Studi Islam yang berisi berbagai metode dan pendekatan dalam mengkaji Islam dapat diibaratkan sebagai gerbang awal ketika seorang individu ingin mempelajari Islam. Ini jugalah yang menjadi alasan mengapa mata kuliah Metodologi Studi Islam (MSI) menjadi mata kuliah wajib PTKIN, tujuannya tentu agar mahasiswa memiliki paradigma keislaman yang benar dan moderat. Bukan yang radikal dan ekstrim. Bagaimana kemudian mahasiswa dapat memposisikan Islam secara normatif di satu sisi, dan secara historis di sisi lain.
Islam normatif mencoba melihat Islam secara doktrinal dan tekstual. Bahwa Islam adalah sebuah ajaran yang harus diyakini kebenarannya. Dengan demikian, apa yang disampaikan ulama, kyai, ataupun ustaz akan dilaksanakan sebagai sebuah praktik ajaran agama. Sifatnya sakral. Islam historis melihat Islam sebagai sebuah realitas yang kompleks dan beragam dan itu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Dari zaman nabi terdahulu sampai sekarang. Dan ini sifatnya profan. Bisa benar, bisa salah. Bisa dikritik dan bisa dikompromikan.
Dengan kemampuan memposisikan Islam dengan dua cara pandang tersebut, kita akan dimudahkan untuk menggali kembali nilai-nilai ajaran Islam yang asli dan murni serta bersifat manusiawi dan universal dengan tetap responsif terhadap perkembangan zaman. Hal ini tentu akan memberikan citra positif terhadap eksistensi agama Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, agama damai, non konflik, toleran, dan mengakui keberadaan agama-agama lain.
Sebagai Benteng sekaligus Counter Narasi Ekstrimisme
Studi Islam komprehensif yang diajarkan kepada mahasiswa setidaknya dapat menjadi benteng pertahanan di tengah rentannya anak muda terhadap bahaya radikalisme dan ekstrimisme. Dalam situasi di mana mereka ada di masa transisi dan mengalami problem struktural serta ketidakpastian masa depan, mereka juga berhadapan langsung dengan massifnya pengaruh ideologi Islamis yang datang menawarkan harapan dan mimpi tentang perubahan serta masa depan yang bersinar. Dibangun di atas narasi yang menekankan pentingnya semangat kembali pada dasar-dasar fundamental Islam dan keteladanan generasi awal.
Narasi ekstrim tersebut akan mudah terbantahkan dengan pemahaman Islam yang komprehensif. Metode studi Islam yang sangat variatif memberikan pemahaman bahwa terdapat banyak cara untuk memandang dan menjelaskan suatu gejala atau fenomena. Ibarat sebuah mobil. Ketika kita melihatnya dari sisi depan, maka yang akan terlihat hanya kaca depan, lampu depan dan kedua spion mobil. Ketika kita melihat dari sisi samping, maka yang terlihat adalah kaca samping, dua ban samping dan spion samping. Berbeda pula jika kita melihatnya dari belakang, yang akan terlihat tentu hanya kaca belakang. Artinya, kita perlu mengambil sudut pandang yang lebih luas untuk bisa melihat semua bagian mobil secara keseluruhan.
Ayat tentang jihad tentu hanya akan dipahami sebagai perang dan kekerasan jika hanya dipahami secara tekstual tanpa melihat konteks turunnya ayat dan juga korelasi dengan ayat-ayat sebelumnya. Namun jika dipahami secara kontekstual serta melihat korelasi dengan ayat-ayat sebelumnya, maka akan ditemukan bahwa sebenarnya ada banyak makna jihad yang dikemukakan oleh ulama. Tidak hanya bermakna perang dan qital, tetapi lebih luas dari itu. Beramal dan beribadah dengan sungguh-sungguh juga merupakan jihad. Bahkan dikatakan sebenar-benar jihad adalah jihad melawan hawa nafsu.
Pengetahuan Studi islam yang komprehensif dapat membekali setiap individu untuk melihat masalah kacamata yang lebih luas. Mereka akan terbiasa menghadapi atau melihat masalah sosial di Masyarakat dengan menerapkan model keilmuan yang sifatnya interdisiplin, multidisiplin maupun transdisiplin. Model ini mengharuskan adanya kolaborasi, tidak bisa mendaku atau mengakui bahwa keilmuan yang sekarang dipelajari adalah keilmuan yang terbaik dan paling benar.
Harapannya, akan tercipta generasi yang menguasai penelaahan kompleksitas di Masyarakat dengan tepat. Mereka dapat melihat keragaman Islam antara satu dengan yang lainnya tidak dapat disamakan juga tidak dapat dibeda-bedakan. Dengan melihat keragaman ini maka setiap individu akan ramah kebinekaan, bernalar moderat dan menjunjung tinggi toleransi. Dengan begitu, narasi ekstrimisme agama yang mengancam persatuan, kesatuan dan perdamaian akan dengan mudah ditolak.