuan akan hidup dan berdaya jika diorganisasikan dengan baik,” tambahnya. FOSPETA tidak hanya menjadi tempat untuk mendapatkan dukungan emosional, tetapi juga untuk meningkatkan keterampilan dan memberdayakan anggotanya.
Meskipun komunitas ini masih dalam tahap awal, rencana untuk memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat sekitar sudah ada. Namun, kesibukan anggota yang kebanyakan adalah ibu rumah tangga, serta jangkauan wilayah Jabodetabek yang luas, membuat mereka fokus terlebih dahulu pada penguatan internal komunitas. ”Kami belum ke arah itu, tetapi kami sudah mulai sosialisasi kepada istri-istri napiter yang belum bergabung, dan mereka sangat antusias,” ujarnya.
Selain itu, beberapa anggota FOSPETA juga telah melakukan sosialisasi dan dukungan kepada narapidana teroris di lapas, terutama saat bulan Ramadan. ”Kami mendengarkan mereka, memberikan support, dan berbagi pengalaman tentang bagaimana menghadapi stigma saat kembali ke masyarakat,” katanya. Respons yang mereka terima sangat positif, menunjukkan bahwa meskipun stigma ada, dukungan dan solidaritas dapat menjadi jembatan untuk kembali ke kehidupan yang normal.
Secara pribadi, dirinya mengungkapkan peran istri dalam keluarga. Terutama, bagaimana ia dan suaminya menjalani kehidupan rumah tangga di tengah situasi yang sulit ini. ”Dalam rumah tangga, kami selalu berbicara dan mengambil keputusan secara musyawarah. Suami saya tidak pernah memaksa saya, dan kami saling menghargai peran masing-masing,” jelasnya. Hubungan yang dibangun di atas saling menghormati dan komunikasi yang baik ini menjadi fondasi kuat yang membantu mereka bertahan di tengah segala cobaan.
FOSPETA mungkin masih baru dan kecil, namun dampaknya sudah mulai dirasakan oleh para anggotanya. Komunitas ini memberikan ruang yang aman bagi perempuan-perempuan yang selama ini terlupakan, dan menunjukkan bahwa di balik setiap stigma, ada kekuatan yang bisa tumbuh jika diberikan dukungan yang tepat. Dengan langkah-langkah kecil namun pasti, FOSPETA membawa harapan baru bagi perempuan-perempuan yang ingin bangkit dari masa lalu dan membangun masa depan yang lebih baik.