Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Korban Teror di Indonesia?

Adanya peristiwa Bom Bali pada tahun 2002 silam, menjadi awal adanya kriminalisasi tindak pidana terorisme, sekaligus menjadi desiderata korban, di mana adanya perlindungan hukun yang diwujudkan dalam bentuk UU No. 15 Tahun 2003. Termasuk pula adanya perkembangan dalam hukum pidana positif Indonesia yang berorientasi kepada kepentingan korban. Posisi korban acak, di mana setiap orang memiliki potensi untuk menjadi korban teror, menjadikan negara harus mencari formula yang cukup baik untuk menetapkan hukum yang berpihak terhadap korban.

Sejauh ini, di Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang telah mengakomodir hak-hak korban terorisme, di antaranya: pertama, UU No. 15 Tahun 2003, dalam pasal 37 mengatur bahwa setiap korban atau ahli warisnya berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi apabila menjadi korban tindak pidana terorisme. Ada pula pasal 38 yang mengatur mengenai pengajuan kompensasi, restitusi dan rehabilitas. Pasal 39 mengatur mengenai rentang waktu pengajuan kompensasi dan restitusi. Sedangkan pasal 40 mengatur mengenai pelaksanaan kompensasi.

Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Korban Teror di Indonesia?

Kedua, Peraturan Pemerintah no 44 Tahun 2008 tentang pemberian kompensasi dan restitusi dan banduan kepada saksi dan korban (PP No.44 Tahun 2003). Dalam peraturan tersebut, terdapat pasal 2 PP No. 44 Tahun 2008 yang mengatur mengenai kompensasi, sedangkan pada pasal 3 mengatur mengenai restitusi bagi korban.

Ketiga, Pasal 5 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2014, terdapat sejumlah hak yang diperoleh oleh korban dan saksi. Mulai dari memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. Hak-hak yang diperoleh oleh korban terorisme diatur dalam pasal tersebut.

Bagaimana Penerapan Hukum di Indonesia?
Pada dasarnya, hukum dibuat untuk memberikan keadilan terhadap korban. Seperti yang kita ketahui bahwa, korban mengalami trauma yang berkepanjangan pasca kejadian ledakan. Disamping mengalami cidera fisik yang mengakibatkan cacat seumur hidup, korban juga mengalami cidera psikis yang membuat trauma sepanjang hidup. Kondisi kehidupan para korban, akan berbanding terbalik dengan kondisi sebelumnya. Kerugian yang dialami seperti cidera fisik, utamanya mereka yang mengalami cacat, tidak akan sebanding dengan kompensasi yang diterima. Meskipun demikian, para korban memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Namun, pada kenyataannya kompensasi yang seharusnya diterima, berdasarkan peraturan dan undang-undang yang berlaku, mengalami hambatan. Para korban cenderung akan sangat lambat mendapatkan haknya sebagai korban karena terdapat beberapa hal, di antaranya: pertama, kecenderungan dalam sistem perdailan pidana yang lebih berorientasi pada pembuktian daripada pemberian hak korban. Artinya, korban berada dalam posisi yang vital apabila ada saksi atau pelapor terkait dengan aksi tindak terorisme.

Kedua, kurangnya komitmen pemerintah dan aparat terhadap penegakan hukuman dalam pemberian hak korban. Kenyataan ini harusnya dipahami oleh pemerintah bahwa, dalam pembentukan undang-undang tindak pidana terorisme, adalah sebuah peristiwa yang sangat mendesak dengan melihat asas keadilan untuk korban. Minimnya pengaturan terhadap hak korban, seharusnya menjadi acuan pemerintah untuk mengatur kebijakan yang lebih baik, agar bisa diimplementasikan kepada korban.

Ketiga, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tetang penegakan hukum terhadap korban teroris. Artinya, ketidaktahuan korban untuk mendapatkan hak sebagai warga negara, berakibat pada sikap acuh masyarakat. Dengan demikian, tidak ada sikap proaktif antara korban kepada pemerintah untuk menagih haknya sebagai korban tindak pidana terorisme.

Hambatan tersebut sebenarnya, perlu dipahami oleh pemerintah untuk terus berupaya memperbaiki peraturan yang berorientasi kepada korban. Dengan demikian, harapan untuk penerapan hukum terhadap korban tindak pidana terorisme, bisa terus dilakukan dengan baik.

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top