Dalam menangani kasus tindak pidana terorisme, terdapat dua pendekatan yang umumnya digunakan, yaitu hard approach dan soft approach. Pendekatan hard approach menekankan pada penegakan hukum dan keamanan oleh aparat militer dan kepolisian. Ini dapat meliputi operasi militer untuk memberantas aktivitas terorisme. Meskipun berhasil mencapai prestasi signifikan secara langsung dan mendapat pengakuan internasional, pendekatan ini dinilai kurang efektif dalam jangka panjang. Hal ini karena terorisme tidak hanya berkaitan dengan kekerasan fisik, tetapi juga melibatkan ideologi serta faktor-faktor sosial, ekonomi, politik, dan budaya di masyarakat.
Pendekatan soft approach, atau soft power approach, menjadi alternatif lain dalam menangani tindak pidana terorisme. Pendekatan ini lebih berfokus pada upaya non-kekerasan dalam mengatasi pemikiran radikal dan meradikalisasi para pelaku terorisme. Salah satu implementasi dari pendekatan ini adalah deradikalisasi yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Meskipun program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT di lembaga pemasyarakatan di Indonesia terbukti cukup efektif, masih terdapat beberapa kekurangan terkait dengan pengaturan dan pedoman pelaksanaannya. Banyak terpidana terorisme yang menolak untuk mengikuti program ini, dan belum ada aturan yang jelas mengenai tindakan yang dapat diberlakukan terhadap mereka yang menolak.
Selain itu, deradikalisasi yang dilakukan di luar lembaga pemasyarakatan juga menghadapi tantangan, terutama terkait dengan bagaimana mengikat mantan narapidana terorisme yang telah bebas kembali ke masyarakat. Masalah ini diperparah oleh ketiadaan aturan yang mengatur hal tersebut.
Deradikalisasi terhadap anak-anak pelaku tindak pidana terorisme merupakan isu yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang komprehensif serta berkelanjutan. Anak-anak yang terlibat dalam terorisme memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda dengan pelaku dewasa, sehingga diperlukan penanganan yang lebih spesifik dan sensitif terhadap kasus mereka.
Ada beberapa alasan mengapa deradikalisasi pada anak menjadi penting yaitu:
1. Melindungi anak-anak dari bahaya: Anak-anak yang terpapar ideologi radikal terorisme rentan mengalami eksploitasi dan kekerasan. Deradikalisasi dapat membantu mereka keluar dari lingkaran kekerasan dan membangun masa depan yang lebih baik.
2. Mencegah terorisme di masa depan: Anak-anak yang diradikalisasi terancam menjadi pelaku teror di masa depan. Deradikalisasi dapat membantu memutus siklus kekerasan dan mencegah terorisme.
3. Memulihkan hak-hak anak: Anak-anak yang terlibat dalam terorisme memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan perlindungan. Deradikalisasi dapat membantu mereka mendapatkan kembali hak-hak yang hilang.
Setiap kasus pasti memiliki tantangan nya tersendiri sama seperti deradikalisasi pada anak juga memiliki tantangan tersendiri yaitu:
1. Kurangnya pemahaman tentang anak pelaku terorisme: Masih banyak pihak yang belum memahami karakteristik dan kebutuhan anak pelaku terorisme. Hal ini menyebabkan program deradikalisasi yang tidak tepat sasaran.
2. Keterbatasan sumber daya: Program deradikalisasi membutuhkan sumber daya yang besar, baik dalam hal finansial maupun tenaga profesional. Keterbatasan sumber daya ini dapat menghambat efektivitas program deradikalisasi.
3. Kurangnya koordinasi antar lembaga: Penanganan anak pelaku terorisme melibatkan berbagai lembaga, seperti pemerintah, penegak hukum, dan organisasi masyarakat sipil. Kurangnya koordinasi antar lembaga ini dapat menyebabkan inefisiensi dan tumpang tindih program deradikalisasi.
Ada beberapa Upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia ini untuk menindaklanjuti deradiaklisme anak pelaku terorisme yaitu:
1. Pendirian Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani: BRSAMPK Handayani khusus menangani anak-anak yang terlibat dalam terorisme. Di BRSAMPK Handayani, anak-anak mendapatkan berbagai program deradikalisasi, seperti pendidikan agama moderat, pembinaan mental dan spiritual, serta pelatihan keterampilan hidup.
2. Penyusunan pedoman deradikalisasi anak: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah menyusun pedoman deradikalisasi anak yang dapat digunakan oleh berbagai pihak dalam melaksanakan program deradikalisasi.
3. Pelibatan masyarakat: BNPT juga melibatkan masyarakat dalam program deradikalisasi anak, seperti melalui program edukasi dan sosialisasi kepada orang tua, guru, dan tokoh masyarakat.