29.5 C
Jakarta
Minggu, 8 September 2024

Sekolah Pra-Nikah, Dapatkah Membentuk Bangunan Keluarga yang Anti Radikal?

Pernikahan adalah salah satu topik yang cukup menguras tenaga apabila ditanyakan kepada anak muda, yang sedang dilemma mencari jati diri, sekaligus sedang fokus terhadap pendidikan bahkan karir. Pertanyaan “kapan nikah?” seperti sebuah jebakan Batman yang kerapkali menghantui untuk membangun keluarga. Tidak jarang, setiap orang selalu menghindar dan merasa bahwa, pertanyaan tersebut bukan sekedar sebuah pertanyaan basa-basi. Akan tetapi, lebih kepada penghakiman. Meskipun demikian, pernikahan adalah salah satu topik yang dibahas oleh agama, khususnya agama Islam.

Penciptaan Adam dan Hawa, adalah sebuah makna yang tersirat dari sebuah relasi yang terjalin antara laki-laki dan perempuan secara sah dalam agama. Tujuan pernikahan yang termaktub dalam al-Qur’an adalah menghindari zina. Ini juga berarti bahwa, agama sangat menutup dan tidak mentolerir pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, tujuan ini bukan berarti bahwa pernikahan adalah pemenuhan hasrat libido semata. Ada beberapa tujuan jangka panjang yang berkaitan dengan pernikahan adalah sebagai wujud ketaatan kepada Allah dan Rasul.

Dengan tujuan yang sangat mulia itu, pernikahan bisa dikatakan sebagai ibadah yang panjang, bahkan seumur hidup. Hal ini karena berkenaan dengan menjalin relasi dengan sesama manusia, serta merawat hubungan antara sesama keluarga, khususnya melahirkan generasi yang mampu menjadi khalifah di bumi. Berdasarkan tujuan panjang itu, maka kita perlu menyiapkan pernikahan dengan sangat baik.

Persiapan ini tidak hanya tentang kemampuan finansial yang mumpuni yang harus dimiliki seseorang yang siap menikah. Akan tetapi, persiapan mental dan saling mengenal pasangan lebih dalam, akan membuat bangunan rumah tangga menjadi maslahah. Kesejahteraan, ketentraman, dan keserasian dalam sebuah keluarga, bergantung kepada perilaku masing-masing individu di dalamnya. Kesadaran tentang perilaku individu pada suami-istri perlu dipupuk sebelum rumah tangga tersebut dimulai dengan persiapan pra-nikah yang cukup matang.

Sekolah Pra Nikah dan Kesiapan dalam Membangun Rumah Tangga
Pembekalan pra nikah dilakukan untuk mewujudkan pengetahuan dan pemahaman calon pengantik tentang hukum perkawninan, keluarga, reproduksi sehat, pemecahan masalah keluarga, nilai keimanan serta sikap individu dalam membangun rumah tangga. Pembekalan pra nikah ini juga dilakukan dengan harapan untuk menghindari angka perceraian yang semakin tinggi karena, masing-masing suami-istri, nantinya mampu menyelesaikan permasalahan rumah tangga yang dihadapinya.

Selain itu, persiapan pembekalan pra-nikah ini juga mengantarkan suami-istri memiliki bekal untuk beberapa hal penting dalam berkeluarga. Mulai darimendidik anak dengan penanaman nilai ketakwaan, keimanan, amal sholeh dan akhlakul karimah dalam lingkungan keluarga sesuai dengan ajaran Islam. Pemahaman keagamaan dengan sikap kemanusiaan yang dimiliki oleh calon pasangan, akan mengantarkan suami-istri menghargai hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing orang.

Dengan demikian, pembekalan pra nikah atau sekolah pra-nikah menjadi salah satu ruang belajar antara calon suami-istri. Terutama, untuk membina rumah tangga yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam dan saling memahami kemanusiaan satu sama lain. Hal ini penting dalam upaya menjalani pernikahan yang harmonis dan terhindar dari pemahaman ekstremis kekerasan.

Sekolah Pra-Nikah dan Upaya Preventif Pemahaman Radikal
Ketika paham radikalisme-terorisme, bisa terbangun dalam sebuah keluarga, maka pondasi yang harus dikuatkan adalah bangunan keluarga itu sendiri. Dogma yang selama ini diberikan adalah suara suami adala suara Tuhan yang harus diikuti. Maka dari itu, ketika dalam keluarga teroris, seorang suami berkiblat pada kelompok teroris, sang istri juga ikut menjalankan perintah suami, lantaran dogma yang dipahami demikian. Rumah tangga demikian, dibangun bukan berdasarkan asas kemanusiaan individu seseorang. Akan tetapi berdasarkan relasi kuasa yang sangat kuat dari seorang suami atas nama dogma.

Tidak hanya itu, melalui pembekalan pra-nikah, masing-masing individu (suami-istri) mampu memahami nilai-nilai keagamaan yang memanusiakan manusia dengan tidak bersikap diskriminatif terhadap orang lain. Utamanya kepada pemeluk agama agama. Apabila di antara anggota keluarga ada yang memiliki perspektif demikian. Maka, peran anggota keluarga lain untuk memberikan pemahaman kepada anggota keluarga lainnya sangat perlu.

Dalam contoh sederhana, apabila suami memiliki pemahaman bahwa agama Islam menghendaki pembunuhan seseorang karena berbeda latar belakang agama, melalui pembekalan pra-nika, sang istri bukanlah justru ikut pemahaman suami. Akan tetapi sebaliknya, memberikan arahan dan komunikatif untuk membicarakan pemahaman satu sama lain. Pembinaan pra-nikah bisa dipahami sebagai ruang preventif dalam mencegah tumbuhnya pemahaman radikalisme-ekstremisme dalam keluarga.

TERBARU

Konten Terkait