28.4 C
Jakarta
Senin, 9 September 2024

Film 13 Bom di Jakarta, Ketidakadilan Dibalik Terorisme

Akhir tahun 2023, jagat perfilman Indonesia dimeriahkan oleh kemunculan film action besutan Angga Dwimas Sasongko yang bertajuk “13 Bom di Jakarta”. Film yang dibintangi banyak actor dan aktris ternama ini mengangkat cerita mencekam mengenai situasi ibukota Jakarta akibat ancaman jaringan teroris. Aksi teroris tersebut berencana meledakkan sejumlah bom di beberapa titik keramaian, termasuk Bandara Soekarno Hatta.

Film ini dibuka dengan penuh ketegangan ketika diperlihatkan kehidupan Jakarta yang awalnya berjalan seperti biasa dengan keruwetannya. Tiba-tiba harus lumpuh ketika sebuah bom meledak di jalanan dekat pasar dan pusat perbelanjaan. Ledakan ini lantas tak hanya menimbulkan ketakutan public. Namun, berakibat pada sebuah mobil yang mengangkut uang harus terkena imbasnya.

Hingga membuat publik yang awalnya panik menjadi bergairah ketika menemukan banyaknya uang berhamburan dari kendaraan operasional milik pemerintah. Teror yang terjadi kemudian membuat pemerintah melalui Badan Kontra Terorisme segera melakukan pelacakan siapa dalang dibalik peristiwa tadi. Tak lama, setelah penyelidikan, muncul sebuah video yang menampilkan pelaku, Arok (Rio Dewanto) dan kawanannya yang mengancam bahwa deretan bom lain akan meledak. Menariknya dalam film ini, pelaku dan kawanannya meminta pihak berwajib untuk melakukan transaksi kripto yang berafiliasi dengan salah satu perusahaan start up.

Afiliasi ini tentu menimbulkan kecurigaan pihak berwenang yang diperankan dengan apik oleh Putri Ayudya dan Ganindra Bimo. Penyebutan start up Indodax oleh kawanan teroris itu langsung membuat para pegawainya shock berat. Para karyawan, dibintangi oleh Chicco Kurniawan dan Ardhito Pramono, yang tak mengetahui apa-apa itu pun ikut kelabakan karena tak menyangka bahwa mereka disangkut-pautkan dengan rentetan peristiwa teror yang melanda Jakarta.

Ketika Ketidakadilan Berujung pada Tindakan Teror
Usai lapisan-lapisan jaringan teror mulai terkuak, barulah terbuka latar belakang para pelaku teror ini berusaha untuk menghancurkan Jakarta. Satu per satu cerita dari pelaku mulai memperlihatkan bahwa tindakan kejam mereka adalah cara membalas dendam kepada pemerintah yang selama ini tidak peduli pada rakyatnya. Akses pelayanan dasar dari kesehatan hingga keuangan amat terbatas bagi kaum papa. Namun sebaliknya, dibalik ketimpangan ekonomi yang sangat luas, konglomerat dan pejabat elit seakan menutup mata dan terus bermewah-mewahan.

Kemarahan mereka yang bertumpuk pada sistem yang penuh ketidakadilan inilah yang membawa Arok dan kawan-kawannya untuk membangun rencana rapi guna meneror pemerintah agar selanjutnya dapat menyusun sistem baru yang diharapkan lebih adil dan tidak berat sebelah. Bila dikaitkan dengan persoalan terorisme di dunia nyata, alasan yang hampir sama juga banyak ditemukan dalam faktor pemicu tindakan teror. Ketidaksetaraan yang dirasakan secara menyeluruh.

Termasuk dalam akses terhadap peluang dan sumber daya, bisa memicu perasaan tidak adil di kalangan individu atau kelompok tertentu. Ketidakpuasan ini dapat berkembang menjadi motivasi untuk mengambil tindakan ekstrem sebagai bentuk protes atau balas dendam. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan dengan apik oleh organisasi teroris yang sering mencoba memanfaatkan ketidakadilan sebagai alat untuk merekrut anggota baru.

Pelaku terorismemenyajikan narasi yang menyalahkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan sebagai justifikasi untuk tindakan kekerasan, menarik individu yang merasa terpinggirkan atau tidak puas. Para gembong teroris ini bahkan tak segan-segan menekankan tindakan terorisme adalah satu-satunya cara untuk memperjuangkan perubahan atau menyuarakan ketidakpuasan mereka. Ketika jalur-jalur damai atau sarana partisipasi politik dihambat atau tidak efektif, tindakan ekstrem bisa dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menyampaikan pesan atau memperoleh perubahan yang diinginkan.

Meski sepanjang film, audiens disuguhkan berbagai adegan kekerasan dan upaya teror yang dikomandoi oleh Arok. Namun, film ini masih menyajikan pelajaran apik mengenai harapan agar tidak menyerah terhadap keadaan. Sepelik apapun rencana teror yang disusun, bila pihak keamanan dan warga saling bantu serta percaya bahwa teror bukanlah satu-satunya jalan dalam menumpas ketidakadilan. Pada akhirnya kejahatan tersebut bisa ditumpas bersama. Film ini menggambarkan solidaritas dan keyakinan pada nilai-nilai keadilan dapat menjadi kekuatan yang melawan ancaman teror. Hal tersebut membawa harapan untuk perubahan positif dan kesejahteraan bersama.

TERBARU

Konten Terkait