Deradikalisasi adalah babak kehidupan baru yang akan dialami oleh para narapidana teroris (napiter). Dengan harapan untuk mengembalikan ideologi dan pemahaman yang sebelumnya menganut paham keras, dengan bahasa lain kekerasan berbasis agama. Program deradikalisasi yang dirancang oleh pemerintah, khususnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi perhatian utama.
Proses yang dilaksanakan BNPT dengan melibatkan berbagai pihak-pihak. Baik internal maupun eksternal untuk memastikan program tersebut mendapatkan hasil yang maksimal. Mengingat, keberhasilan program ini dapat membangun keharmonisan bangsa dan mereduksi penyebaran dari paham radikalisme dan terorisme. Bagi seorang Napiter, penyakit yang paling berat dalam dirinya adalah sebuah pemahaman yang dianut.
Berdasarkan pemahaman mereka, melakukan pengeboman terhadap lembaga pemerintah yang dianggap tidak islami, adalah wujud ajaran Islam. Pemahaman ini yang dilawan dalam proses deradikalisasi seseorang, supaya ketika keluar sebagai seorang mantan Napiter, tidak lagi memiliki pemahaman demikian. Meski begitu, tantangan besar yang akan dialami oleh Napiter adalah pengkafiran dari kelompok jihadnya ketika memilih untuk berkhidmat kepada Pancasila.
Di samping itu, stigma yang diberikan oleh masyarakat berpengaruh besar terhadap kehidupannya pasca keluar dari Lapas. Proses deradikalisasi berperan besar terhadap keputusan seseorang, memilih berkhidmat terhadap Pancasila atau kembali lagi pada kelompok jihadisnya. Melihat betapa besarnya peran deradikalisasi, perlu rumusan reintegrasi sosial.
Pertama dimaknai dengan kebermaknaan. Para napiter harus memahami tentang kebermaknaan akan eksistensi dirinya. Stigma yang akan diberikan oleh masyarakat akan berpengaruh besar terhadap seorang Napiter untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Kebermaknaan berarti memberikan pemahaman kepada napiter tentang keberlanjutan hidup yang akan dijalaninya sekarang serta di masa yang akan datang.
Kedua, dimaknai dengan Teras. Artinya, berarti kepercayaan dari masyarakat tentang dirinya bahwa ia berhak menjalani kehidupan yang normal pasca kejadian yang dialaminya. Hal ini juga penting bagi kita sebagai masyarakat untuk memberikan kepercayaan kepada mereka bahwa, para mantan Napiter berhak untuk menjalani kehidupan normal tanpa diberi stigma yang begitu kuat.
Ketiga, dimaknai dengan penerimaan. Penerimaan diartikan Bukan hanya kita mau diterima tetapi kita tidak mau menerima mereka. Dengan rasa takut dan tidak percaya diri yang dimiliki oleh para Napiter ketika akan menjalani kehidupan nyata pasca di Lapas. Masyarakat seharusnya memiliki sikap penerimaan yang baik agar mantan Napiter lebih percaya diri untuk melakukan aktivitas kehidupannya. misalnya dengan membuka usaha, bekerja dengan masyarakat, dll.
Keempat, dimaknai dengan keterbukaan. Sikap terbuka ini berarti memberikan kesempatan bagi para Napiter untuk menunjukkan kehidupannya dengan lebih baik. Tidak hanya itu, masyarakat juga tidak boleh menghakimi mantan Napiter. Bagaimanapun, terpapar ideologi terorisme bukanlah kesalahan tunggal. Banyak faktor yang melatarbelakangi seseorang terpapar ideologi tersebut.
Kelima dimaknai dengan keteladanan. Ada satu contoh mitra deradikalisasi di Batam yang melakukan keteladan, itu juga terpapar terorisme karena ikut perintah Bahrul Naim, diminta untuk menerima dua orang untuk ditampung dirumahnya. Karena sikap semangat dalam menjalani perintah gurunya sampai istrinya diungsikan ke rumah mertuanya. Setelah dua orang ini ke Jawa Tengah kemudian ditangkap karena menjabatani untuk melakukan bom bunuh diri. Setelah mereka menjalani proses hukum mereka diterima oleh masyarakat dan setiap saat di masjid itu ditunggu untuk mendengarkan cerita-ceritanya dan kisahnya ketika di Lapas.
Proses deradikalisasi tidak hanya selesai ketika pada seseorang memilih berkhidmat kepada Pancasila semata. Akan tetapi, juga melihat bagaimana cara seseorang dalam berjuang dan menjalani kehidupan dengan banyak stigma negatif yang dilekatkan oleh masyarakat. Kejahatan terorisme tidak seperti kejahatan yang lain. Ia memiliki banyak faktor, mengapa seseorang terlibat dalam terorisme. Bahkan setelah menjadi mantan Napiter, setiap orang akan memiliki pengalaman yang berbeda untuk diceritakan kepada masyarakat.
Peran masyarakat sangat penting bagi mantan Napiter sebagai support system agar mereka tidak kembali pada pemahaman serupa. Sikap penerimaan, keterbukaan, kepercayaan, penting dimiliki oleh masyarakat agar diberikan kepada para mantan Napiter. Oleh karena itu, pengetahuan tentang terorisme ini harus diberikan kepada masyarakat secara luas agar upaya pencegahan dilakukan secara semata. Dengan demikian, setiap masyarakat menyadari bahwa, dirinya berpotensi untuk terlibat dalam paham terorisme.