Jakarta – Pada 13 November 2022, terjadi bom bunuh diri di Istambul, Turki. Aksi tersebut, terjadi menjelang pelaksanaan G20. Aksi bom di Turki disangkutan dengan aksi ISIS. Kemudian, 13 November 2019, di Indonesia sempat terjadi bom bunuh diri markas kepolisian Medan. Dari sejumlah aksi bom bunuh diri yang terjadi, terdapat elemen yang terlupakan, yaitu korban, baik langsung atau tidak langsung. Selama ini, Cerita korban seringkali dikemas menjadi cerita sedih yang selalu menggugah hati. Padahal, ada banyak cerita perubahan korban terorisme yang dapat melampaui trauma yang dialami.
Dalam agenda WGWC Talk Seri 29 mengambil tema ”Untold and Unhear Story, Melampaui Trauma: Cerita Sukses Perempuan Korban Terorisme”. Dalam agenda tersebut, hadir tiga orang korban terorisme yaitu Ibu Wayan Rastini (Penyintas bom Bali 1), Ibu Tumini (penyintas bom bali 1) dan Ibu Sudeni (Penyintas bom Bali 2). Menurut Koordinator Gugus Kerja Perempuan dn Kebhinnekaan-Komnas Perempuan Dahlia Madanih, pengalaman korban bom Perempuan sangat penting untuk didengarkan, tidak hanya di komunitas tetapi juga secara publik.
”Sharing dan cerita ini penting karena dapat mendorong pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk memahami dampak personal, keluarga, dan komunitas. Pengalaman perlu didengarkan untuk membentuk SOP dalam menghadapi situasi darurat dan untuk memberikan pemenuhan hak-hak korban, termasuk aspek medis, fisik, mental, ekonomi, sosial, dan budaya,” terangnya melalui zoom, Selasa (21 November 2023).
Diungkapnya, pengalaman perempuan sering diabaikan, dan suara mereka perlu didukung. Dampak yang dialami oleh korban harus didengar untuk membentuk kebijakan afirmatif di tingkat nasional dan daerah, khususnya terkait situasi perempuan. SOP dan pemenuhan hak korban perlu diperhatikan, termasuk dalam konteks medis, kesehatan psikososial, dan bantuan lainnya.
Suara Perempuan, tekannya, sangat penting dalam menceritakan pengalaman sebagai upaya perbaikan dari hambatan-hambatan yang dihadapi perempuan. Pengalaman perempuan menjadi pembelajaran bagi semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat sipil, untuk mengetahui langkah-langkah dari yang kecil hingga jangka panjang untuk pemulihan komprehensif.
”Pengalaman perempuan juga penting sebagai strategi dan metode refleksi dalam organisasi korban dan masyarakat sipil yang melakukan advokasi atau perubahan kebijakan,” ucapnya.
Terakhir, dirinya menerangkan jika mendengarkan suara perempuan memerlukan mekanisme etika kepedulian untuk mencegah pengabaian pengalaman-pengalaman khusus yang dilakukan oleh perempuan. Komnas Perempuan memiliki pengalaman dalam mengenali dampak peristiwa terorisme terhadap perempuan.