Ideologi patriarkal, yang menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dominan dan membatasi peran perempuan dalam banyak aspek kehidupan, memiliki dampak signifikan dalam banyak masalah sosial, termasuk radikalisasi. Di Indonesia, kasus radikalisasi perempuan yang terlibat dalam serangan bom di Surabaya pada 2018 menawarkan contoh nyata bagaimana ideologi patriarkal dapat berkontribusi pada radikalisasi dan penggunaan kekerasan oleh perempuan.
Ideologi Patriarkal dan Radikalisasi
Saat ini, Ideologi patriarkal adalah sistem kepercayaan dan struktur sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan seringkali meremehkan atau mengabaikan peran dan hak perempuan. Dalam sistem ini, norma-norma gender tradisional mengatur dan membatasi peran perempuan, sering kali menempatkan mereka dalam posisi yang kurang berdaya atau subordinat.
Dalam konteks ekstremisme, ideologi patriarkal sering digunakan untuk memperkuat pandangan bahwa perempuan harus tunduk pada perintah laki-laki dan menjalankan peran tradisional dalam masyarakat. Kelompok ekstremis sering kali memanfaatkan pandangan ini untuk merekrut dan memanipulasi perempuan, menggunakan mereka sebagai alat untuk mencapai tujuan ideologis mereka.
Di kelompok ekstremis, perempuan seringkali diberikan peran yang terbatas pada fungsi domestik atau dukungan. Mereka mungkin diminta untuk menjalankan peran sebagai istri atau ibu dalam kerangka ideologi ekstremis, atau bahkan terlibat dalam kegiatan teror sebagai bentuk pengabdian religius. Bahkan, Kelompok ekstremis sering memanipulasi ideologi patriarkal untuk menyebarluaskan doktrin mereka, memperkuat pandangan bahwa perempuan harus mendukung perjuangan mereka dan mematuhi peran yang ditetapkan.
Ini sering dilakukan melalui propaganda yang menggambarkan peran perempuan dalam konteks jihad atau perjuangan suci. Pada 13 Mei 2018, serangkaian serangan bom bunuh diri di Surabaya menargetkan gereja-gereja dan sebuah kantor polisi, dilakukan oleh sekelompok keluarga teroris. Kelompok ini terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan.
Ibu dari keluarga tersebut adalah salah satu pelaku utama, yang terlibat dalam serangan bom bunuh diri di gereja. Kasus ini menyoroti bagaimana ideologi patriarkal tidak hanya mempengaruhi peran perempuan sebagai pendukung, tetapi juga sebagai pelaku kekerasan ekstremis. Ideologi patriarkal memainkan peran penting dalam proses radikalisasi perempuan di Surabaya.
Kelompok teroris memanfaatkan pandangan tradisional mengenai peran perempuan untuk merekrut mereka dan mengarahkan mereka ke dalam tindakan kekerasan. Perempuan, dalam hal ini, dilihat sebagai bagian integral dari keluarga teroris dan sebagai agen untuk mencapai tujuan ekstremisme. Ideologi patriarkal yang kuat dalam kelompok ini memperkuat peran perempuan dalam struktur keluarga ekstremis, dengan menempatkan mereka dalam posisi yang menuntut kepatuhan dan dedikasi penuh terhadap tujuan kelompok.
Ini termasuk peran aktif dalam serangan teroris dan pengasuhan anak-anak dalam lingkungan ekstremis. Perempuan yang terlibat dalam radikalisasi ekstremis, seperti dalam kasus Surabaya, sering kali mengalami trauma berat dan stigma sosial yang berkepanjangan. Mereka dan keluarga mereka mungkin menghadapi pengucilan sosial dan tantangan dalam reintegrasi ke masyarakat.
Jalan Keluar dari Ekstremisme
Pengalaman radikalisasi perempuan juga berdampak pada struktur keluarga dan komunitas, dengan menciptakan dinamika kekerasan dan ketidakstabilan yang mempengaruhi kesejahteraan sosial secara keseluruhan. Program pendidikan yang menekankan kesetaraan gender dan hak asasi manusia dapat membantu mengurangi kerentanan perempuan terhadap ideologi ekstremis. Meningkatkan kesadaran akan ideologi patriarkal dan dampaknya pada radikalisasi adalah langkah penting dalam pencegahan.
Selain itu, perlu menekan dengan memberikan akses yang lebih baik kepada perempuan untuk pendidikan, keterampilan, dan peluang ekonomi dapat mengurangi ketergantungan mereka pada ideologi ekstremis dan kelompok yang memanipulasi pandangan patriarkal. Program rehabilitasi untuk perempuan yang terlibat dalam radikalisasi harus sensitif terhadap trauma dan kebutuhan spesifik mereka, termasuk dukungan psikososial dan sosial yang mempertimbangkan dampak ideologi patriarkal pada kehidupan mereka.
Kasus pengeboman Surabaya 2018 menyoroti dampak ideologi patriarkal dalam radikalisasi perempuan dan penggunaan kekerasan ekstremis. Dengan memahami bagaimana ideologi patriarkal mempengaruhi perempuan dalam konteks ekstremisme, kita dapat mengembangkan strategi pencegahan dan rehabilitasi yang lebih efektif dan inklusif. Meningkatkan kesadaran akan peran gender dalam radikalisasi dan mengatasi tantangan yang dihadapi perempuan yang terlibat dalam kekerasan ekstremis adalah langkah penting dalam membangun masyarakat yang lebih aman dan adil.