29.5 C
Jakarta
Minggu, 8 September 2024

HTI, Anak Muda dan Kemanusiaan

Dalam kehidupan yang penuh tantangan, Tiara – bukan nama sebenarnya mengalami peristiwa yang mengubah cara pandangnya terhadap dunia.  Tiara bergabung dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ketika ia masih muda, tepatnya saat masa sekolah. Kisah ini pernah diceritakan dalam agenda WGWC Talk pada tahun 2022, lalu. Tiara berharap dapat menemukan komunitas yang dapat memberinya makna dan pemahaman spiritual. Namun seiring berjalannya waktu, Tiara menyadari bahwa ideologi HTI tidak sejalan dengan nilai kebebasan dan kemanusiaannya.

Awal Ketertarikan dengan HTI

Tiara mulai tertarik dengan HTI sejak masih mahasiswa. Saat ia menggali jati dirinya dan memahami agama  lebih dalam, ia merasa HTI memberikan jawaban atas banyak pertanyaannya. HTI adalah organisasi yang didedikasikan untuk mendirikan kekhalifahan Islam di seluruh dunia, menjanjikan keamanan dan arah yang jelas dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. HTI sepertinya merupakan pilihan logis bagi Tiara yang saat itu masih muda dan penuh idealisme.

Kesadaran akan Ketidaksesuaian Ideologi HTI

Namun seiring berjalannya waktu, Tiara mulai merasa bahwa ajaran HTI tidak sesuai dengan kenyataan hidup sehari-hari dan nilai-nilai kemanusiaan yang diyakininya. Jika dicermati prinsip-prinsip HTI, terungkap bahwa organisasi tersebut menolak pluralisme, demokrasi, dan hak asasi manusia universal. Ini semua dianggap sebagai konsep Barat yang tidak sesuai dengan Islam.

Tiara mulai menyadari bahwa pemikiran HTI yang eksklusif dan dogmatis justru menimbulkan polarisasi sosial dan konflik. Menurut teori radikalisasi, orang-orang yang tergabung dalam kelompok radikal. Seperti HTI cenderung mempunyai pemikiran yang lebih ekstrim karena lingkungannya homogen dan tertutup terhadap pengaruh luar.

Tantangan keluar HTI

Proses keluar dari HTI tidaklah mudah bagi Tiara. Ia dihadapkan pada berbagai tekanan besar, baik internal maupun eksternal. Di dalam hati, Tiara bergumul dengan rasa bersalah dan ketakutan akan dampak sosial dan emosional jika meninggalkan organisasi yang telah menjadi bagian penting dalam hidupnya. HTI seringkali menggunakan strategi sosial dan psikologis untuk mempertahankan keanggotaannya, termasuk memberikan stigmatisasi kepada mereka yang memutuskan untuk keluar.

Ketakutan akan pengucilan sosial dan kehilangan teman-teman yang  setia pada HTI juga menjadi beban yang sangat besar. Selain itu, tekanan dari HTI sendiri cukup besar, Organisasi-organisasi ini seringkali memiliki mekanisme yang kuat untuk mempertahankan anggotanya  dalam kelompok, seperti memberikan stigmatisasi kepada mereka yang memilih untuk keluar dari kelompok. Ancaman tersebut membuat Tiara harus berjuang keras untuk melepaskan diri dari pengaruh HTI.

Strategi dan Dukungan: Mencari Jalan Keluar

Dalam mengatasi tantangan tersebut, Tiara mendapatkan kekuatan dari dukungan keluarga dan teman-temannya di luar HTI. Dukungan emosional dan moral dari orang-orang terdekatnya menjadi landasan penting dalam proses penyembuhan dan pembebasannya. Mereka membantu Tiara menyadari bahwa ada kehidupan yang lebih luas di luar HTI, penuh  peluang untuk tumbuh dan berkontribusi  positif kepada masyarakat. Selain dukungan sosial, pendidikan dan kemampuan kritis juga berperan penting dalam transformasi Tiara. Dengan menambah pengetahuannya tentang berbagai pandangan agama, politik, dan sosial, Tiara mampu mengembangkan cara pandang yang lebih luas dan  inklusif. Pelatihan ini membantunya memahami pentingnya pluralisme, toleransi, dan hak asasi manusia.

Kisah Tiara dan Deradikalisasi

Kisah tiara mencerminkan proses deradikalisasi, dimana individu yang tergabung dalam kelompok radikal lambat laun meninggalkan ideologi ekstrem tersebut. Deradikalisasi melibatkan perubahan kognitif yang signifikan, seperti mengembangkan perspektif yang lebih inklusif dan menolak ideologi kekerasan. Tiara menjalani proses ini dengan mendidik dirinya sendiri tentang pluralisme, demokrasi, dan hak asasi manusia. Pelatihan ini berperan penting dalam mengembangkan pikiran Tiara  yang lebih kritis dan terbuka.

Pengalaman Tiara meninggalkan HTI memberikan banyak pelajaran berharga. Salah satu pelajaran utama adalah pentingnya kebebasan berpikir dan berekspresi. Tiara belajar bahwa kebebasan untuk mempertanyakan dan mengkritisi dogma adalah kunci untuk pertumbuhan pribadi dan sosial. Dia juga menyadari bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan ancaman, dan bahwa toleransi serta dialog antaragama dan budaya adalah dasar untuk hidup bersama dalam harmoni.

Tiara juga menemukan bahwa perjuangannya untuk keluar dari HTI tidak hanya merupakan perjalanan pribadi, tetapi juga bagian dari gerakan yang lebih besar untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan di Indonesia. Dengan berbagi kisahnya, Tiara berharap bisa menginspirasi orang lain yang mungkin berada dalam situasi serupa untuk mencari kebebasan dan kebenaran mereka sendiri.

TERBARU

Konten Terkait