Pernahkah kalian mengetahui tentang Pemikiran Maternal? Pemikiran Maternal dibahas oleh Ruddick yang mengungkapkan seharusnya tidak hanya terbatas pada lingkup pribadi, tetapi juga harus berkontribusi pada kebijakan publik. Ruddick berargumen bahwa kualitas-kualitas seperti perhatian terhadap individu, kepekaan terhadap kebutuhan manusia, dan kemampuan untuk menanggapi secara fleksibel terhadap situasi yang berkembang adalah sifat-sifat yang juga harus dimiliki oleh kebijakan sosial dan politik. Fleksibilitas tersebut, tidak bisa menjadi kelemahan bagi perempuan.
Hal tersebut, dapat terlihat pada advokasi Rancangan Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAD PE). Pada 2023, digelar kenduri perdamaian sebagai gelaran syukuran telah disahkannya aturan tersebut di 2022, lalu. Provinsi Jawa Barat mengeluarkan aturan dalam bentuk Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 40 Tahun 2022. Kerja-kerja tersebut tidak terlepas dari advokasi yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil. Sebelum disahkan, dibentuk terlebih dahulu forum multistakeholder oleh Pengurus Wilayah (PW) Fatayat NU Jawa Barat.
Selama pandemi forum multi stakeholder melakukan berbagai upaya untuk melakukan advokasi RAD PE di jawa Barat. Forum tersebut diinisiasi oleh PW Fatayat NU Jawa Barat dan dukung oleh INFID. Dalam WGWC Talk seri ke-27, Neng Hannah menyampaikan bahwa gerakan ini memiliki sejumlah mungkin strategi yang beda dengan stakeholder lain. Dalam advokasi RAD PE Jawa Barat menegaskan tentang keterlibatan seluruh masyarakat sipil, media, akademisi, pemerintah dan lainnya. Dengan kata lain, aturan tersebut dirancang dengan konsep Pentahelix, selalu ditekankan bahwa ada lima unsur di masyarakat yang harus terlibat dalam penanganan dan pencegahan ekstrimisme berbasis kekerasan.
Pertama tentu saja OPD (Organisasi Perangkat Daerah) dalam hal ini pemerintah. Kedua, organisasi masyarakat sipil. Ketiga adalah akademisi, keempat adalah media dan yang kelima adalah perusahaan atau corporate. Dalam penanganan dan pencegahan ekstremisme kekerasan, perempuan menjadi sosok yang diyakni berpengaruh. Jika melihat kondisi sosiologis “perempuan pada umumnya di dalam masyarakat”, maka perempuan teredukasi tidak untuk dirinya saja. Melainkan, bisa jadi untuk keluarganya bahkan mungkin untuk komunitasnya dan kita lihat itu sudah teruji.
Hannah juga mengutip perkataan dari Hatta bahwa “Apabila ingin mendidik satu orang, maka didik satu laki laki, tapi apabila ingin mendidik satu keluarga maka didiklah satu orang perempuan”. Dari sini dapat diketahui bahwa perempuan memiliki power sejak di dalam keluarga sampai di dalam komunitas dan ini terbukti sebagaimana yang Hanna dan teamnya alami. Hannah mengungkapkan bahwa perempuan berkumpul berorganisasi misalkan di masyarakat, seperti kegiatan 17 Agustusan yang biasanya mensukseskan dari banyak kegiatan secara ke relawan adalah banyak ibu-ibu.
Sehingga, ini adalah potensi yang sangat besar. Hal ini juga terjadi dalam tradisi keilmuan dalam Islam di Indonesia misalkan pengajian atau majelis ta’lim Jawa Barat. Bahkan majelis ta’lim tidak hanya ada di Jawa Barat, melainkan menyebar ke seluruh Indonesia. Hal ini menjadi sesuatu yang baik sebagai sarana komunikasi, sarana edukasi meskipun edukasi spiritual. Lebih dari itu, bahwa majelis taklim bahkan ada yang disebut perelek, membawa beras segenggam setiap mengaji, itu dikumpulkan, ini terjadi di Kabupaten Bandung tempat Hannah mendampingi.
Dari kejadian tersebut, dirinya merefleksikan jika hal tersebut menjadi potensi kerelawan sosial yang cukup tinggi. Terutama dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan ekstremisme kekerasan. Dalam kepemimpinan perempuan atau biasa disebut dengan kepemimpinan feminis, tidak berarti menjadi seperti laki-laki. Menggunakan pendekatan inklusif untuk menangani masalah, seperti kekerasan ekstrem, memerlukan pemikiran baru dan pendekatan yang berbeda. Ini juga melibatkan menghubungkan bagian-bagian yang terpisah, bukan pendekatan ad-hoc yang terbatas pada kejadian tertentu saja.
Hal ini memerlukan eksperimen, kepercayaan diri, dan kerjasama antar stakeholder. Ini adalah kritik terhadap pendekatan sebelumnya yang mana menggunakan pendekatan militer dalam Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Kekerasan yang terlalu terfragmentasi dan tidak berkesinambungan. Dengan ciri khas tersebut, perempuan memiliki power yang khas dari perempuan yang tentunya membawa dampak bagi berbagai hal. Terutama, dalam hal ini adalah dalam pemberantasan radikalisme, ekstremisme dan kekerasan yang didasarkan pada aksi-aksi perempuan yang dikembangkan seperti di dalam sebuah komunitas-komunitas perempuan.