31.6 C
Jakarta
Kamis, 12 Desember 2024

Konsultasi Masyarakat Sipil untuk RAN PE 2025-2029: Langkah Terpadu Pencegahan Ekstremisme di Indonesia

Jakarta – Dalam upaya memperkuat strategi pencegahan dan penanggulangan ekstremisme kekerasan di Indonesia, Pokja Tematis Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) WGWC, dan AMAN Indonesia menggelar Konsultasi Masyarakat Sipil menuju RAN PE periode 2025-2029 melalui pertemuan zoom pada Rabu (26 Juni 2024). Forum ini dihadiri oleh 104 peserta, terdiri dari 31 laki-laki dan 73 perempuan, yang mewakili berbagai organisasi masyarakat sipil serta perwakilan Sekber RAN PE. Acara yang berlangsung selama tiga jam ini dibuka oleh Ketua Pokja Tematis, Dwi Rubiyanti Kholifah, dan Deputi Bidang Kerjasama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Andhika Chrisnayudhanto.

Forum ini menampilkan diskusi pemantik bertema “Arah Kebijakan dan Intervensi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Kekerasan Mengarah pada Terorisme di Indonesia dalam lima tahun ke depan” dengan narasumber M. Adhe Bhakti, Direktur Eksekutif dan Peneliti Senior di Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Debbie Affianty dari WGWC, dan Weti Deswiyati, Kasubdit Kerjasama Multilateral BNPT. Diskusi ini memberikan wawasan mendalam mengenai arah kebijakan dan intervensi yang akan diambil dalam lima tahun mendatang.

Dalam forum tersebut, dihasilkan tiga hal terkait pencegahan dan penanganan ekstremisme kekerasan di Indonesia ke depan. Salah satu hasil utama dari konsultasi ini adalah tersedianya informasi terbaru mengenai proses perumusan RAN PE periode 2025-2029 dari perspektif pemerintah dan masyarakat sipil. Informasi ini penting untuk memastikan transparansi dan pemahaman yang komprehensif mengenai langkah-langkah yang akan diambil dalam pencegahan dan penanggulangan ekstremisme kekerasan di Indonesia.

Selain itu, forum ini juga berhasil mengumpulkan masukan tematik dari masyarakat sipil yang mencakup aspek substansi dan teknis koordinasi. Masukan bertujuan untuk meningkatkan kerja-kerja kolaboratif antara masyarakat sipil dan pemerintah, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme dapat lebih efektif dan berdampak. Keterlibatan aktif masyarakat sipil dalam proses ini menunjukkan pentingnya kolaborasi dalam mengatasi tantangan kompleks yang dihadapi oleh Indonesia.

Forum ini juga merumuskan rekomendasi penting terkait sembilan bidang program yang akan menjadi fokus pilar RAN PE 2025-2029. Rekomendasi yang dihasilkan akan menjadi landasan untuk merancang program-program selanjutnya yang lebih efektif dan berkelanjutan. Serta memastikan bahwa upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme kekerasan dapat dijalankan dengan lebih terpadu dan berkelanjutan.

Dengan terselenggaranya konsultasi ini, diharapkan kolaborasi antara masyarakat sipil dan pemerintah dapat terus diperkuat, menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi perdamaian dan keamanan di Indonesia. Hasil dari konsultasi ini menunjukkan komitmen yang kuat dari berbagai pihak untuk bekerja bersama dalam mencegah dan menanggulangi ekstremisme kekerasan, menjadikan Indonesia lebih aman dan damai.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Pokja Tematis RAN PE, Ruby Kholifah, menegaskan bahwa Pokja Tematis dan The Working Group on Women and PCVE (WGWC) merupakan mekanisme penting dalam implementasi RAN PE untuk isu kesetaraan gender. WGWC telah banyak berkontribusi dalam pencegahan ekstremisme kekerasan, terutama dengan mengadakan konferensi di Purwakarta yang memberikan ruang bagi diversitas perempuan.

”Namun, trauma dan masalah kesehatan korban terorisme masih menjadi tantangan besar yang belum terselesaikan. Selain itu, perempuan istri napiter juga menghadapi kesulitan besar dalam kembali ke masyarakat, yang sering kali kurang mendapat perhatian dibandingkan mantan napiter laki-laki,” terangnya yang juga menjabat sebagai SC WGWC

Ruby menekankan bahwa perspektif gender sangat penting dalam implementasi RAN PE dan harus diintegrasikan secara menyeluruh. Penelitian sering kali mengabaikan perspektif gender, padahal kekerasan berbasis gender eksis dalam ekstremisme kekerasan di Indonesia. Desentralisasi dari RAN menjadi RAD perlu dilakukan untuk mendorong kesadaran dan kepemimpinan perempuan di daerah. Dalam kesempatan tersebut, Ruby menjelaskan tentang upaya WGWC melalui WGWC Talk yang membahas cerita-cerita perempuan yang belum terungkap.

”Sehingga sangat penting untuk mempromosikan pengetahuan dan pengalaman perempuan agar pencegahan ekstremisme lebih efektif. Implementasi RAN PE harus lebih peka terhadap kepentingan perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan lainnya,” pungkasnya.

TERBARU

Konten Terkait