Jika pemerintah memiliki kekuasaan dan korporasi memiliki uang. Lantas masyarakat sipil memiliki apa? Tentu saja bukan kekuasaan atau uang. Masyarakat sipil memiliki kekuatan akar rumput dimana rakyat, dimana perempuan dan kelompok-kelompok rentan lainnya, menjadi pilar penting untuk melakukan perubahan di berbagai level, termasuk dalam upaya mendorongkan sensitivitas gender dalam pencegahan dan penanggulangan ekstremisme kekerasan mengarah pada terorisme.
Perjuangan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam ranah pencegahan ekstremisme kekerasan (PVE), secara apik diorkestrasi oleh sebuah jaringan bernama the Working Group on Women and PCVE (WGWC). Sejak kelahirannya, WGWC telah menetapkan mandat utamanya pada upaya memastikan inklusi perempuan dalam segala upaya kesiapsiagaan nasional, deradikalisasi dan reintegrasi, perlindungan korban, dan berbagai upaya. Tidak seperti jaringan masyarakat sipil yang cair, WGWC secara terstruktur membangun roadmap lima tahunan, tata kelola jaringan, dan financing yang jelas. Tujuannya untuk pemerataan sumber daya agar seluruh mitra-mitranya bisa bergerak mengikuti langgam gerak laju jaringan.
Akhir pekan lalu, pada tanggal 10-11 Agustus 2024, WGWC kembali memanggil mitra-mitranya dalam sebuah Rapat Kerja untuk mematangkan program jangka panjangnya periode 2024-2029, melengkapi tata kelola jaringan, dan memetakan potensi pembiayaan untuk gerakannya ke depan. Dibantu oleh Anna Marsiana, forum dua hari dihadiri oleh 16 Mitra lama, dan 10 mitra baru. Menurut SC WGWC, Ruby Kholifah, rapat kerja ini sebagai tindak lanjut dari acara Konferensi dan Konvensi WGWC yang digelar pada bulan Mei tahun ini di Purwakarta.
”Pada konferensi dan konvensi untuk membaca peta dan pola baru ekstremisme kekerasan, keterlibatan perempuan, dan penataan gerakan masyarakat sipil menjemput era baru Indonesia,” terangnya.
Workshop dua hari ini telah menghasilkan tiga hal penting yaitu; pertama, program-program prioritas yang akan dimasukkan dalam roadmap lima tahun ke depan. Ada lima pilar utama yang dikerjakan oleh WGWC yaitu pencegahan, perlindungan, partisipasi, rehabilitasi dan reintegrasi dan interseksionalitas. Dalam konteks program, peserta Rapat setuju terkait urgensi WGWC menggunakan Rigths Based Approach dan GEDSI (Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial) dalam meramu program intervensi.
Kedua, memperjelas peran Steering Committee dalam mengelolah kerja di lingkup pilar dan lintas pilar. Berbasis pada tata kelola yang sudah disahkan pada forum konvensi tanggal 6 Mei 2024, mitra kemudian memperjelas peran-peran secara operasional yang harus dilakukan oleh SC WGWC dalam membawa. Hasil ketiga yang penting dicatat dari Raker WGWC adalah pemetaan sumber daya dan potensi kerjasama antar mitra baik melalui dukungan WGWC maupun dukungan mitra secara mandiri.