28 C
Jakarta
Kamis, 10 Oktober 2024

Advokasi Pembentukan Community Resilience, Sebuah Perjalanan Refleksi

Sebuah kabar baik datang dari Provinsi Banten yang berhasil mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 339.05/KEP.173-HUK/2023, Oktober 2023, lalu. Sebuah pencapaian sekaligus awal untuk meneruskan kerja-kerja Preventing and Countering Violent Extremism (PCVE) di Provinsi Banten. Ini adalah sebuah hasil yang tidak mungkin terwujud jika tidak ada kolaborasi multi-pihak di dalamnya. Merefleksi perjalanan advokasi RAD PE Provinsi Banten, sudah Empatiku lakukan sejak 2018. Agenda advokasi berawal menggandeng empat kelurahan dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Tangerang Selatan.

Di empat kelurahan yaitu Pondok kacang Timur, Mumcul, Jombang dan Benda Baru, Empatiku mendorong terbentuknya Tim Tangguh. Tim Tangguh adalah kumpulan dari perwakilan tokoh masyrakat, tokoh agama dan komunitas yang memiliki perhatian khusus terhadap bahaya ekstremisme kekerasan mengarah pada terorisme di wilayah mereka. Kemudian, di dukung oleh kelurahan dengan menerbitkan Surat Keputusan Lurah yang mengukuhkan kerja-kerja Tim Tangguh di masyarakat.

Melalui SK Lurah, tim tangguh dapat melakukan sosialisasi tentang bahaya ekstremisme terus dilakukan melalui berbagai bentuk kegiatan diantaranta adalah pos gizi, perkumpulan ibu PKK dan UMKM , Posyandu, dll. Kegiatan ini mungkin tidak berkaitan langsung dengan upaya pencegahan eksttemisme berbasis kekerasan mengarah pada terorisme. Namun, tim tangguh yang didominasi oleh perempuan (ibu-ibu) dapat membuat forum umum menjadi forum sosialisasi dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Sehingga masyarakat memahami bahaya radikalisme hingga mampu membuat seseorang melakukan aksi terorisme.

Para perempuan dalam tim tangguh memanfaatkan aktivitas kelurahan biasa menjadi ajang bertukar pikiran, dialog sederhana hingga akhirnya mampu mengumpulkan beberapa kasus dini yang terjadi di masyarakat. Kasus-kasus dini itu pada awalnya tidak disadari oleh pihak keluarga, dan mengatakan bahwa itu hal biasa. Namun, setelah bercerita kepada Tim Tangguh, beberapa ibu menjadi peka terhadap perilaku dalam keluarga teruatam anak-anak mereka yang sangat intens terhadap sosial media.

Melakui aktivitas itulah masyarakat mulai teredukasi bahaya sosial media yang tidak tersaring dengan baik atau mengikuti kajian yang berisi ujaran kebencian akan mampu mengarahkan pemikiran seseorang menjadi radikal. Jika tidak ditangani sejak dini, mampu menjadi peluang tindak pidana terorisme. Seiring berjalannya tim tangguh, saya melihat masih banyak tantantangan yang kami temui diantaranya adalah masih banyaknya kelurahan lain yang tidak memiliki inisiatif dalam membentuk Tim Tangguh.

Berbagai alasan dikemukakan dengan mengatakan bahwa tidak ada payung hukum dari pemerintah daerah untuk memprioritaskan pencegahan ekstremisme. Bahkan ada juga lurah yang menolak secara langsung program pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan karena menganggap wilayah mereka aman dari bahaya tersebut. Hal ini yang merefleksikan Empatiku untuk melakukan advokasi ke tingkat Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Baskesbangpol) Kota Tangerang dengan mengusung Rencana Peraturan Wali Kota.

Empatiku sudah beberapa melakukan audiensi dengan harapan draft RAPERWAL dapat ditinjau oleh biro hukum kantor wali kota, namun visi itu masih jauh dari kata sukses. Advokasi ini berjalan cukup lambat dan rumit. Hal ini disebabkan karena pergantian pimpinan yang sering terjadi membuat tidak adanya handover tentang rencana Perwali khusus pencegahan ekstremisme. Pendampingan Empatiku selama ini memang tidak mudah, sudah lebih dari empat tahun kami mendampingi tim tangguh di Tangerang Selatan.

Berbagai perasaan terkecamuk diantaranya bagaimana mempertahankan tim tangguh yang agar menjadi sebuah tim yang mampu mandiri bekerja di lapangan dengan mengakses sumber daya daerah yang ada. Kemudian, hak perlindungan bagi tim tangguh dapat ditertuang dalam peraturan daerah sehingga kerja-kerja mereka dapat diakui. Kondisi tersebut, bukannya dianggap menghambat pekerjaan aparat penegak hukum terutama pada kontek sistem deteksi dan penanganan dini di masyarakat tentang pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan mengarah pada terorisme.

Ketiga, bagaimana tim tangguh dapat menjadi bagian dari tim pokja daerah bersama dengan OPD lain sehingga ada keterwakilan dari masyarakat sipil yang terlibat dalam program pemerintah daerah. Ketika Empatiku mendapatkan kesempatan dan dukungan dari WGWC dalam melakukan advokasi RAD PE di Provinsi Banten, itu merupakan sebuah momen yang sangat menggembirakan karena kekhawatiran selama pendampingan di kota Tangerang Selatan menemui titik terang, dan dengan hati yang bahagia. Yayasan Empatiku membawa kisah tentang adokasi di tangsel sebagai pintu masuk dalam advokasi di Provinsi Banten.

Yayasan Empatiku menekankan bahwa peran penting Pemerintah Daerah sangat dibutuhkan dalam upaya PVE. Terutama, sudah ada mandat dari peraturan presiden no. 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan Ekstremisme yang seharusnya dapat diturunkan menjadi Rencana Aksi Daerah Pencegahan Ekstremisme. Dengan terbitnya Surat Keputusan Gubernur Nomor 339.05/KEP.173-HUK/2023 menjadi pondasi untuk terus mengembangkan community resilience (masyarakat Tangguh) mulai dari tingkat provinsi hingga tingkat kelurahan.

TERBARU

Konten Terkait