28.2 C
Jakarta
Jumat, 13 Desember 2024

Pentingnya Perempuan dalam Upaya Merawat Tradisi Sadranan

Peran yang diambil Perempuan dalam Tradisi Sadranan
Tradisi Sadranan sudah ada sejak zaman Majapahit, kala itu bernama Tradisi Shradda. Tradisi tersebut mengalami perubahan nama setelah masyarakat menerima pengaruh agama Islam menjadi Sadranan atau Nyadran. Sadranan dilaksanakan oleh masyarakat sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur atau tokoh yang dihormati di lingkungan tempat tinggal. Tokoh-tokoh tersebut berupa pemuka agama, pendiri desa, dan lain sebagainya. Sadranan juga dilaksanakan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur terhadap kemudahan akses air serta melimpahnya hasil bumi atau panen masyarakat.

Dalam prakteknya, di beberapa daerah tradisi Sadranan pada awal mulanya hanya dilaksanakan oleh kaum laki-laki, keterlibatan perempuan hanya sebatas menyiapkan berbagai makanan di dapur. Berbeda dengan Sadranan di desa Cluntang, perempuan selain menyiapkan Ubo Rampe juga dilibatkan dalam pelaksanaan Sadranan itu sendiri. Selain itu, di Desa Cluntang perempuan juga dilibatkan untuk menyiapkan Open House.

Peran perempuan dalam menjaga kearifan lokal begitu penting. Tanpa perempuan tradisi seperti Sadranan yang menjadi identitas budaya masyarakat Cluntang, tidak akan berjalan dengan baik. Sebab perempuan adalah pawang budaya, bentuk eksistensi perempuan dalam menjaga kearifan lokal terwujud dalam menyiapkan Ubo Rampe atau berbagai lauk pauk. Selain itu perempuan juga menyiapkan Open House yang dilaksanakan setelah acara Sadranan di makam.

Dalam upaya meningkatkan peran-peran perempuan dalam tradisi Sadranan, SPEK HAM berkomitmen untuk tidak merubah budaya atau kebiasaan yang berada di Desa Cluntang. SPEK HAM justru mendorong dan menguatkan peran-peran perempuan dalam tradisi Sadranan. Seperti menyediakan waktu bagi perempuan untuk menyiapkan Sadranan, mengajak perempuan untuk menyiapkan sendiri olahan lokal, biasanya satu kelompok perempuan diajak untuk mengolah sendiri karena biaya yang dikeluarkan cukup besar. Hal ini juga sebagai upaya mengoptimalkan potensi lokal. Dengan menyediakan hidangan yang baik, memberi dukungan materil, tradisi Sadranan ini mempunyai nilai-nilai baik yaitu toleransi.

Perempuan merawat Keharmonisan Masyarakat
Islam menjunjung tinggi kemanusiaan, Islam datang untuk menghapus diskriminasi terutama terhadap perempuan. Islam ingin menguatkan peran-peran perempuan, agama Islam juga mengajarkan perlunya mempelajari ilmu pengetahuan, mengaktualisasi diri dan menunjukkan perannya dalam rangka mewujudkan masyarakat yang tentram dan Islami. Aspek keadilan dalam Islam pada dasarnya untuk memberikan penguatan terhadap peran perempuan.

Nyadran merupakan ekspresi dan ungkapan kesalehan sosial masyarakat di mana rasa gotong royong, solidaritas, dan kebersamaan menjadi pola utama dari tradisi ini. Nyadran dapat dijadikan sebagai wahana dan medium mempersatukan masyarakat, sarana membangun kerukunan antar sesama manusia. Dengan hal ini, Tradisi Sadranan memainkan peran utama yaitu perempuan. Di satu sisi perempuan rentan terlibat dengan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai intoleransi, tapi disisi lain sangat potensial sebagai agen perdamaian salah satunya dalam merawat tradisi lokal. Makanan yang disiapkan perempuan juga memiliki makna sebagai alat penyatuan.

Peran penting perempuan dalam merawat dan melestarikan tradisi Sadranan ini harus terus diupayakan. Selain menyiapkan ubo rampe dan open house, perempuan memainkan peran strategis dengan memberikan transfer budaya kepada anak-anak muda. Sedangkan menurut pandangan peneliti dan Penulis etnologi feminis yaitu Masthuriyah Sa’dan, dalam merawat tradisi Sadranan ini bisa dilakukan dengan dua hal. Pertama, dokumentasi pengetahuan yaitu menarasikan pengalaman perempuan dalam merawat tradisi Sadranan. Dokumentasi tersebut bisa dicetak, dan ketika anak muda atau generasi selanjutnya lupa akan tradisi tersebut, bisa membukanya kembali.

Kedua, aktivisme yang bisa dilakukan oleh pemerintah desa atau pendamping desa yaitu sosialisasi menghidupkan budaya dalam menyadarkan anak-anak muda tentang pentingnya merawat tradisi. Sebab tradisi Sadranan adalah identitas sebuah komunitas. Identitas tersebut memiliki budaya perdamaian yang berarti menunjukkan bahwa komunitas tersebut merupakan komunitas yang beradab. Dengan adanya sosialisasi berkelanjutan, diharapkan tradisi Sadranan terus terawat dan tidak hilang dari desa Cluntang.

Selain peran perempuan dalam merawat keharmonisan masyarakat, keterlibatan multi stakeholder baik pemerintah, masyarakat, generasi muda, bahkan tokoh agama juga penting dalam merawat tradisi Sadranan. Sehingga untuk menguatkan dan melestarikan tradisi lokal, maka perlu dikuatkan juga pemahaman moderasi beragama. Selagi nilai-nilai tradisi yang melekat dengan masyarakat tidak kontradiktif, artinya tradisi tersebut memuat pesan-pesan moral yang sesuai dengan pemahaman agama seperti tolong menolong, saling menghargai dan menghormati, maka harus terus dirawat dan dilestarikan.

TERBARU

Konten Terkait