Homeschooling atau pendidikan di rumah, adalah praktik di mana orang tua atau wali murid menjadi guru bagi anak-anak mereka di lingkungan rumah daripada mengirim mereka ke sekolah formal. Menurut Permendikbud No. 129 Tahun 2014 homescooling merupakan proses layanan pendidikan yang secara sadar dan terencana dilakukan oleh orangtua/keluarga di rumah atau tempat-tempat lain dalam bentuk tunggal, majemuk, dan komunitas di mana proses pembelajaran dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi peserta didik yang unik dapat berkembang secara maksimal.
Sementara homeschooling telah menjadi pilihan pendidikan yang semakin populer bagi beberapa orang, ada beberapa pertanyaan dan keprihatinan yang timbul terkait dengan potensi keterisoliran sosial dan dampaknya pada perkembangan anak-anak. Salah satu aspek yang menarik perhatian adalah bagaimana homeschooling dapat memengaruhi risiko radikalisme?

Dalam riset yang telah dilakukan oleh PPIM, homeschooling yang berbasis Islam salafi eksklusif memiliki kerentanan terhadap paham ekstremisme. Siswa homeschooling yang berbasis Islam salafi eksklusif, khususnya yang berbentuk homeshooling tunggal, memiliki kerenanan lebih besar terhadap ideologi-keagamaan yang bercorak radikal karena mengalami spiral pengucilan diri.
Dalam riset yang dilakukan oleh PPIM, hal tersebut terjadi dikarenakan siwa tidak didorong untuk membangun engagement dengan komunitas dan tidak didoring untuk mengenal keragaman. Homeschooling, meskipun semakin populer, menimbulkan keprihatinan terkait potensi keterisoliran sosial dan dampaknya pada perkembangan anak-anak. Dalam konteks radikalisme, homeschooling dapat memengaruhi risiko radikalisme karena anak-anak mungkin memiliki akses terbatas terhadap pandangan beragam dan pemahaman nilai-nilai sosial yang berlaku.
Di sisi lain, homeschooling memiliki perhatian utama yang memerlukan perbaikan mendalam. Pertama, tidak adanya aturan teknis dan petunjuk pelaksanaan sebagai implementasi dari regulasi Permendikbud No. 129 Tahun 2014 menunjukkan kekosongan dalam panduan resmi terkait praktik homeschooling. Selanjutnya, kekurangan database homeschooling menjadi kendala serius, mengingat pentingnya pemantauan dan evaluasi sistem pendidikan alternatif ini. Tanpa data yang memadai, sulit bagi pemerintah untuk mengukur efektivitas dan dampak homeschooling.
Ketidakberadaan bagian khusus di Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten yang bertugas melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pendidikan oleh HS Komunitas menyiratkan kebutuhan akan struktur pengawasan yang lebih terfokus dan terkoordinasi. Kurangnya penjaminan mutu pelaksanaan (UNPK5) menjadi permasalahan serius lainnya, menyoroti kebutuhan akan standar yang jelas dan konsisten dalam pelaksanaan homeschooling.
Salah satu kekhawatiran yang sering muncul adalah bahwa anak-anak yang diajar di rumah mungkin memiliki keterbatasan dalam interaksi sosial dengan teman sebaya mereka serta terpaparnya anak ke dalam radikalisme. Dengan kterbatasan interaksi sosial anak-anak homeschooling menjadi kekhawatiran, karena dapat menciptakan peluang bagi pandangan atau ideologi ekstrem untuk berkembang.
Di sisi lain, homeschooling memberi anak-anak otonomi lebih dalam memilih apa yang mereka pelajari. Namun, ini berbeda dari sekolah tradisional di mana anak-anak terpapar pada budaya, agama, dan latar belakang sosial yang beragam. Dari hasil riset yang dilakukan sehingga, pentingnya mewajibkan dan memfasilitasi siswa-siswa homeschooling untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan kelompok dari berbagai latar belakang. Hal tersebut penting untuk dilakukan guna memupuk nilai toleransi dan membangun ketahanan terhadap paham ekstremisme.
Selain itu, penting juga keterbukaan dan Pembelajaran Seimbang. Di mana orangtua homeschooling perlu tetap terbuka terhadap beragam pandangan dan nilai-nilai. Melibatkan anak-anak dalam kegiatan sosial dan mendiskusikan isu-isu sosial, agama, dan politik membantu memperluas wawasan mereka.Terakhir, penting juga pendidikan yang seimbang. Selama homeschooling, orang tua perlu mengawasi materi yang diajarkan dan memastikan pendidikan yang seimbang tanpa memicu radikalisme. Melibatkan anak-anak dalam diskusi terbuka membantu mereka mengembangkan pemahaman yang seimbang tentang dunia.