Islamofobia dan antisemitisme merupakan dua bentuk diskriminasi yang semakin meningkat di banyak negara, termasuk Inggris. Keduanya sering dikaitkan dengan ekstremisme, yang memicu kekhawatiran global tentang keamanan dan kohesi sosial. Islamofobia dan antisemitisme adalah bentuk-bentuk prasangka yang menargetkan individu berdasarkan agama mereka. Islamofobia merujuk pada ketakutan, kebencian, atau prasangka terhadap Islam dan Muslim, sementara antisemitisme mengacu pada kebencian terhadap Yahudi.
Menurut laporan Home Office Inggris, insiden kejahatan kebencian terhadap Muslim meningkat sebesar 47% pada tahun 2019 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Serangan terhadap komunitas Yahudi juga meningkat signifikan, dengan Community Security Trust (CST) melaporkan peningkatan insiden antisemitisme sebesar 34% pada tahun yang sama. Beberapa faktor yang berkontribusi pada peningkatan ini meliputi propaganda ekstremis, penggunaan media sosial, dan peristiwa global.
Kelompok-kelompok ekstremis sering kali menyebarkan retorika kebencian yang menargetkan Muslim dan Yahudi, memicu kekhawatiran dan ketakutan di kalangan masyarakat umum. Platform media sosial sering digunakan untuk menyebarkan pesan kebencian dan teori konspirasi, yang memperburuk sentimen Islamofobia dan antisemitisme. Insiden terorisme dan konflik di Timur Tengah sering kali memicu reaksi negatif terhadap komunitas Muslim dan Yahudi di diaspora.
Hubungan dengan Ekstremisme
Ekstremisme adalah keyakinan atau tindakan yang mendukung pandangan atau tindakan radikal yang ekstrem, sering kali melibatkan kekerasan. Islamofobia dan antisemitisme sering digunakan sebagai alat oleh kelompok ekstremis untuk memobilisasi dukungan dan merekrut anggota. Menurut Johan Galtung dalam Teori Spiral Kekerasan berargumen bahwa kekerasan struktural dan budaya dapat menciptakan spiral kekerasan yang mengarah pada kekerasan langsung.
Islamofobia dan antisemitisme dapat dianggap sebagai bentuk kekerasan budaya yang memicu kekerasan langsung melalui ekstremisme. Sementara itu, Marc Sageman dalam Teori Sosialisasi Radikal menunjukkan bahwa radikalisasi sering terjadi melalui jaringan sosial. Islamofobia dan antisemitisme yang tersebar luas dapat memperkuat narasi ekstremis yang mengklaim bahwa kelompok mereka berada di bawah ancaman, mendorong lebih banyak orang untuk bergabung dengan kelompok ekstremis.
Upaya Inggris dalam Merevisi Definisi Ekstremisme
Pemerintah Inggris telah menyadari bahwa definisi ekstremisme yang ada mungkin tidak memadai untuk menangani bentuk-bentuk baru radikalisasi dan kekerasan. Oleh karena itu, ada upaya untuk merevisi definisi tersebut agar lebih inklusif dan efektif. Definisi ekstremisme di Inggris saat ini difokuskan pada ideologi yang bertentangan pada nilai-nilai dasar demokrasi dan hak asasi manusia. Namun, definisi ini sering dikritik di karenakan terlalu sempit dan tidak mencakup semua bentuk ekstremisme yang berkembang.
Pemerintah Inggris yang melalui Kementerian Dalam Negeri, telah mengusulkan beberapa perubahan, termasuk definisi yang lebih luas yang memasukkan semua bentuk ekstremisme, fokus pada pencegahan radikalisasi melalui pendidikan dan keterlibatan komunitas, serta kolaborasi internasional untuk mengatasi ekstremisme transnasional. Namun, definisi ini sering dikritik karena terlalu sempit dan tidak mencakup semua bentuk ekstremisme yang berkembang. Pemerintah Inggris, melalui Kementerian Dalam Negeri, telah mengusulkan beberapa perubahan:
- Definisi yang Lebih Luas: Memasukkan semua bentuk ekstremisme, termasuk yang berbasis agama, ras, dan politik. Ini berarti bahwa tindakan yang menghasut kebencian atau kekerasan terhadap kelompok berdasarkan agama atau ras mereka akan dianggap sebagai ekstremisme.
- Pendekatan Preventif: Fokus pada pencegahan radikalisasi melalui pendidikan dan keterlibatan komunitas. Misalnya, program-program pendidikan yang mengajarkan toleransi dan penghargaan terhadap keragaman dapat membantu mengurangi radikalisasi di kalangan muda.
- Kolaborasi Internasional: Bekerja sama dengan negara lain untuk mengatasi ekstremisme transnasional. Mengingat bahwa ekstremisme sering kali bersifat global, kerjasama internasional diperlukan untuk mengatasi ancaman ini secara efektif.
Namun, revisi definisi ini juga menghadapi tantangan, termasuk kekhawatiran bahwa definisi yang lebih luas dapat mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat serta menjamin bahwa definisi baru dapat diimplementasikan secara efektif tanpa menimbulkan ketidakadilan atau diskriminasi yang lebih lanjut. Namun, revisi definisi ini juga menghadapi tantangan, termasuk:
- Kebebasan Berekspresi: Ada kekhawatiran bahwa definisi yang lebih luas dapat mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat.
- Efektivitas Implementasi: Menjamin bahwa definisi baru dapat diimplementasikan secara efektif tanpa menimbulkan ketidakadilan atau diskriminasi lebih lanjut.