28.6 C
Jakarta
Senin, 9 September 2024

Mewaspadai Ancaman Ekstremisme Agama di Indonesia: Peluang dan Tantangan

Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada ancaman yang serius, yaitu munculnya berbagai bentuk hoax, ujaran kebencian, dan terutama ekstremisme agama. Ancaman ini tidak hanya merusak persatuan dan stabilitas sosial, tetapi juga dapat memicu perpecahan dalam masyarakat. Kelompok teroris seperti ISIS memberikan contoh nyata tentang bagaimana mereka memanipulasi ajaran agama melalui platform media sosial. Mulai dari YouTube, Twitter, dan Facebook untuk merekrut pengikut dan merencanakan tindakan kekerasan.

Di Indonesia, agama juga menjadi salah satu bidang yang rawan dipolitisasi, dengan potensi mengancam kedamaian dan persatuan bangsa. Namun, salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan adalah adanya ekstremisme agama di kalangan generasi muda. Hal ini memerlukan perhatian serius dan tindakan pencegahan yang efektif. Pertama-tama, langkah pencegahan harus difokuskan pada identifikasi faktor risiko yang memengaruhi generasi muda dan membuat mereka rentan terhadap ekstremisme agama.

Pendidikan yang inklusif dan komprehensif harus menjadi salah satu pendekatan utama dalam menangani masalah ini. Masyarakat juga harus memberikan dukungan aktif dalam mendukung upaya pencegahan. elalui pendekatan kolaboratif, kita dapat membantu generasi muda menghindari jalan menuju ekstremisme dan membentuk pemahaman agama yang moderat dan komprehensif. Penting untuk diingat bahwa ekstremisme agama bukan hanya masalah internal Indonesia, tetapi juga merupakan ancaman global.

Oleh karena itu, kerja sama internasional dalam mengatasi masalah ini juga penting. Fakta menunjukkan bahwa generasi muda di Indonesia memiliki akses yang luas ke teknologi, terutama ponsel pintar dan internet. Oleh karena itu, penggunaan teknologi dan media sosial juga dapat digunakan sebagai alat untuk menyebarkan pesan positif dan melawan ekstremisme agama.

Menurut data survei Kominfo tahun 2019, tingkat kepemilikan ponsel pintar di kalangan usia 20-29 tahun mencapai 75,95%, yang menunjukkan potensi besar untuk mencapai generasi muda melalui platform digital. Pemerintah dan organisasi terkait harus memanfaatkan peluang ini untuk mengedukasi dan memberdayakan generasi muda.

Femmy Eka Kartika Putri, Deputi Koordinator Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), telah menggarisbawahi pentingnya memanfaatkan bonus demografi yang sedang dialami Indonesia. Bonus demografi ini merupakan peluang besar untuk meningkatkan kualitas generasi muda dan mencegah terjadinya perilaku berbahaya seperti ekstremisme agama.

Dengan tindakan yang tepat dan kolaborasi yang kuat, Indonesia dapat menghadapi tantangan ekstremisme agama di kalangan generasi muda dan memanfaatkan bonus demografi untuk menciptakan masa depan yang lebih aman dan harmonis. Namun, untuk mencetak generasi muda yang berkualitas, pemerintah harus menghadapi banyak tantangan dan permasalahan. Akan tetapi, Deputi Bidang Strategi Nasional Dewan Rehabilitasi Nasional, Afrizal Hendra, memberikan rekomendasi berupa optimalisasi Healing Media Center sebagai pusat informasi untuk menangani hoax dan scam.

Saat ini, pemerintah harus mengoptimalkan Curative Media Center sebagai pusat informasi untuk menanggulangi hoaks, serta sebagai pusat imbauan masyarakat dalam menggunakan media sosial secara tepat. Peserta sangat mendukung hasil penelitian Wantannas mengenai prediksi hoaks, ujaran kebencian, dan ekstremisme agama di seluruh lapisan sosial politik untuk merayakan tahun politik 2024 dalam konteks keamanan nasional. Peta jalan tersebut diharapkan selaras dengan peraturan yang berlaku saat ini seperti Rancangan Aksi Nasional tentang pencegahan dan penanganan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme pada periode 2020-2024 dan rancangan Perpres tentang moderasi beragama.

Selain itu juga berkoordinasi dengan program yang ada di kementerian atau organisasi seperti Peningkatan Kapasitas Digital Indonesia yang dikelola Kominfo dan diprakarsai oleh Presiden Joko Widodo. Dua hal utama yang harus menjadi prioritas: penguatan budaya digital masyarakat, baik dari segi teknis penggunaan teknologi maupun aspek etika dunia digital. Kementerian/organisasi terkait diharapkan mampu mengkoordinasikan secara optimal upaya pencegahan dan pencegahan hoaks, ujaran kebencian, dan ekstremisme agama, khususnya di kalangan generasi muda.

Pencegahan ekstremisme agama pada pemuda adalah langkah yang penting dalam memastikan bahwa generasi muda terhindar dari radikalisasi dan terlibat dalam pandangan yang ekstrem. Solusi Ekstremisme Agama pada pemuda memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Termasuk pemerintah, keluarga, pendidikan, dan masyarakat. Berikut adalah beberapa solusi yang dapat digunakan:

Pertama, Pendidikan Agama Moderat dan Inklusif dengan Menyediakan kurikulum pendidikan yang mempromosikan pemahaman agama yang moderat, inklusif, dan berbasis nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dapat dilakukan di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan agama. Kedua,Komitmen Keluarga, Keluarga memiliki peran kunci dalam mencegah ekstremisme pada pemuda. Orangtua harus berkomitmen untuk mengajarkan nilai-nilai toleransi, kerukunan, dan pemahaman agama yang benar kepada anak-anak mereka.

Ketiga, Kegiatan Positif, Menyediakan berbagai kegiatan positif untuk pemuda, seperti olahraga, seni, dan program pengembangan diri. Hal ini membantu mereka menghabiskan waktu dengan cara yang membangun keterampilan dan mengembangkan identitas positif. Pencegahan ekstremisme agama pada pemuda adalah usaha jangka panjang yang memerlukan komitmen dan kolaborasi dari semua pihak. Dengan mengadopsi berbagai solusi ini, kita dapat membantu pemuda memahami nilai-nilai moderat dan mencegah mereka terpengaruh oleh pandangan ekstrem.

TERBARU

Konten Terkait