26.1 C
Jakarta
Rabu, 16 Oktober 2024

Agensi Perempuan dalam Ekstremisme Kekerasan: Praktik Baik dari AMAN Indonesia dan Yayasan Empatiku

Agensi perempuan memiliki peran penting dalam reintegrasi sosial dan pemulihan korban. Pengalaman tersebut diambil dari praktik baik dilakukan oleh AMAN Indonesia dan Yayasan Empatiku melalui dialog, Reflective Structur Dialog (RSD). AMAN Indonesia dan Yayasan Empatiku memiliki pengalaman mempraktikkan RSD untuk reintegrasi sosial dan pemulihan korban. Praktik baik tersebut diulas dalam sesi parallel berjudul ”Are We Strong Enough? Akar-Akar Agensi Perempuan Melawan Ekstremisme” dalam Konferensi WGWC 2024, belum lama ini.

Dalam reintegrasi sosial perlu dilakukan pemenuhan hak dasar serta perlunya kesiapan masyarakat dalam mencegah mantan narapidana teroris atau deportan berpindah-pindah menjadi sorotan utama. Disadari bahwa isu terorisme masih belum mendapatkan perhatian yang memadai. Dalam menanggapi tantangan ini, inisiatif Empatiku telah membentuk langkah-langkah dalam pencegahan ekstremisme.

Sistem Deteksi Dini Ala Empatiku
Salah satu inisiatif utama adalah pembangunan Sistem Deteksi Dini yang dilakukan oleh Yayasan Empatiku. Sistem Deteksi Dini yang dilakukan Yayasan Empatiku melibatkan berbagai pihak terkait seperti kelurahan dan yayasan. Akan tetapi, sistem deteksi dini bisa dilakukan dengan adanya payung hukum di berbagai tingkatan wilayah. Dengan adanya aturan yang terorganisir, sistem deteksi dini bisa melakukan pendekatan yang terstruktur dan efisien.

Terdapat empat pilar dalam melakukan deteksi dini, yaitu edukasi masyarakat, adanya aktor kunci, memahami kondisi wilayah dan Dialog. Untuk terjadinya reintegrasi sosial dan sistem deteksi dini, perempuan perlu memegang peran kunci. Pertama, perempuan sebagai agen propaganda untuk mempromosikan pemahaman tentang isu tersebut di masyarakat. Kedua,perempuan terlibat dalam advokasi kebijakan, seperti RAD PE.

RSD dan Pemulihan Korban Terorisme di Sulawesi Tengah

AMAN Indonesia dan Libu Perempuan menggunakan RSD dalam pemulihan korban terorisme di Lembangtongoa. Di Lembangtongoa, memiliki kondisi-kondisi yang menantang untuk pemulihan korban terorisme. Yakni, minimnya rasa aman, masalah infrastruktur, dan ketidakpastian akan keamanan. Namun, perempuan-perempuan di Lembangtongoa memiliki keberanian dan ketahanan yang kuat, hal tersebut menjadi kunci dalam menghadapi situasi tersebut.

Hasil RSD yang didapat dalam pemilihan korban terorisme terdapat hal-hal yang menjadi catatan penting. Pertama, Penguatan korban, baik dari segi kesehatan fisik maupun psikologis. Kedua, dukungan dari pemerintah dan lembaga adat. Ketiga, pemulihan korban menjadi fokus utama dalam memastikan proses reintegrasi berjalan dengan baik. Selain itu, sistem deteksi dini yang melibatkan peran perempuan sebagai informan terorisme juga menjadi salah satu langkah kunci dalam menjaga keamanan dan mencegah ancaman ekstremisme di masa depan.

Dua Sisi Perempuan dalam Ekstremisme Kekerasan
Perempuan memiliki peran penting dalam pencegahan ekstremisme dan terorisme, baik sebagai agen perdamaian maupun sebagai pelaku ekstremisme. Melihat kondisi tersebut, keterlibatan perempuan dalam upaya pencegahan menjadi sangat relevan. Langkah-langkah pencegahan harus mengutamakan prinsip toleransi, inklusi, dan kesetaraan gender, seperti memberikan pemahaman yang lebih baik melalui pendidikan dan memberikan ruang partisipasi bagi perempuan.

Selain itu, upaya kontra radikalisasi dan deradikalisasi juga penting, seperti melibatkan komunitas agama moderat, seperti NU, dalam menyebarkan dakwah yang toleran dan mendorong sikap inklusif terhadap masalah sosial. Indikator keberhasilan dakwah moderat termasuk komitmen terhadap kebangsaan, toleransi, penolakan terhadap kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi yang beragam.

Membaca Agensi Perempuan
Agensi perempuan memiliki ciri khas yang mencakup otonomi individu perempuan serta kemampuan untuk berkontribusi pada masyarakat secara luas, ditambah dengan komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan kontrol terhadap kebijakan tertentu. Namun, tantangan-tantangan yang dihadapi agensi perempuan tidak sedikit, termasuk kurangnya infrastruktur yang memadai, akses terbatas terhadap pendidikan, dan kurangnya pengakuan terhadap peran perempuan dalam masyarakat.

Meskipun demikian, pentingnya agensi perempuan dalam pemberdayaan tidak dapat diabaikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya, peran perempuan dalam membangun kohesi sosial, menjadi agen perubahan di masyarakat, serta berkontribusi dalam berbagai peran dan lingkup masyarakat menegaskan kebutuhan akan penguatan agensi perempuan.

Adapun langkah-langkah penting untuk memperkuat agensi perempuan. Diantaranya, pertama, memperkuat kepemimpinan mereka. Kedua, memastikan representasi perempuan merata di berbagai lini. Ketiga,menerapkan pendekatan Peace Building. Keempat, terjalin kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan. Kelima, melanjutkan upaya pemulihan korban.

Kemudian, sudah tercapainya kondisi tertentu (yang diinginkan), seperti dalam kondisi yang membaik. Pertama, perempuan perlu terus memperjuangkan pemutusan budaya patriarki, mengevaluasi ulang peran mereka dalam ranah domestik dan publik, serta memastikan tidak adanya beban ganda dalam tanggung jawab mereka, sambil memberikan perhatian pada pemulihan korban yang membutuhkan dukungan.

TERBARU

Konten Terkait