32.4 C
Jakarta
Jumat, 13 Desember 2024

Haus Agama atau Sekedar Coba-coba: Pengalaman Remaja Keluar HTI

Ketika sedang terjerembab ke dalam sebuah lubang sementara diri sendiri tidak mengetahui jika sedang terperosok. Spirit anak muda setiap hari kudengar dengan sangat menggebu. Tokoh tokoh layaknya artis yang dikagumi. Rudin M Top sosok Jihadis dengan wacana negara Islam sebagaimana yang ada dalam sebuah benak dengan konsep kenegaraan yang sangat menarik, bahkan ketika baru menginjak remaja. Tanpa berpikir panjang Ruwaidah mengikuti berbagai macam kajian yang dilakukan oleh para aktivis HT (Hizb Tahrir) atau Hizb Tahrir Indonesia (HTI) sejak ia masuk tsanawiyah (Sekolah Menengah Pertama)

Pada saat itu, jelas ia tidak berekspektasi akan terjerembab ke dalam lingkar ekstremisme, bahkan hingga masuk bangku perkuliahan di kampus Islam yang tergolong terkenal itu. Gerakan yang diawali dengan cukup santai pada akhirnya menarik para remaja, mulai dari ngobrol santai sampai diajak untuk mengikuti kajian. Berdasarkan pengakuannya, awal kali para remaja mengikuti kajian yakni mencari ketenangan rohani atas berbagai problematika yang dihadapi. Hal ini berkorelasi dengan beberapa penelitian yakni, persoalan agama menjadi opsi atas rumitnya masalah dunia yang dihadapi, karena bagaimanapun penghakiman agama terjadi di akhirat sebagai suatu hal yang ghaib.

Selain mengenai ketenangan rohani, seseorang juga mengikuti kajian karena keinginannya untuk menggali ilmu agama, sehingga gerakan-gerakan tarbiyah (HTI) dapat diterima, melihat landasan agama seorang individu belum kokoh sepenuhnya. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada Ruwaidah dan remaja-remaja lain yang terjangkit. Malangnya, hal ini tidak selalu disadari, sehingga kegiatannya terus menjamur dan mengancam.

Jika melihat kasus ini, maka landasan pengetahuan menjadi salah satu sebab para remaja terjerembab ke dalam jurang esktremisme. Mengapa? Karena seseorang tidak memiliki pondasi yang kokoh terhadap suatu hal yang termasuk pengetahuan dari sesuatu. Sehingga, ia hanya mengetahui satu hal dan dengan perasaan meggebu ia menerapkan ajaran-ajaran yang diterimanya.

Sebagian masyarakat kita menyebutkan perbuatan ini perupakan praktik dari “mabok agama” sehingga menganggap bahwa agama merupakan segala-galanya disertai dengan syariatisasi diberbagai hal termasuk politik, ekonomi dan lainnya. Hal ini kemudian menjadi sangat brutal dengan praktik-praktik yang dilakukan, seperti mengubah style dalam hal ini style seolah menjadi hal pokok dari sebuah peribadatan. Kemudian disusul dengan pemilihan diksi dalam ucapan yang dilontarkan (baca: bahasa Arab). Sampai perbuatan brutal seperti mengganti ideologi di dalam sebuah negara dengan menjeburi dunia perpolitikan. Kemungkinan-kemungkinan yang sudah disebutkan bukan tanpa alasan, melainkan sebuah data yang sudah ada sebelumnya, sehingga kewaspadaannya-pun perlu diikutsertakan.

Dengan demikian, gerakan-gerakan HTI dan sejenisnya perlu dipertimbangkan keberadaannya di Indonesia, kendati secara kelembagaan, organisasi sudah resmi dibubarkan akan tetapi akar rumput tetap bisa menjalar dan menumbuhkan tanaman-tanaman baru. Di dalam wawancara terhadap salah satu narasumber di dalam WGWC talk, bersamaan dengan Ruwaidah ia menyebutkan bahwa tidak menemukan ketenangan di dalam HTI padahal salah satu tujuannya gabung pada HTI adalah mencari ketenangan. Sehingga ia memilih keluar dengan berbagai prosedur yang cukup rumit bahkan disertai surat pernyataan yang tentunya tidak mengenakan.

Beruntungnya, mereka memiliki kesadaran untuk keluar dari lingkar ekstremisme sehingga tidak sampai pada praktik yang dilakukan oleh Rudin M Top (baca: pengeboman). Tidak bisa dipungkiri bahwa Ruwaidah sudah mengikuti kajian sedari Tsanawiyah sampai masuk perguruan tinggi. Apalagi jika melihat ambisinya terhadap negara Islam (baca: sistem khilafah) sebagaimana masa Nabi dan Sahabat, maka perjalanannya bisa dikatakan sudah sangat matang untuk melancarkan aksinya.

Perjalanan Ruwaidah yang diakhiri sebagai jalan penyesalan seharusnya bisa menjadikan salah satu optimisme bahwa gerakan ektremisme bisa terputus sehingga makin banyak orang yang tersadar akan bahaya dari ekstremisme sampai ekstremisme kekerasan. Kendati hal ini juga merupakan usaha dari berbagai pihak. Salah satunya dengan mengangkat cerita mereka sebagaimana yang alah satunya dilakukan oleh Aman Indonesia melalui berbagai program dan tentunya oleh beberapa lembaga-lembaga lainnya. Sebab, setelah sudah mengetahui penyebab dari tersebarnya ekstremisme maka yang dilakukan setelahnya adalah meminimalisir dengan melakukan serangkaian upaya-upaya sebagaimana kasus yang sedang terjadi.

TERBARU

Konten Terkait