Isu radikalisme dan ekstremisme kekerasan menjadi isu yang mulai menurun pada 2023. Hal tersebut diungkap oleh Densus 88. Walaupun begitu, radikalisme dapat menjadi ancaman bagi keamanan dan stabilitas suatu negara, termasuk Indonesia. Radikalisme di Indonesia telah muncul sejak lama, namun semakin mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah kasus terorisme, serta penyebaran paham-paham radikal di media sosial.
Banyak kasus radikalisme yang terjadi di perkotaan, namun tidak sedikit pula yang terjadi di pedesaan. Radikalisme di pedesaan sering dikaitkan dengan terorisme. Radikalisme dan terorisme memiliki hubungan yang erat. Terorisme sering kali merupakan manifestasi dari radikalisme. Kelompok-kelompok teroris biasanya memiliki ideologi radikal yang mereka yakini, dan mereka menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka.
Desa dapat menjadi tempat persembunyian teroris dalam rangka menyiapkan aksi maupun setelah aksi. Beberapa teroris tertangkap di desa. Mantan narapidana terorisme (napiter) setelah keluar dari lapas sebagian memilih pulang kampung ke desa asal. Dengan demikian, secara faktual ada individu-individu radikal di pedesaan. Selain itu, lembaga-lembaga filantropi yang berafiliasi dengan kelompok radikal juga masuk ke desa dalam bentuk program dan kegiatan sosial-pendidikan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan radikalisme di pedesaan, antara lain:
1.Ketidakmerataan pembangunan. Desa-desa di Indonesia masih banyak yang tertinggal dalam hal pembangunan. Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan keresahan di masyarakat.
2.Penyebaran paham radikal melalui media sosial. Media sosial menjadi sarana yang efektif bagi kelompok-kelompok radikal untuk menyebarkan paham mereka.
3.Munculnya konflik horizontal. Konflik horizontal yang terjadi di desa dapat menjadi ruang bagi kelompok-kelompok radikal untuk menyusup dan menyebarkan paham mereka.
UU Desa dan Radikalisme
Hubungan antara radikalisme dan terorisme adalah bahwa terorisme seringkali merupakan manifestasi dari radikalisme. Kelompok-kelompok teroris biasanya memiliki ideologi radikal yang mereka yakini, dan mereka menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka. Mengapa pelaku teroris memilih desa menjadi untuk menjalankan misinya? Karna desa dapat menjadi tempat persembunyian teroris dalam rangka menyiapkan aksi maupun setelah aksi. Beberapa teroris tertangkap di desa. Mantan napiter setelah keluar dari lapas sebagian memilih pulang kampung pulang ke desa asal.
Undang-Undang Desa (UU Desa) No. 6 Tahun 2014 telah memformalkan dan menguatkan kelembagaan desa. Otonomi desa semakin besar. Desa menjadi lebih dinamis. Dana desa dan BUMDes menjadi magnet bagi pihak-pihak yang berkepentingan bermain di desa. Kepala Desa yang dipilih secara langsung menjadi arena persaingan sesama kelompok dan antar warga desa. Hal ini membuka potensi munculnya konflik horizontal. Dan tidak menutup kemungkinan konflik tersebut bermotif ideologi.
Namun, UU Desa No. 6 Tahun 2014 jika dilihat dari sudut pandang pelaku terorisme mengandung beberapa kelemahan. Pasal 29 dan 51 tentang larangan Kades. Pasal ini tidak secara langsung menyatakan Kades dan perangkat desa lainnya dilarang terlibat dalam gerakan apa pun dan organisasi radikal terorisme.
Pasal 33 tentang Syarat Calon Kades. Pasal ini pun sama tidak dijelaskan secara rinci yang menyatakan calon kades tidak boleh terlibat gerakan dan organisasi radikal terorisme. Hanya ada satu pasal yang sesuai dengan terorisme, yaitu pasal 42 tentang pemberhentian sementara Kades yang jadi tersangka kasus pidana terorisme. Namun, pasal ini tidak bersifat mencegah namun hanya “menghukum” apabila Kades terlibat terorisme.
Radikalisme di pedesaan merupakan ancaman laten yang perlu diwaspadai. Upaya-upaya untuk menangkal radikalisme di pedesaan harus dilakukan secara serius dan berkelanjutan. Untuk menangkal radikalisme di pedesaan, diperlukan upaya-upaya yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, antara lain:
1. Pemerintah harus memperkuat pembangunan di desa, terutama di bidang pendidikan dan ekonomi. Hal ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan mengurangi kecemburuan sosial.
2. Lembaga masyarakat, seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, harus berperan aktif dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya radikalisme.
3. Masyarakat sendiri harus waspada terhadap penyebaran paham radikal dan berani melaporkan kepada pihak yang berwenang jika menemukan hal-hal yang mencurigakan.
Namun, tenang saja UU Desa sekarang dalam proses revisi di DPR. Targetnya tahunini akan di sahkan. Namun sepertinya akan din undur karena menjelang pemilu. Masih ada kesempatan untuk memasukkan aspek kontra terorisme di dalam rancangan UU Desa. Mengingat hubungan, peran dan posisi desa dalam radikal terorisme adalah suatu kenyataan, bukan khayalan.