Belum lama ini, Pemerintah Provinsi Banten telah mengesahkan Keputusan Gubernur Nomer 339.05/KEP.173-HUK/2023 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada terorisme (RAD PE) tahun 2023-2024. Agenda dikemas dalam agenda Kenduri Perdamaian yang menghadirkan berbagai berbagai lembaga OPD, Mayarakat Sipil, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan jumlah peserta yang hampir mencapai 100 orang baik online maupun offline.
Peraturan Daerah ini menjadi sebuah pencapaian termasuk sebagai sebuah awal dari kelanjutan kerja PVE di Provinsi Banten. Saya masih ingat bagaimana advokasi RAD PE Banten ini dimulai, pada 2021, lalu. Kami melakukan advokasi dengan keterbatasan yang ada. Pertama, tahun tersebut masih masa pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak sekali aktivitas luar yang dibatasi. Kedua, fokus pemerintah pusat maupun daerah yang mendahulukan percepatan recovery kondisi pasca Covid-19.
Sehingga, anggaran belanja pemerinta daerah paling banyak diserap pada sektor Kesehatan dan bantuan social bagi masyarakat. Hal ini mennjukan prioritas pemerintah saat itu tidak pada isu keamanan dan pencegahan eksremisme di level masyarakat. Tentu tantangan ini menjadi satu cerita tersendiri bagi Empatiku. Kami masih ingat bahwa beberapa kasus perekrutan kelompok ekstremis kepada masyarakat retan dimulai dari penyangkalan dan penggiringan opini terhadap pemmerintah yang dianggap dzolim.
Berbagai narasi mulai dihadirkan oleh kelompok ekstremisme. Seperti anti-vaksin covid-19, sampai covid-19 hanyalah sebuah propaganda pemerintah untuk mengurangi jumlah populasi di Indonesia karena ingin memasukan warga asing ke Indonesia. Sehingga ujaran kebencian di masyarakat terhadap pemerintah dan berbagai kelompok menjadi sangat tinggi. Hal ini lah yang menjadi tantangan terhadap upaya pencegahan ekstremisme, karena saat Covid-19 penggunaan internet dan sosial media bagi masyarakat Indonesia meningkat cukup pesat.
Ujaran dan narasi kebencian di sosial media yang meningkat ini membuat masyarakat menjadi rentan terhadap perekrutan oleh kelompok ekstremis. Sehingga, saat itu Yayasan Empatiku yang didukung oleh WGWC sangat termotivasi saat diberikan kesempatan untuk melakukan advokasi RAD PE di Provinsi Banten. Dimulai dengan Audiensi dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Banten, Empatiku menyampaikan maksud dan tujuan dengan berceirta tentang advokasi pencegahan ekstemisme di kota tangerang selatan yang sudah dilakukan sejak 2018.
Penyambutan terhadap Empatiku dilakukan dengan tangan terbuka oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Banten. Lalu, dilanjutkan dengan adanya kolaborasi dengan melakukan berbagai rangkaian kegiatan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Rencana Aksi Daerah bersama. Mulai dari Sosialisasi RAN PE, Koordinasi Meeting dengan multi stakeholder, seperti Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) lokal di provinsi Banten, hingga Focus Group Disscussion (FGD) bersama dengan Asisten Daerah Provinsi Banten.
Meskipun upaya advokasi RAD PE Provinsi Banten mendapat dukungan dari Kesbangpol tingkat provinsi. Namun, ketika menyampaikan draft Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) RAD PE, ada beberapa pihak yang mempertanyakan urgensi membentuk peraturan gubernur ini. Terdapat tantangan lain yaitu penolakan terhadap pengarusutamaan gender. Pengarusutamaan gender menjadi bagian dari pilar pembentukan pokja pada rancangan peraturan tersebut.
Kritik pun hadir kepada Yayasan Empatiku. Kami dianggap sebagai lembaga yang membawa kepentingan asing terutama agenda Feminisme Tradisional membuat kegiatan pertemuan kooordinasi tingkat OPD menjadi terhambat. Advokasi yang berjalan selama delapan (8) bulan sejak Spetember 2021 hingga maret 2022 hanya mencapai pada Draft Rapergub. Meskipun Empatiku sudah berupaya agar draft rapergub RAD PE Banten dapat masuk ke biro hukum kantor gubernur Banten.
Taantangan masih belum selesai. Kami masih belum menemukan titik temu pada isu pengarusutamaan gender.
Maka, draft tersebut akhirnya masih tertahan di kesbangpol provinsi. Yayasan Empatiku merasa sangat disayangkan jika draft tersebut harus terhenti sampai disitu, padahal mayoritas OPD dan OMS sudah mengetahui tentang Perpres No.7 Tahun 2021 serta Surat Edaran Kemendagri tentang RAN PE.
Namun, saat Working Group on Women and Preventing/ Countering Violent Extremism (WGWC) kembali mempercayakan Advokasi Empatiku di Provinsi Banten awal tahun 2023. Kami sangat menyambut baik untuk meneruskan draft Rapergub RAD PE tersebut. Setelah berbagai upaya seperti advokasi dengan Kepala Kesbangpol, dan tim internal Kebsangpol, kami menemukan titik terang. Draft Rapergub kemdian diganti menjadi Surat Keputusan Gubernur (SkepGub) hal ini disebabkan karena pertimbangan seperti Skep Gub dapat diperpanjang dengan sistem birokasi yang lebih mudah dibandingkan dengan Perturan Gubernur.
Selain itu, Skep Gub tetap memiliki kekuatan hukum yang sah dan dapat dilampirkan dengan peraturan lain seperti perturan konflik sosial. Sedangkan untuk Pengarusutamaan Gender, dimodifikasi tidak dibuat pokja khusus namun sudah termasuk pada semua pilar tim terpadu yang ada, sehingga ia tidak berdiri sendiri melainkan berbaur dengan semua pilar. Dengan kesepakatan ini, tidak mengesampingkan tentang gender mainstreming namun menginternalisasikannya pada semua pilar.
Advokasi kedua ini, membuahkan hasil yang lebih konkrit dimana pada bulan Agustus 2023, SKEP Gubernur tentang RAD PE sudah ditandatangani Gubernur dan disosialisasikan kepada seluruh stakholder di Provinsi Banten pada Oktober 2023. Menurut catatan nasional, Provinsi Banten adalah Provinsi ke-8 yang berhasil membuat peraturan daerah tentang RAD PE. Menurut kami ini merupakan pencapaian yang membanggakan, namun disertai tanggung jawab yang besar pula.
Keberhasilan terbitnya peraturan ini tentu harus didampingi dalam pengimplementasiannya. Ditambah bulan November 2023, Densus 88 AT berhasil mengajak 107 orang untuk lepas baiat dari jaringan terorsme aktif di Provinsi Banten. Hal ini menandakan bahwa ada harapan masysarakat tidak perlu menajdi hukum pidana jika dapat ditangani pada proses pencegahan dan respon dini. Kabar baik ini kemudian disambut dengan adanya rapat koordinasi yang diinisiasi Densus 88 AT bersama Kesbangpol, Kanwil kementerian Agama, FKUB serta Empatiku dalam pembahasan rencana impelementasi RAD PE di tahun 2024 ini.