Judul buku: Seperti Bulan dan Matahari (Indonesia dalam catatan seorang diplomat Amerika), Penulis: Stanley Harsa, Penerbit: Kompas, Tahun terbit: 2015, Jml.hlm: 254.
Catatan pengalaman yang ditulis oleh Stanley Harsa dalam sebuah buku yang berjudul “Seperti Bulan dan Matahari”, menjadi salah satu idiom kekayaan pengalaman sebagai seorang diplomat asal Amerika Serikat. Saat ini, Stanley Harsa memilih menjadi orang Indonesia. Catatan perjalanan hidupnya memuat berbagai pengalaman menarik untuk membuka perspektif baru bagi pembaca. Saya menikmati setiap lembar dari buku yang tebalnya lebih dari 300 halaman tersebut.
Buku ini bukan hanya sebagai kajian budaya Indonesia yang ditulis oleh seorang diplomat asal Amerika Serikat. Akan tetapi, menjembatani dua negara yang memiliki latar belakang cukup berbeda, dengan pola keberagamaan yang sangat berbeda. Catatan tersebut juga menggambarkan idealisasi kedekatan hubungan AS dengan Indonesia.
Kecintaannya pada Indonesia, dipersatukan dengan mempersunting seorang perempuan yang berasal dari keraton Solo, Henni, putri seorang pejabat. Buku yang ditulis ini, diterjemahkan oleh istrinya dengan judul asli like the moon and the sun. Indonesia in the words of an American diplomat. Stanley Harsa mengalami banyak dinamika persoalan kehidupan ketatangeraan, politik internasional yang membuat dia hadir sebagai sosok yang cukup kuat mengamati konflik sosial.
Salah satu konflik internasional dalam catatannya adalah persoalan teroris dan posisi Islam dalam perspektif Barat, khususnya Amerika Serikat. Pasca serangan bom di WTC New York pada 11 September 2011 silam, kebencian, kecurigaan kepada Islam terus meningkat. Tragedi yang menewaskan ribuan orang ini, menjadi serangan terburuk sepanjang sejarah Amerika.
Penyerangan ini dilakukan oleh militant Al-Qaeda, yang dipimpin oleh Osama bin Laden. Islamofobia (kebencian terhadap Islam) menjadi gejala yang dimiliki oleh masyarakat Amerika dengan menganggap bahwa, ajaran Islam adalah ajaran perang dan menghendaki pembunuhan. Para masyarakat Muslim yang tinggal di Amerika, banyak menjadi korban stigma buruk dari kejadian tersebut. Menyikapi islamofobia yang semakin meningkat, Karen Amstrong justru memberikan pandangan yang sangat bertolak belakang tentang Islam.
Menurutnya, dikutip melalui buku “Islamofobia”, Islam tidak memaksakan diri dengan pedang.pembunuhan yang dilakukan oleh sekelompok orang atas nama Islam, melangkahi ajaran agama yang sakral. Para fundamentalis yang melakukan perang atas nama Islam, mengabaikan prinsip-prinsip welas asih yang terkandung dalam agama. Mereka membesar-besarkan ayat yang lebih agresif yang terdapat dalam kitab suci, yang secara nyata menyimpang dari ajaran agama.
Karen Amstrong secara jelas mengkritik kebencian terhadap Islam. Sebab agama Islam sesungguhnya adalah agama yang mengajarkan cinta kasih dan tidaklah seharusnya menggeneralisir seluruh umat Islam atas kejadian yang terjadi di Amerika. Kondisi serupa juga menjadi kegalauan pada Stanley Harsa. Pasca tragedi di Amerika, seluruh masyarakat dunia memberikan sorotan tajam kepada seluruh masyarakat Muslim di dunia.
Para pengamat Amerika yang memiliki pengaruh, secara terbuka meminta umat Islam dari seluruh dunia untuk mengambil sikap terhadap serangan teroris ini. Seolah-olah 1,6 miliar umat Islam di dunia harus meminta maaf atas kejadian yang dilakukan oleh para kelompok teroris yang mengatasnamakan Islam. Sementara itu, para tokoh Muslim dan non-Muslim moderat di Amerika Serikat juga mempertanyakan, mengapa seluruh umat Muslim dunia harus meminta maaf dan bertanggung jawab atas aksi sesat teroris.
Para tokoh tersebut bertanya, apakah seluruh kaum Nasrani harus bertanggung jawab atas aksi teror yang dilakukan oleh beberapa umat Nasrani sesat? Kondisi ini diperparah dengan tragedi penyiksaan yang dilakukan oleh CIA terhadap umat Islam yang tidak bersalah. Terjadi tragedi pembunuhan besar-besaran yang merugikan umat Muslim. Kejadian ini membuat kelompok teroris lebih mudah merekrut teroris dari kalangan Islam.
Mengapa bisa demikian? masyarakat Muslim sangat tersentuh apabila mendengar kisah penderitaan yang dialami oleh Muslim lainnya. Penderitaan yang dilakukan oleh CIA atau militer Amerika memudahkan dalam proses perekrutan teroris. Masyarakat Muslim akan siap siaga menjadi teroris dengan alasan membela Islam. Padahal fenomena ini merupakan adu domba dan gap yang sangat jauh antara Islam dengan Barat.
Catatan perjalanan Stanley Harsa, cukup mendalam memberikan informasi atas konflik sosial keagamaan yang terjadi. Buku ini tidak hanya menjadi berisi kisah perjalanan hidupnya menjadi diplomat. Akan tetapi mampu menjembatani hubungan antara Islam dan Amerika Serikat, serta Islam dengan Barat.