Bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Katerdal Makasar pada Maret 2021 merupakan fakta baru dari keterkaitan perempuan dan aksi radikalisme. Fakta tersebut semakin menunjukkan bahwa, keterlibatan perempuan dalam kelompok radikalisme-terorisme. Menyadari hal tersebut, kita perlu melihat faktor yang melatar belakangi perempuan terjerat pada kelompok tersebut.
Di antara beberapa faktor tersebut diantaranya: pertama, karena perempuan termasuk dalam kelompok marjinal dan rentan. Kemudian kerentanan tersebut dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk diindoktrinasi melakukan teror. Kedua, adanya kondisi keterpaksaan menerima berbagai desakan, keluarga, lingkungan, dan juga ekonomi. Secara kultural kepatuhan pada suami juga menjadi sebab perempuan masuk dalam gerakan radikalisme. Ketiga, dari aspek psikologis karena keterbatasan akses, perempuan tidak memiliki cukup pengetahuan untuk memfilter pengetahuan baru yang didapatkan.
Dari faktor lain yakni dalam melakukan aksi radikalisme dan terorisme perempuan dipilih karena secara teknis dan praktis tidak mudah dicurigai. Seperti yang diungkapkan oleh Musdah Mulia, dalam aksi teror, tugas dan peran perempuan sangat penting, yaitu sebagai pendidik (edukator), agen perubahan (agent of change), pendakwah (campaigner), pengumpul dana (fundraiser), perekrut (recruiter), penyedia logistik (logistic arranger) kurir, penghubung rahasia (matamata) pengikut dan pendamping setia suami sebagai pelaku, hingga pengantin atau pelaku bom bunuh diri (suicide bombers).
Baik sebagai korban ataupun sebagai pelaku, dampak negatif dari tindakan teror sangat nyata, perempuan menjadi pihak sangat dirugikan. Sebagai korban yang mana suami merupakan pelaku bom bunuh diri misalnya. Setelah tewas atau ditangkapnya suami sebagai pelaku, perempuan menjadi pihak yang menanggung tanggungjawab atas keberlangsungan hidup keluarga, baik secara sosial maupun ekonomi.
Secara sosial, perempuan istri pelaku teror akan mendapatkan stigma buruk dari masyarakat sebagai istri teoris yang akan dijauhi oleh masyarakat. Begitu pula dalam hal ekonomi, perempuan akan mengambil peran sebagai pencari nafkah setelah sumber penghasilan yang berasal dari suami menjadi terhenti. Jika dilihat dari penjelasan di atas, peran perempuan bergantung pada kesadaran dan pemahaman dirinya terkait persoalan radikalisme-terorisme. Maka dari itu, penting untuk memberikan edukasi kepada perempuan secara keberlanjutan agar tidak terjerat dalam kelompok radikal.
Upaya Pencegahan yang Bisa Dilakukan
Berdasarkan faktor di atas, kita akan memahami bahwa upaya pencegahan penting dilakukan agar tidak semakin banyak perempuan yang terjerat dalam kelompok radikalisme. Upaya pencegahan ini, juga perlu dilakukan oleh para perempuan sendiri dengan gerak kolektif untuk menciptakan kesadaran bersama. Pencegahan ini bisa dilakukan dari kelompok perempuan, karena menjadi basis dari gerak perempuan itu sendiri. Fatayat, misalnya. Organisasi di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU), bisa menjadi basis pencegahan penyebaran radikalisme bagi perempuan, karena memiliki banyak sekali kegiatan di akar rumput.
Upaya tersebut dicontohkan oleh Fatayat NU Jawa Barat. Organisasi ini menjadi salah satu percontohan pilar dari gerakan organisasi akar rumput sebagai upaya pencegahan radikalisme, yang dilakukan oleh perempuan. Dengan aktivitas rutinitas yang dilakukan oleh kelompok pengajian ibu-ibu dari rumah ke rumah, atau menyusuri masjid, ruang ini sangat ciamik untuk dijadikan ruang ideologisasi untuk para perempuan.
Di satu sisi, pengajian yang dilaksanakan oleh ibu-ibu, bisa menjadi sasaran empuk kelompok radikalisme. Kelompok radikal bisa mempengaruhi para perempuan untuk terlibat dalam aksi radikalisme bahkan terorisme, lewat ceramah agama yang disusupi dengan ideologi radikalisme. Akan tetapi, jika kelompok perempuan sudah dibekali dengan pemahaman keagamaan yang moderat (red: dalam rangka mecegah radikalisme), justru menjadi kekuatan bagi kelompok perempuan itu sendiri.
Dengan potensi sahabat-sahabat Fatayat NU, unsur-unsur akademisi, unsur-unsur daiyah, ustazah, dan pesantren, organisasi Fatayat NU di Jawa Barat menjadi kelompok pencegah radikalisme di akar rumput. Ketika ini terhubung satu sama lain, mereka sebuah kekuatan yang sangat besar. Sebab semua kelompok berupaya untuk menyebarkan ajaran agama yang rahmah terhadap masyarakat.
Gerak kolektif yang dilakukan oleh Fatayat NU di Jawa Barat, dengan rutinitas pengajian dari rumah ke rumah, menjadi basis kekuatan perempuan. Kemudian, hal tersebut menjadi pilar perdamaian dan menyebarkan ajaran Islam yang damai. Artinya, kita tidak khawatir perempuan akan terjerat kelompok radikal karena upaya yang dilakukan oleh kelompok perempuan sudah kuat. Mereka berperan sebagai pendidik yang tidak akan terjerat oleh ideologi radikal.