Akhir-akhir ini, kesehatan mental menjadi isu medis yang sedang ramai diperbincangkan. Bukan tanpa alasan, karena seiring berjalannya waktu banyak pula kasus-kasus yang terjadi akibat adanya masalah dari mental. Seperti bunuh diri, dan kegiatan lain yang mengancam fisik. Gangguan mental dilatarbelakangi oleh banyak hal, salah satunya adalah trauma. seseorang yang mengalami luka masa lalu akan mengalami sebuah trauma dan bayang-bayang akan kejadian tersebut.
Sebuah Trauma didefinisikan oleh American Psychological Assotiation (APPA) sebagai respon emosional terhadap peristiwa yang mengerikan. Hal ini tidak bisa dibiarkan dan dianggap remeh, karena bisa mengganggu kehidupan seseorang yang seharusnya bisa berjalan dengan normal. Sehubungan dengan ini, agaknya kita perlu menengok kembali luka-luka dari para korban Bom atau serangan fisik atas perilaku para teroris, baik dari Indonesia atau dari negara manapun yang menjadi korban atas kejadian menyakitkan itu.
Mungkin luka fisik bisa sembuh seirng berjalannya waktu, lantas bagaimana dengan luka yang berhubungan dengan jiwa seseorang? Ketika kita melihat gencatan senjata yang ada di Gaza atau Israel, pasti jiwa kemanusiaan kita akan tersentuh. Betapa banyak warga sipil yang menjadi korban atas peristiwa tersebut. Mungkin kala pagi mereka masih bisa makan malam bersama keluarga tapi lain cerita untuk nuansa di malam hari, ketika siang sudah menjadi mimpi buruk untuk hari-hari berikutnya.
Hal ini juga yang menyandera jiwa-jiwa masyarakat kita beberapa waktu lalu. Tentang bom yang tiba-tiba meledakkan Gereja, pantai dan tempat-tempat lain. Selain bongkahan bangunan yang berserakan ada hal yang tentunya tertinggal atas peristiwa tersebut. Yakni nasib terdampak BOM, ia yang kehilangan keluarga, cidera fisik sampai kesehatan mental atas trauma yang menyiksa hari-hari mereka.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa luka akibat trauma bisa terjadi bertahun-tahun dengan dampat kesehatan tidak hanya psikologis bahkan samapai biologis. Atas kejadian tersebut, seseorang cenderung mempenaruhi kualitas hidupnya. Jika mengacu pada perintah agama, mengenai khalifah fil ardh atau pemimpin di bumi, maka apa yang menimpa mereka sudah menjadi tanggungjawab bagi kita semua. Sekalipun kita tidak turut andil dalam melakukan kejahatan itu.
Karena akan lebih baik jika kita bisa membantu sesama, sekalipun tidak dalam tindakan medis, tetapi suara juga perlu disuarakan agar suara tidak berhenti pada individu yang memiliki kepekaan. Dilansir dari klikdokter.com korban Bom akan mengalami kecemasan berlebih, sulit mempercayai seseorang dan selalu merasasa terancam. Apakah yang mengalami hal ini hanya para korban yang berada di tempat terjadinya bom tersebut. Tentunya, tidak hanya korban yang ada di tempatnya langsung, melainkan bisa terjadi oleh siapapun.
Mengingat tentang adanya kasus terorisme yang menghantui masyarakat. Maka tindakan atas kasus ini harus terus dilangitkan. Apalagi jika melihar tentang bagaimana kedaan traumatis korban sebagaimana yang sudah disebutkan. Agaknya, solusi tentang kasus ini harus dilakukan oleh seluru lapisan masyarakat dari berbagai latarbelakang. Jika ditelaah dari sisi agama (baca: agama Islam) maka tindak terorisme seharusnya tidak ada karena sejatinya agama tidak pernah mengajarkan kekerasan melainkan mengajarkan akan adanya kedamaian dan cinta.
Sementara terorisme jauh dari kata damai apalagi cinta. Sehingg adanya kasus kekerasan sangat bertolakbelakang dengan ajaran agama. Kendati demikian, kasus terorisme yang menyertakan nama agama masih marak adanya. Kendati bukan kasus agama, nyatanya ada istilah Islamophobia sebagai sebuah traumatis terorisme atas nama agama. Dalam hal ini, negara turut serta dalam membantu para korban tindak pidana terorisme. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada tahun 2020 memberikan kompensasi terhadap korban.
Presiden Jokowidodo mengatakan bahwa Sejak 2018 upaya pemulihan korban dilakukan melalui LPSK, dalam bentuk pemberian kompensasi, bantuan medis, dan layanan psikologis serta rehabilitasi psikososial. Dengan demikian, pemerintah sudah berupaya dalam menangani korban akibat terorisme. Hemat penulis, kejadian ini harus dibasmi dari akarnya, sehingga kasus kekerasan bisa diminimalisir. Kemudian, masyarakat bisa hidup normal sebagaimana mestinya dan pemerintah bisa fokus dalam menangani hal lain yang tentunya hal yang bisa meningkatkan SDM masyarakat kita.